Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEBUAH kabar mengejutkan datang dari lantai Bursa Efek Indonesia. Rabu dua pekan lalu, Blue Valley mengumumkan telah menjual sahamnya di PT Semen Gresik Tbk. Unit usaha Rajawali Corporation itu melego 22,8 persen sahamnya senilai Rp 9,48 triliun kepada sejumlah investor besar melalui pasar negosiasi.
Informasi itu membuat investor publik heboh. Perusahaan semen terbesar di Indonesia tersebut kebanjiran pertanyaan dari pemilik saham minoritas. Dalam dua minggu terakhir, pejabat hubungan investor Semen Gresik, Agung Wiharto, mengaku kerap mendapat telepon dari investor di Hong Kong, Singapura, dan sejumlah negara Eropa. Pertanyaan juga mengalir deras lewat surat elektronik. ”Mereka umumnya menanyakan mengapa Rajawali keluar. Bagaimana Semen Gresik ke depan?” katanya di Jakarta pekan lalu.
Aksi perusahaan milik konglomerat Peter Sondakh itu sama sekali tak terduga. Tak ada angin, tak ada hujan, tiba-tiba saja Rajawali menyatakan keluar dari Semen Gresik. Sinergi Rajawali dengan pemerintah Indonesia selama hampir empat tahun cukup berhasil mendongkrak kinerja Semen Gresik.
Penjualan meningkat melewati Rp 12 triliun. Keuntungan juga besar. Dalam tiga tahun, laba bersih Semen Gresik tumbuh hampir dua kali lipat dari Rp 1,7 triliun menjadi Rp 3,2 triliun. Harga saham juga terus terbang dari Rp 5.500 pada 2007 menjadi Rp 8.200 pada Maret lalu. Investor, bisik sumber Tempo, khawatir Semen Gresik loyo lagi setelah si burung elang milik pengusaha Peter Sondakh ini pergi.
Rumor miring pun menggelinding. Rajawali kabarnya kecewa. Sumber Tempo mengatakan kinerja Semen Gresik memang terus meningkat. Harga saham juga terus melambung. Rajawali memutuskan keluar lantaran takut terperangkap di perusahaan semen itu. Keinginan Rajawali menambah saham juga mustahil. Sebab, pemerintah Indonesia tidak mungkin mengurangi kepemilikan saham di Semen Gresik. Saat ini pemerintah lewat Kementerian Negara Badan Usaha Milik Negara menguasai 51 persen saham, sisanya 25 persen dipegang investor publik. Belum lagi persoalan penambahan modal. Pemerintah juga tak mungkin diandalkan. ”Ujung-ujungnya semua bergantung pada Rajawali.”
Sadar banyak investor resah, manajemen Semen Gresik dan Rajawali bergerak cepat. Pekan lalu, di Hotel Ritz-Carlton, Jakarta, Komisaris Utama Semen Gresik D. Aditya Sumanegara, Wakil Komisaris Darjoto Setyawan, Direktur Utama Semen Gresik Dwi Soetjipto, dan Wakil Direktur Navin Sonthalia menggelar jumpa pers. Dwi meyakinkan kinerja Semen Gresik tetap akan solid setelah keluarnya Grup Rajawali. ”Siapa pun pemegang sahamnya, Semen Gresik akan terus berkembang,” katanya.
Darjoto, yang juga Direktur Pelaksana Grup Rajawali, membantah sas-sus miring tadi. Grup Rajawali tidak kecewa terhadap pemerintah Indonesia. Perginya Rajawali tak ada hubungannya dengan tak pernah terealisasinya penambahan modal baru (rights issue) perusahaan berbasis di Jawa Timur itu. ”Semen Gresik tak butuh tambahan modal karena kas sangat kuat,” ujarnya. Dengan duit tunai Rp 4 triliun di laci, bank berlomba-lomba menawarkan pinjaman ke Semen Gresik.
Grup Rajawali menjadi pemegang saham Semen Gresik setelah mengambil alih saham milik Cemex SA pada 2006. Akuisisi itu dilakukan di saat raksasa semen asal Meksiko itu bersengketa dengan pemerintah Indonesia di arbitrase internasional. Cemex menggugat pemerintah Indonesia ke pengadilan internasional lantaran gagal memenuhi perjanjian jual-beli bersyarat. Dalam perjanjian yang ditandatangani pada September 1998, pemerintah punya hak melepas 25 persen sahamnya ke Cemex. Tapi janji itu tak pernah terealisasi.
Dari awal, masuknya Cemex ke Semen Gresik telah menimbulkan pro dan kontra di Tanah Air. Situasi makin panas setelah Semen Gresik mengakuisisi PT Semen Padang dan PT Semen Tonasa, sebagai bagian dari perjanjian dengan Cemex. Bertahun-tahun masuknya Semen Padang dan Tonasa ke Semen Gresik menjadi bola panas. Buntutnya, tuntutan pemisahan (spin-off) Semen Padang dan Tonasa menyeruak dan menjadi komoditas politik sejak zaman Presiden B.J Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati, hingga Susilo Bambang Yudhoyono.
Kisruh Semen Gresik dan Semen Padang mereda setelah Cemex menjual sahamnya kepada Grup Rajawali. Tak seperti Cemex, menurut Darjoto, sinergi Grup Rajawali dengan pemerintah berjalan lancar. ”Itu karena kami tak punya hak veto,” ujarnya. Saat menjadi pemegang saham, Cemex memang punya hak istimewa itu, misalnya mengatur penjualan semen serta memutuskan investasi dan ekspansi. Berbeda dengan Cemex, hubungan direksi perwakilan pemerintah dengan Grup Rajawali juga kompak dan mesra. Para karyawan pun bisa bekerja tenang.
Suasana kondusif itulah yang membuat manajemen Semen Gresik bisa berfokus pada pengembangan perusahaan. Alhasil, penjualan dan laba meningkat. Semua pemegang saham mendapatkan dividen besar. Bukan itu saja. Harga saham Semen Gresik juga semakin terdongkrak. ”Dulu, saat bersama Cemex, harga saham Semen Gresik hampir tak banyak bergerak karena investor takut,” ujar Darjoto.
Eksekutif Grup Rajawali lainnya, Fritz Simanjuntak, menambahkan, sinergi Grup Rajawali dengan pemerintah bisa menjadi contoh yang baik bagi perusahaan-perusahaan pelat merah lainnya. Masyarakat dan politikus pun tak perlu khawatir dampak sinergi swasta dan pemerintah di perusahaan-perusahaan negara. ”Buktinya kami sukses bersinergi,” ujarnya.
Namun, di saat kinerja Semen Gresik sedang kinclong, Rajawali justru berpikir mengakhiri investasi di perusahaan itu. ”Kami baru mengkaji penjualan akhir Februari lalu,” kata Darjoto. Ketika itu sudah banyak tawaran dari sejumlah perusahaan investasi untuk membeli saham Semen Gresik, tapi ditolak Peter. Nah, pada saat harga saham melonjak hingga di atas Rp 7.000-an, Rajawali menjajaki penjualan sahamnya.
Gayung bersambut. Sejumlah investor besar bersedia membeli 22,8 persen saham Gresik dengan harga tinggi. Totalnya mendekati US$ 1 miliar. Rajawali akhirnya memilih menjual sahamnya. Rajawali mendapatkan duit tiga kali lipat dibanding saat mereka membelinya senilai US$ 337 juta dari Cemex. ”Kami puas dengan investasi di Semen Gresik,” ujar Darjoto.
Kocek Rajawali berpeluang bertambah lagi karena sisa saham 1,25 persen akan dibeli oleh pemerintah Indonesia. Total jenderal, perusahaan investasi ini meraup US$ 1,1 miliar atau sekitar Rp 9,48 triliun. Rajawali akan menggunakan seluruh dana hasil penjualan saham Semen Gresik itu untuk berekspansi di sektor pergulaan di Food Estate, Merauke, Papua. Sebagian dana juga akan diinvestasi di pertambangan batu bara dan properti.
Darjoto hakulyakin Semen Gresik tetap akan berkembang meski Grup Rajawali tak lagi menjadi pemegang saham. Bagi investor, pelepasan saham kepada investor biasa (noninvestor strategis) juga bisa berdampak positif. Jumlah saham yang diperdagangkan menjadi lebih banyak. Pembentukan harga menjadi lebih transparan.
Terbukti, kata bekas eksekutif Bentoel ini, harga saham Semen Gresik langsung naik tajam ke level Rp 8.200-an setelah Rajawali menjual sahamnya. Pendapat ini dibenarkan investor saham dari Masyarakat Investor Sekuritas Indonesia (Missi), Sanusi. Saham Semen Gresik, menjadi lebih likuid dibanding sebelumnya.
Menurut Dwi Sutjipto, keluarnya Grup Rajawali tak mempengaruhi rencana bisnis Semen Gresik. ”Perseroan akan terus berekspansi dan meningkatkan kapasitas produksi,” ujarnya. Kapasitas produksi akan ditambah hingga 25 juta ton dari sebelumnya 19 juta ton. Demi rencana itu, sampai 2014, Semen Gresik akan mengalokasikan belanja modal Rp 12 triliun.
Analis Asia Kapitalindo Securities Arga Paradita Sutiono berpendapat, prospek pasar semen nasional masih akan cerah karena didorong pembangunan infrastruktur. Pada tahun ini, permintaan semen masih bisa mencapai 47-48 juta ton atau tumbuh 5-7 persen dibanding tahun lalu.
Tanpa mitra strategis pun, Semen Gresik akan tetap mendominasi pasar semen dalam negeri. Semen Gresik Group akan mampu mempertahankan pangsa pasar 45-47 persen. Dominasi perusahaan negara ini masih sulit digeser oleh Indocement, Holcim, apalagi Bosowa.
Padjar Iswara
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo