Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Telkom berencana menggabungkan Telkomsel dan IndiHome dengan mengusung fixed mobile convergence (FMC). Menurut ahli telekomunikasi Telkom University, Khoirul Anwar, teknologi FMC bukan sesuatu yang baru karena sudah jadi bahasan internasional sejak 2005. “Momennya baru sekarang penggabungan itu, menurut saya bagus, kemudian dari sisi teknologi harus ada yang berubah,” ujarnya pekan lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Telkom, Heri Supriadi, dalam paparannya pada Public Expose Live 2022 mengungkap strategi FMC di mana Telkom terus memperkuat penetrasi pasar, efisiensi biaya dan keunggulan operasi, seiring dengan upaya dalam meningkatkan pengalaman terbaik pelanggan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya, kata Heri, juga telah dilakukan penandatanganan nota kesepahaman antara Telkom dan Singtel untuk pengembangan inisiatif FMC dan pengembangan data center regional. Selain itu, juga dilakukan komunikasi intensif dengan stakeholder dan penyiapan tim transformasi di lingkungan internal.
IndiHome dan Telkomsel Digital Business juga merupakan mesin pertumbuhan Telkom, dengan pencapaian masing-masing sebesar Rp 13,8 triliun dan Rp 35,1 triliun pada tahun buku 2022.
Menurut Khoirol, berdasarkan definisi yang asli tentang FMC, pengguna hanya cukup punya sebuah nomor seluler untuk mengakses layanan Internet di dalam dan luar ruangan. Nomor yang sama itu dipakai untuk mendapatkan hotspot juga jaringan seluler. “Cara seperti itu memudahkan pelanggan untuk mengakses Internet di mana pun, idealnya tidak ada perubahan kualitas,” ujarnya.
Saat ini kondisinya nomor seluler untuk hotspot wifi berbeda dengan nomor yang dipakai bergerak atau mobile. Dengan kesamaan nomor, konsumen akan senang. “Karena bayarnya jadi mudah, cukup satu untuk pemakaian Internet di dalam dan luar rumah,” ujarnya.
Selain itu, dia berharap penggabungan layanan itu bisa mengubah peta pemerataan akses Internet agar Indonesia siap dengan teknologi digital. Caranya dengan mengalihkan pemasangan kabel serat optik ke daerah yang belum terjangkau sinyal seluler. “Dari sisi teknologi, kalau ada fiber optic dan ada koneksi dengan BTS (Base Transceiver Station) itu mubazir,” kata Khoirul.
Pada daerah yang terjangkau sinyal seluler, akses Internet di rumah bagi pelanggan baru bisa terhubung tanpa kabel serat optik. Dengan menggunakan teknik beamforming, sinyal Internet dari BTS bisa diarahkan ke rumah-rumah pelanggan FMC. “Rumah pelanggan nanti harus pakai antena untuk menangkap sinyal Internet dari BTS,” ujarnya.
Menurut Khoirul, investasi untuk penggantian dari sambungan kabel serat optik ke antena itu lebih murah. Nantinya pihak operator perlu menata ulang alokasi transmisi Internet di BTS untuk ke rumah-rumah pelanggan dan pengguna seluler bergerak. Sementara bagi pengguna yang telah terpasang kabel serat optik, tetap bisa dipakai tanpa perlu dicabut.
Sementara itu, menurut Ian Yosef, dosen dan peneliti di Kelompok Keahlian Teknik Telekomunikasi Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung (ITB), penggabungan itu sangat dimungkinkan terkait dengan teknologi telekomunikasi 5G. “Ke depan mereka harus bergabung, fixed mobile convergence (FMC),” katanya.
Bagi pengguna, mereka bisa memakai wi-fi ketika di rumah, lalu ketika ke luar rumah sinyalnya berpindah otomatis ke jaringan seluler. Syaratnya, pengguna harus memakai nomor Telkomsel. Selain itu, menurut Ian, ada potensi masalah dari dua merger itu. “Masalahnya di regulasi, ada dua perusahaan yang bergabung, secara persaingan usaha bagaimana,” ujarnya.
Baca:
Telkom Luncurkan metaNesia untuk Sinergi BUMN, Swasta, dan UMKM
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.