Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perekonomian Indonesia tumbuh dengan laju pertumbuhan tahunan 5,7 persen pada triwulan pertama 2010. Angka pertumbuhan ini lebih tinggi dibanding triwulan-triwulan sebelumnya. Pada triwulan ketiga 2009, ekonomi Indonesia tumbuh 5,4 persen dan triwulan terakhir tahun lalu 4,2 persen. Jadi, dalam empat triwulan terakhir terlihat tren laju pertumbuhan ekonomi yang meningkat.
Pada triwulan pertama 2010 pertumbuhan konsumsi sedikit melambat dibanding sebelumnya. Konsumsi rumah tangga tumbuh dengan laju tahunan 3,92 persen, lebih lambat daripada triwulan-triwulan sebelumnya. Pada triwulan keempat 2009 konsumsi rumah tangga tumbuh dengan laju tahunan 3,96 persen, dan pada triwulan sebelumnya bahkan tumbuh dengan laju 4,75 persen.
Sebaliknya, kinerja ekspor dan investasi mulai meningkat, sehingga mesin pertumbuhan ekonomi kita mulai lebih berimbang. Investasi, misalnya, tumbuh dengan laju tahunan 7,89 persen, lebih cepat bila dibandingkan dengan pertumbuhannya pada triwulan-triwulan sebelumnya.
Kinerja ekspor pada tiga bulan pertama tahun ini bahkan tumbuh lebih mencengangkan: 19,55 persen. Bandingkan dengan pertumbuhan (year on year) ekspor pada triwulan terakhir tahun lalu yang hanya 3,67 persen. Kondisi perekonomian global yang mulai membaik menjadi salah satu pendorong laju ekspor Indonesia yang signifikan.
Sayangnya, belanja pemerintah pada triwulan pertama tahun ini justru menurun dengan laju tahunan 8,81 persen. Pertumbuhan ekonomi pada triwulan pertama 2010 seharusnya dapat lebih tinggi dari 5,7 persen, bila belanja pemerintah tidak mengalami kontraksi yang signifikan.
Harus Diwaspadai
Walaupun laju pertumbuhan tahunan ekonomi kita pada triwulan pertama 2010 cukup menggembirakan, ada tanda-tanda pertumbuhan ekonomi mulai tersendat. Hal ini, antara lain, diperlihatkan oleh Coincident Economic Index (CEI) yang diterbitkan Danareksa Research Institute. Ini adalah indeks yang menggambarkan keadaan ekonomi saat ini. CEI yang naik menandakan pertumbuhan ekonomi yang meningkat, sebaliknya jika angkanya turun. Indeks ini disusun menggunakan data penjualan mobil, konsumsi semen, impor, suplai uang, dan penjualan retail.
Indeks koinsiden sebelumnya naik terus pada periode Maret sampai Desember 2009 (gambar 1). Hal itu menandakan perekonomian Indonesia mengalami peningkatan aktivitas yang signifikan pada periode tersebut. Tapi, sejak Januari 2010, CEI tampak sulit naik lagi. Keadaan CEI yang demikian menggambarkan bahwa sebenarnya pada triwulan pertama tahun ini, perekonomian kita tidak mengalami pertumbuhan yang berarti dari bulan ke bulan.
Indikator lain yang menunjukkan mulai stagnannya pertumbuhan ekonomi kita adalah Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK). Bila diterjemahkan secara sederhana, IKK adalah indeks yang mengukur keadaan perekonomian masyarakat kita. IKK yang naik menggambarkan keadaan perekonomian masyarakat yang membaik, demikian pula sebaliknya jika angkanya turun. Masyarakat yang merasa perekonomiannya kurang baik biasanya akan mengurangi belanja, dan naik-turunnya belanja masyarakat akan berdampak signifikan terhadap perekonomian kita. Ingat, belanja masyarakat memberikan kontribusi sekitar 60 persen terhadap perekonomian kita.
Hampir sepanjang 2009, IKK berada dalam tren yang naik, yang menggambarkan masyarakat merasakan keadaan perekonomiannya terus membaik. T api, pada September 2009, IKK turun tajam. Dan sejak itu, Indeks Kepercayaan Konsumen cenderung menurun perlahan-lahan. Pada triwulan pertama 2010, indeks ini bergerak cenderung mendatar, yang menggambarkan masyarakat tidak merasakan adanya perbaikan kondisi perekonomian mereka lebih jauh. Dengan keadaan yang demikian, selera belanja masyarakat tampak agak mengendur. Jadi, tidaklah terlalu mengherankan bila kita melihat angka belanja rumah tangga pada triwulan pertama 2010 ini sedikit lebih rendah daripada triwulan sebelumnya.
Survei terhadap pelaku bisnis yang dilakukan Danareksa Research Institute pun menunjukkan hal yang sama. Indeks Pelaku Bisnis dalam survei bulan November 2009, Januari, dan Maret 2010, cenderung tidak tumbuh (berada pada kisaran 132). Artinya, para pebisnis tidak menjadi lebih optimistis dalam enam bulan terakhir. Terjemahan sederhananya adalah para pebisnis tidak melihat prospek laju pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat dalam waktu dekat.
Perlu ditekankan di sini bahwa data di atas bukan menunjukkan perekonomian kita akan masuk resesi atau akan melambat secara signifikan. Data di atas hanya menunjukkan bahwa kita akan sulit tumbuh dengan laju yang lebih cepat lagi, bila kendala pertumbuhan yang ada dalam sistem perekonomian kita tidak dihilangkan dengan segera.
Faktor apa sajakah yang telah menghambat perekonomian kita berlari lebih cepat?
Pertama, kenaikan harga makanan, baik makanan jadi maupun bahan makanan. Kenaikan harga pangan yang di luar perkiraan konsumen mulai terjadi pada Ramadan dan Lebaran tahun lalu. Kenaikan ini tampaknya telah menggerus daya beli masyarakat dengan cukup signifikan, seperti yang terlihat pada kejatuhan yang dalam dari IKK pada September tahun lalu.
Kemudian kenaikan harga beras pada Desember sampai Februari membuat tekanan terhadap daya beli bertambah, yang terlihat dari IKK yang sulit naik pada bulan-bulan tersebut. Saat ini harga pangan sudah relatif terkendali, seiring dengan mulai masuknya musim panen pada Maret lalu. Tapi tampaknya perlu waktu untuk melihat dampak positif dari harga pangan ini terhadap IKK ataupun pola belanja konsumen.
Kedua, masih kurang optimalnya fungsi intermediasi sistem perbankan kita. Memang, pertumbuhan kredit sudah membaik, tapi belum seperti yang diharapkan. Pertumbuhan total kredit rupiah sampai Februari 2010 masih di kisaran 17 persen. Sedangkan kredit modal kerja sampai Februari 2010 hanya tumbuh di kisaran 10 persen. Laju pertumbuhan kredit seperti ini tampak terlalu rendah bila dibandingkan dengan posisi BI Rate yang saat ini berada pada level 6,5 persen.
Lambatnya suku bunga pinjaman turun mengikuti suku bunga acuan BI Rate adalah faktor utama di balik lambatnya pertumbuhan kredit sistem perbankan kita. Bank Indonesia dan pemerintah sudah melakukan berbagai upaya agar bunga pinjaman turun lebih cepat. Tapi sampai saat ini usaha tersebut belum membuahkan hasil seperti yang diinginkan. Bank sentral tampaknya masih belum menyadari bahwa suku bunga pinjaman baru akan turun bila ada suplai uang yang cukup dalam sistem finansial kita. Ke depan, usaha penambahan suplai uang secara bertahap ke dalam sistem finansial kita perlu dipertimbangkan.
Keadaan ini diperburuk lagi oleh relatif lambatnya belanja pemerintah pada triwulan pertama 2010. Ada kemungkinan gonjang-ganjing politik yang terjadi selama ini telah mengganggu konsentrasi kita dalam menjalankan program-program pembangunan yang telah dibuat. Ke depan, dengan terlihatnya indikasi suhu politik cenderung menurun, peluang bagi terjadinya belanja pemerintah yang lebih cepat terbuka lebar.
Diskusi di atas menunjukkan bahwa pada saat ini perekonomian kita masih mengalami akselerasi pertumbuhan ekonomi. Namun mulai timbul ancaman akan terjadinya stagnasi. Walaupun demikian, kesempatan kita untuk terus menciptakan pertumbuhan yang makin cepat masih terbuka lebar. Pengendalian harga makanan, pemulihan fungsi intermediasi perbankan, dan akselerasi implementasi APBN merupakan kunci utama untuk mendukung terjadinya pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat.
*Chief Economist Danareksa Research Institute
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo