Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Belakangan ini, jagat maya dihebohkan atas keputusan platform media sosial OnlyFans untuk melarang adanya konten pornografi. Keputusan ini mengejutkan karena banyak orang bergabung dengan OnlyFans justru untuk mencari konten dewasa yang eksklusif
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun tak berselang lama OnlyFans menyatakan membatakan niatnya itu. “Kami telah mendapatkan jaminan yang diperlukan untuk mendukung komunitas kreator kami yang beragam dan telah menangguhkan perubahan kebijakan 1 Oktober yang direncanakan. OnlyFans sangat mendukung tinggi inklusi dan kami akan terus menyediakan rumah bagi setiap kreator kami,” bunyi akun Twitter resmi OnlyFans.
OnlyFans bukanlah satu-satunya platform media sosial yang populer karena pornografi. Konten-konten dewasa menjadi sumber uang bagi beberapa situs yang menjajakannya. Mengutip dari allinallspace.com, tiap tahunnya beberapa situs porno bisa dikunjungi oleh bermiliar-miliar orang sekaligus.
Lantas bagaimana pornografi bisa menjadi sebuah konten yang sangat digemari?
Dilansir dari britannica.com, pornografi merupakan segala bentuk representasi aktivitas seksual yang tertera dalam berbagai media, seperti buku, gambar, patung, film, dan berbagai media lain.
Berdasarkan definisi tersebut, pornografi dapat ditelusuri pada masa Yunani kuno. Banyak literatur Yunani kuno yang membahas soal ini. Sebabnya nama pornografi berasal dari dua bahasa Yunani, yakni porni (prostitusi) dan graphein (tertulis).
Selain literatur, pornografi juga telah termanifestasikan dalam berbagai bentuk lain. Dilansir dari livescience.com, beberapa peneliti menemukan bahwa konten pornografi pertama kali dibuat pada 30 ribu tahun yang lalu. Hal tersebut dibuktikan dengan ditemukannya coretan-coretan di gua yang bercorak porno. Para ahli arkeologis memperkirakan bahwa coretan-coretan gua tersebut merupakan hiburan seksual, yang fungsinya sama dengan pornografi.
Pada zaman yang sedikit lebih modern, pornografi dapat ditemui pada pahatan, ukiran, dan lukisan yang menggambarkan aktivitas seksual dan homoseksual di Yunani dan Roma kuno. Selain itu, sebuah buku mengenai panduan melakukan hubungan seks, yang lebih dikenal dengan nama kamasutra, ditemukan di India. Kemudian, di Jepang pada abad ke-16, berbagai ukiran-ukiran kayu yang menggambarkan aktivitas seksual.
Kini, pornografi lebih dikenal dalam bentuk digital, seperti foto atau video. Kontennya pun dapat ditemui di berbagai media sekaligus, termasuk di platform yang awalnya pembuatannya tidak dimaksudkan untuk menyebarkan pornografi.
NAOMY A. NUGRAHENI
Baca juga: