Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

<font face=arial size=1 color=#ff9900>Kopi Luwak</font><br />Berebut Kopi Pilihan Luwak

Beberapa produsen bersaing membuat kopi luwak dalam kemasan. Pasarnya kecil dan kualitasnya belum terjamin.

16 Januari 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pranoto Soenarto menyobek kemasan Excelso Luwak ukuran 10 gram. Dia menghirup aromanya terlebih dulu sebelum menuangkannya ke moka pot, alat pembuat kopi. Setelah menyeduh, dia menyajikan untuk tiga tamu di Kedai Excelso pada Kamis malam pekan lalu. "Bagaimana rasanya? Smooth, kan?" ujar Chief Operational Officer Excelso itu dengan gaya retorik.

Excelso Luwak merupakan produk PT Santos Jaya Abadi. Perusahaan ini juga memproduksi kopi dengan merek Kapal Api dan ABC. Sejak setahun lalu, Santos memproduksi Excelso Luwak dengan pasokan biji kopi hanya 300 kilogram setahun, yang diperoleh dari PT Perkebunan Nusantara XII.

Produk itu hanya dijual di kedai, tidak dijajakan di toko eceran modern atau tradisional. Harga secangkir Excelso Luwak mencapai Rp 80 ribu. Sedangkan Excelso ukuran 100 gram, dikemas dalam satu paket bersama cangkir dan piringnya, dijual dengan harga Rp 400 ribu.

Awalnya, hampir setiap hari ada 10-20 orang berkunjung ke kedainya memesan Excelso Luwak. "Belakangan jumlahnya hanya satu-dua orang. Sedikit, tapi ada," kata Pranoto. Tapi, setiap bulan, ada 600 paket kopi luwak yang terjual.

Pasar kopi luwak memang tidak besar. "Peminum kopi hanya 1 persen dari penduduk Indonesia. Sedangkan penikmat kopi luwak hanya sekitar 0,5 persen dari peminum kopi," kata Pranoto, yang juga Ketua Bidang Industri dan Spesialti Kopi, Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia (AEKI).

Toh, saat ini sejumlah produsen ramai-ramai memproduksi kopi luwak dalam kemasan, dari ukuran 100 gram hingga kemasan kecil. Tengok saja ke gerai retail raksasa seperti Foodhall atau Carrefour. Ada sederet kopi luwak yang terpajang di rak mereka.

Merek kopi luwak tersebut antara lain Kupu-kupu Bola Dunia, Maharaja, dan Mandailing. Produsen gula ternama, Sugar Group Companies, ikut menawarkan kopi luwak merek JJ Royal Coffee. Harganya bervariasi, untuk ukuran 100 gram ditawarkan Rp 300 ribu sampai Rp 400 ribu.

Pranoto tidak percaya kopi luwak kemasan yang ditawarkan berkualitas baik. Soalnya, pasokan kopi luwak tidak banyak. "Jika ada yang menyebut produksi kopi luwak Indonesia bisa mencapai 30 ton setahun, kopi yang berkualitas baik hanya 4-6 ton," ujarnya. PTPN XII saja hanya memproduksi 600 kilogram sampai 1 ton kopi luwak setahun.

Ketua AEKI Suyanto Husein menyebutkan hanya Excelso yang menawarkan varian luwak. Merek lain, seperti Torabika dan Ayam Merak, belum tergerak. Kepala Komunikasi Perusahaan PT Mayora Indah Sribugo Suratmo mengaku perusahaannya belum berani membuat kopi luwak. "Kami takut tidak mendapat kopi luwak yang asli," katanya.

Hanya beberapa produsen mampu meramu kopi luwak dengan rasa dan kualitas yang baik. Menurut Pranoto, pesaing Excelso biasanya produsen kopi luwak lokal. "Kalau di Bali, Kupu-kupu Bola Dunia," kata dia. Sedangkan di Jakarta, salah satu pembuat kopi luwak yang kualitasnya terbilang baik adalah Anomali Cafe.

Resep Anomali Cafe, menurut pemiliknya, Irvan Helmi, adalah membuat kopi hasil pilihan luwak liar. Dia emoh menggunakan kopi dari luwak yang dikandangkan. "Setiap tahun, kami hanya beli 80 kilogram biji kopi luwak langsung dari petani di Bondowoso, Jawa Timur," ujarnya. "Jangan heran bila stok kopi luwak di Anomali sering habis, pasokannya memang terbatas."

Irvan tidak percaya kualitas kopi luwak dalam kemasan. Setelah digoreng, menurut dia, kopi pasti akan kehilangan kesegaran dalam satu bulan. "Kami tidak keberatan kopi yang sudah kami pasok ke bioskop-bioskop dikembalikan utuh setelah satu bulan," dia menambahkan.

Direktur Marketing dan Merchandising Matahari Food Business Meshvara Kanjaya mengakui nilai penjualan kopi luwak dalam kemasan tidak sebesar kopi biasa. Adapun juru bicara PT Carrefour Indonesia, Satria Hamid Ahmadi, mengatakan Carrefour hanya berani menjual kopi luwak di tokonya yang berlokasi di Bali.

Seorang penikmat kopi, Mulyono Susilo, menyebutkan kopi luwak dengan kualitas rendah akan berbau tidak sedap. "Seperti masuk angin," katanya. Hal itu berbeda dengan kopi luwak asli yang berkualitas dan menimbulkan rasa khas. "Kopi luwak dari Bali akan menimbulkan rasa seperti lemon, dan kopi luwak Toraja sangat halus," kata dia. Tak mengherankan bila Mulyono memilih mencari kopi luwak di kedai khusus, bukan dalam kemasan.

Eka Utami Aprilia

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus