Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

<font size=2 color=#CC0000>Gula</font><br />Agar Kopi Tak Pahit

Harga gula masih tinggi. Pasar murah digenjot. Pemerintah mengambil opsi solusi jangka panjang.

7 September 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MAHMUD bersusah payah me nerobos kerumunan masyarakat di pasar murah di lapangan voli Rumah Susun Blok IV Kelurahan 26 Ilir, Palembang, Rabu pekan lalu. ”Kalau enggak ngotot, bisa kehabisan jatah,” katanya. Usaha pria 36 tahun ini mengacungkan uang kertas sejumlah Rp 21 ribu miliknya agar bisa segera membeli tiga kilogram gula pasir pun tak sia-sia.

Pasar murah kerja sama pemerintah provinsi dan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Sumatera Selatan hari itu memang sukses besar. Tidak sampai tiga jam sejak pukul 10, seratus an kepala keluarga terlihat memadati dan tak lelah berjibaku. Berbagai kebutuhan pokok yang dijual pun ludes. Maklum, harga jualnya lebih miring daripada harga pasar. Gula, misalnya, sementara di pasar harganya Rp 10 ribuan, saat itu dijual Rp 7.000 sekilo.

Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sumatera Selatan Eppy Mirza mengatakan pasar murah ini cukup berhasil menggaet sasaran masyarakat yang bertempat tinggal di rumah susun, yang kebanyakan tergolong miskin. Pemerintah daerah juga berencana menggelar pasar murah di sepuluh lokasi berbeda. Khusus untuk gula, pabrik gula Cinta Manis ditunjuk pemerintah pusat menggelontorkan sepuluh ton untuk tiap pasar murah.

Beberapa pemerintah daerah lain juga tengah menyiapkan pasar murah seperti diamanatkan pemerintah pusat sejak dua pekan lalu, di antaranya DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Kalimantan Barat. Sebanyak 18 titik lokasi disiapkan untuk pasar murah yang menjual gula seharga masing-masing Rp 7.000 dan Rp 7.500 per kilogram di Pulau Jawa dan luar Jawa.

Pasar murah dipilih, menurut Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, karena pemerintah tidak punya stok ataupun dana penguasaan stok yang nantinya bisa dipakai untuk operasi pasar. Para produsen dan pedagang gula, seperti perusahaan perkebunan milik negara, asosiasi gula, dan perusahaan gula swasta, dilibatkan dalam pasar murah selama bulan puasa hingga sepekan setelah Lebaran. Caranya, setiap keluarga maksimal membeli dua kilogram gula dengan sistem kupon.

Pilihan itu diambil untuk menghadapi melambungnya harga gula yang tak wajar selama lebih dari sebulan ini. Secara rata-rata nasional, harga gula tertinggi hingga Kamis pekan lalu sudah mencapai Rp 10.087 per kilogram, atau melonjak 57 persen dibanding per September tahun lalu. Departemen Perdagangan mencatat, harga gula tertinggi Rp 12 ribu terjadi di Manokwari dan terendah Rp 9.400 di Surabaya—yang notabene lumbung gula.

Pemerintah juga sangat yakin pasar murah akan bisa mengurangi dampak lonjakan harga yang dipicu oleh melambungnya harga gula di pasar internasional. Pekan lalu, di Bursa New York, harga gula kembali menembus rekor baru US$ 603,6 per ton untuk pengantaran Oktober 2009, tertinggi selama 28 tahun. Di awal tahun ini, harganya baru US$ 330. Di dalam negeri, Rabu pekan lalu, untuk pertama kalinya dalam sejarah tender gula petani binaan PT Perkebunan Nusantara XI mencapai level tertinggi, yakni Rp 8.580 per kilo.

Keyakinan pemerintah itu agaknya karena stok gula dalam negeri diperkirakan aman sampai tahun depan. Dari hitungan pemerintah, stok gula putih saat ini 1 juta ton. Sedangkan produksi hingga akhir tahun mencapai 2,6 juta ton, dengan konsumsi rata-rata rumah tangga per bulan 250 ribu ton. Itu sebabnya pemerintah memilih tak mene rapkan usul banyak pihak, antara lain mengimpor gula putih, menurunkan bea masuk gula rafinasi, ataupun menyiapkan dana subsidi untuk operasi pasar.

Dengan kondisi musim giling saat ini di banyak perkebunan tebu, ditambah stok yang sudah ada, Menteri Pertanian Anton Apriyantono yakin tak ada yang perlu dikhawatirkan. Kalaupun ada lonjakan harga, itu justru berkah bagi petani dan ke depan petani makin bersemangat meningkatkan produktivitasnya. ”Jarang sekali petani mendapat windfall dari kenaikan harga komoditas.”

Namun sesungguhnya pemerintah memang tidak bisa mengintervensi pasar gula karena minimnya stok yang dikuasai. Direktur Utama Bulog Mustafa Abubakar mengaku sulit menstabilkan harga gula karena tidak ada penugasan khusus dari pemerintah, seperti layaknya beras. ”Bulog hanya punya 14,6 persen stok nasional setelah menjadi agen pemasaran PT Perkebunan Nu santara dan PT Rajawali Nusantara Indonesia,” katanya.

Menurut Menteri Negeri Badan Usaha Milik Negara Sofyan Djalil, per usahaan negara akan efektif mengontrol harga di pasar jika minimal memiliki 25 persen stok gula nasional atau setara dengan 200 ribu ton. Dengan asumsi harga gula wajar saat ini Rp 7.500 per kilogram, dana yang dibutuhkan pemerintah untuk memiliki stok penyangga (buffer stock) sedikitnya Rp 1,5 triliun.

Tapi lagi-lagi opsi ini terganjal karena bakal menggelembungkan defisit anggaran pemerintah—yang tahun depan sudah mencapai 1,6 persen atau Rp 98 triliun. Lagi pula buffer stock baru bisa diadakan tahun depan, ketika kondisi stok tidak aman. Karena itulah pasar murah di berbagai daerah digalakkan. Tujuannya bukan untuk menarik turun harga, melainkan untuk meri ngankan beban masyarakat. Untungnya, pemerintah daerah bisa diandalkan untuk menyokong proyek itu.

Pemerintah juga berencana membangun satu hingga tiga pabrik gula tahun depan, yang masing-masing butuh dana Rp 1,1-1,5 triliun. Meski belum jelas di mana lokasinya, pabrik itu dipastikan menggunakan bahan baku gula mentah lokal atau berasal dari kebun sendiri berkapasitas produksi 10 ribu ton tebu per hari. ”Karena selama ini gula rafinasi masih defisit,” kata Deputi Menteri Koordinator Perekonomian Bidang Pertanian dan Kelautan Bayu Krisnamurthi.

Ini memang solusi jangka panjang. Selama ini, ketika terjadi kelangkaan, tak jarang terjadi ”perebutan” gula pe tani oleh industri makanan-minuman berskala kecil dan menengah. Apalagi lonjakan harga gula mentah internasional membuat realisasi impor gula mentah hingga kini masih minim dari kuota. Konsumsi gula petani oleh industri kecil, seperti produsen kecap, sirop, industri roti, serta pedagang martabak dan roti, menurut Bayu, bisa mencapai 100 ribu ton pada bulan puasa ini. Cukup signifikan menggerus stok dan mengguncang harga.

Karena itu, pembangunan pabrik gula rafinasi diperkirakan bisa mengurangi tekanan tersebut. Namun, untuk jangka pendek, rapat lintas departemen pada Rabu malam pekan lalu tetap memutuskan mengimpor 650 ribu ton gula mentah (raw sugar). Impor selama Maret-April 2009 ditujukan untuk PT Perkebunan Nusantara dan pabrik gula rafinasi. Saat itu diperkirakan gula langka karena perkebunan belum memulai proses giling. Adapun alokasi impor gula mentah tahun ini 1,8 juta ton, setara dengan 1,6 juta ton gula rafinasi. Padahal kebutuhan gula rafinasi oleh industri mencapai 2,15 juta ton.

Direktur Eksekutif Asosiasi Gula Rafinasi Indonesia Yamin Rahman menyangsikan operasionalisasi pabrik gula baru tahun depan. Menurut dia, pabrik gula rafinasi terintegrasi ini paling cepat beroperasi lima tahun lagi karena ada masalah pembebasan lahan. Namun niat menambah pabrik disambut baik karena mendorong produksi nya lebih berkualitas ketimbang pabrik gula tebu petani.

Dengan tambahan kuota impor raw sugar tahun depan, menurut dia, industri kecil yang ”menikmati” gula petani bisa menggunakan hasil produksi pabrik gula rafinasi lagi. ”Ini lebih efektif ketimbang menghalau lonjakan harga gula internasional yang tingginya bak gelombang air bah dengan ongkos yang sangat mahal lewat operasi pasar,” katanya. Pasar murah ternyata lebih cespleng. ”Dak tahan pulo kalau ngopi pahit terus,” kata Mahmud.

R.R. Ariyani, Arif Ardiansyah (Palembang)

Harga Rata-rata Gula Nasional (Rp/kg)20082009
Jan6.415 6.649
Mar7.902
Apr6.301
Jun8.563
Jul8.468
3 Sep10.064*
Des6.481

Sumber: Departemen Perdagangan

* Sampai 3 September

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus