Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Makroekonomi dan Keuangan dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI), Teuku Riefky, mengatakan utang negara sebesar Rp 800,33 triliun yang jatuh tempo pada 2025-2027 masih dalam level aman. Menurut dia, tak perlu ada antisipasi khusus karena utang pemerintah tidak muncul tiba-tiba.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Sudah diperhitungkan dari postur-postur fiskal di tahun sebelumnya,” ujarnya saat dihubungi Tempo pada Kamis 13 Juni 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, sebelumnya memastikan bahwa risiko utang tersebut sangat kecil jika bisa dikelola secara kredibel. Utang sebesar Rp 800,33 triliun yang tenggatnya sudah dekat itu juga bisa ditangani bila kondisi ekonomi dan politik tetap baik.
Jumlah utang itu terdiri dari pinjaman sebesar Rp 94,83 triliun dan Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 705,5 triliun. Porsi SBN yang besar, kata Riefky, mencerminkan bahwa instrumen pinjaman pemerintah cenderung bisa masuk pasar.
Penjualan SBN yang laris manis menunjukkan kepercayaan investor terhadap kemampuan bayar utang pemerintah Indonesia. Dominasi SBN juga menunjukan sinyal baik untuk perekonomian Indonesia secara keseluruhan, juga terhadap postur fiskal.
Bila ditotal, utang pemerintah hingga April 2024 mencapai Rp 8.338 triliun. Angka ini naik dari bulan sebelumnya, yakni Rp 8.262 triliun. Adapun rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 36,5 persen. Riefky menyebut rasio utang terhadap PDB juga masih pada level aman dibanding beberapa negara, misalnya rasio di Singapura yang menembus 100 persen terhadap PDB.
Kendati aman, lembaga dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI tetap menunggu langkah antisipasi utang jatuh tempo negara. Salah satu saran Riefky adalah penyesuaian postur fiskal Indonesia dengan belanja lain, sehingga agenda pembangunan lainnya tidak terganggu.
Utang tersebut juga masuk dalam APBN, sehingga harus digunakan untuk kebutuhan yang menghasilkan pembangunan ekonomi. Jika tidak, tunggakan negara itu akan menjadi beban di masa depan. “Yang perlu difokuskan, apakah digunakan untuk hal produktif atau tidak?” ujar Riefky.
Pilihan Editor: Cara Cek Sertifikat Tanah Online Secara Mudah agar Tidak Tertipu