Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Platform media sosial TikTok kembali beroperasi di Amerika Serikat (AS) setelah sempat ditutup sementara pada Ahad, 19 Januari 2025. Pemulihan layanan aplikasi asal Cina itu dilakukan setelah Presiden AS terpilih, Donald Trump, memberikan pernyataan menjelang hari pelantikannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Meski TikTok batal dilarang di Amerika Serikat, sejumlah negara diketahui telah memblokir TikTok, termasuk larangan parsial. Kebijakan pelarangan TikTok yang diambil oleh negara-negara tersebut atas dasar kekhawatiran global terhadap dampak aplikasi ini, baik dari sisi keamanan data, stabilitas politik, hingga pengaruh terhadap masyarakat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun pelarangan TikTok di sejumlah negara memicu perdebatan terkait kebebasan berekspresi dan dampaknya terhadap ekonomi digital. Lantas, bagaimana pendapat pakar atau akademisi soal tren banyak negara yang melarang TikTok?
Pakar Media dan Komunikasi Politik AS, Cayce Myers
Cayce Myers berbagi pemikiran tentang signifikansi dan konsekuensi atas kebijakan larangan TikTok. Ia memberikan pandangannya saat mengomentari Mahkamah Agung AS yang mengesahkan undang-undang baru untuk melarang aplikasi media sosial asal Cina itu, yang membuka jalan baru dalam lanskap media sosial.
“Keputusan Mahkamah Agung AS terkait TikTok merupakan momen penting bagi media sosial dan operasinya di Amerika Serikat. Keputusan pengadilan per curiam tersebut menekankan keunikan teknologi, dampaknya yang meluas, dan implikasi keamanan nasional dari operasinya,” kata Myers seperti dikutip dari Virginia Technology, Jum'at, 17 Januari 2025.
Mayers berpendapat, keputusan ini merupakan perubahan besar dalam kedaulatan digital, dan menunjukkan keseimbangan yang rapuh antara masalah keamanan nasional, kebebasan berbicara, dan ekonomi digital global.
Akademisi Ilmu Komputer Universitas Ohio, Chad Mourning
Chad Mourning mengatakan bahwa meskipun melarang TikTok mungkin terasa seperti solusi yang rapi, hal itu tidak menghilangkan risiko yang terkait dengan privasi data dan keamanan nasional.
“Faktanya, keputusan antimonopoli baru-baru ini yang mengharuskan perusahaan untuk mengizinkan beberapa toko aplikasi kemungkinan akan menyebabkan orang-orang mendistribusikan aplikasi TikTok dan pembaruannya secara ilegal,” kata Chad Mourning, dikutip dari laman Ohio University.
Chad Mourning membandingkannya dengan upaya sebelumnya untuk menutup platform seperti The Pirate Bay, situs web terkenal yang digunakan untuk berbagi berkas melalui jaringan peer-to-peer, yang menunjukkan bahwa meskipun TikTok dilarang, pengguna akan menemukan cara untuk melewati pembatasan tersebut.
Hal ini, kata dia, dapat menyebabkan peningkatan risiko keamanan siber karena pengguna mungkin secara tidak sengaja mengekspos diri mereka ke aplikasi berbahaya. Aplikasi yang tidak dapat dipercaya dapat menyembunyikan malware dengan cara yang sama seperti sesi streaming bajakan.
“Tema baru penipuan keamanan siber akan bermunculan dengan menjanjikan orang-orang akses ilegal ke TikTok dan mereka akan berakhir dengan perangkat yang disusupi,” katanya.
Pakar Hukum Media Universitas Ohio, Aimee Edmondson
Aimee Edmondson berpendapat bahwa larangan TikTok secara legislatif seperti ini sering kali terasa seperti perbaikan cepat untuk masalah kebijakan yang sah, tetapi membawa konsekuensi yang tidak diinginkan bagi kebebasan berekspresi.
Edmondson kemudian menyarankan agar TikTok menyediakan ruang di mana berbagai suara dapat berbagi ide dan bergerak untuk isu-isu penting. Ia memperingatkan bahwa pelarangan dapat berdampak tidak proporsional pada komunitas-komunitas ini dengan membatasi penggunaan forum publik yang sudah ada.
"Pengguna yang tidak memiliki hak pilih, mereka yang tidak begitu paham politik atau tidak punya banyak uang, tentu saja bisa terpengaruh, termasuk generasi muda yang mungkin tidak punya modal politik untuk melawan secara efektif," jelas Edmondson. "Bagi komunitas tertentu, TikTok adalah pasar ide atau ruang publik—balai kota mereka."
Larangan tersebut juga menimbulkan kekhawatiran tentang kepercayaan publik terhadap pemerintah. Edmondson mencatat bahwa tindakan seperti larangan potensial ini, meskipun dibingkai sebagai perlindungan keamanan nasional, sering kali dapat mengikis kepercayaan masyarakat terhadap komitmen pemerintah terhadap hak-hak dasar seperti kebebasan berbicara.
Pilihan Editor: 10 Negara yang Menetapkan Larangan Parsial TikTok