Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lalu-lalang kendaraan di kawasan Jalan Brigjen Soekamto, Pondok Kopi, Jakarta Timur, makin kurang, Rabu malam pekan lalu. Tapi empat mesin keruk terus menggali tanah merah dari dasar Kanal Banjir Timur. ”Sedang dilebarkan dan dikeraskan pinggirannya,” kata Sudarman, pekerja di lokasi itu, kepada Tempo.
Ruas Pondok Kopi hanya se persepuluh dari 3.500 hektare lahan untuk proyek Kanal Banjir Timur yang telah dibebaskan Kementerian Pekerjaan Umum. Selebihnya proses pembebasan tanah belum tuntas lantaran belum ada kecocokan harga. Target proyek tersebut, yakni rampung pada akhir tahun ini, tampaknya tak akan tercapai.
Leletnya pembebasan lahan hanya salah satu masalah yang menghambat laju pembangunan infrastruktur di Indonesia. Masalah klise lainnya adalah anggaran proyek sejenis tak terserap tepat waktu. Akibatnya, kata Sekretaris Utama Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Syahrial Loethan, ”Pertumbuhan ekonomi tersendat dan tak sesuai target.”
Minimnya penyerapan anggaran bukan cerita baru. Pada triwulan pertama tahun ini, belanja pemerintah baru terpakai 9 persen atau Rp 34,96 triliun, turun dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar 17 persen atau senilai Rp 38,33 triliun. Walhasil, belanja pemerintah mengerut 8,81 persen. Tak aneh jika target pertumbuhan ekonomi triwulan pertama sebesar 5,8 persen tak tercapai.
Pertumbuhan ekonomi praktis hanya mengandalkan kenaikan konsumsi rumah tangga 3,9 persen. Kepala Ekonom Danareksa Research Institute, Purbaya Yudhi Sadewa, mengatakan bahwa ada masalah serius dalam penyerapan belanja negara. Sudah tiga tahun terakhir terus berulang dan bahkan kali ini terlalu rendah. ”Harus dibenahi serius,” ujarnya.
Menteri Keuangan Sri Mulya ni sebelum digantikan oleh Agus Martowardojo pernah mengatakan, rendahnya penyerap an anggaran disebabkan oleh jomplangnya penggunaan belanja modal tahun lalu dan tahun ini. Tiga bulan pertama tahun lalu, kata dia, belanja modal terserap Rp 12 triliun lantaran ada pemilihan umum. Tapi sekarang hanya terserap Rp 9 triliun.
Di Kementerian Pekerjaan Umum, misalnya, total anggaran belanjanya mencapai Rp 34 triliun pada tahun ini. Tapi, sampai tri wulan pertama, penyerapannya malah turun dari Rp 6,2 triliun menjadi Rp 4,6 triliun. Begitu pula Kementerian Perhubungan, penyerapan anggaran turun dari Rp 2,2 triliun menjadi Rp 1,9 triliun.
Wakil Menteri Pekerjaan Umum Hermanto Dardak mengatakan rendahnya penyerapan anggaran pada awal tahun semata-mata karena faktor teknis. Selain terhambat pembebasan lahan, kerap terjadi keterlambatan kontrak atau lelang proyek fisik. Ni lai pengerjaan proyek infrastruktur juga cenderung kecil pada awal tahun. ”Periode berikutnya baru digen jot,” katanya. Pelaksana teknis juga enggan melaksanakan proyek lantaran ingin ”bermain aman”. ”Banyak birokrat tak mau memegang proyek karena takut terjerat tuduhan korupsi,” kata Syahrial menambahkan.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia Sofjan Wanandi mengatakan rendahnya penyerapan anggaran berbahaya karena akan menghambat pembangunan infrastruktur. Pemodal juga makin ogah berinvestasi. Jangan kaget bila penurunan nilai investasi sudah terjadi pada kuartal pertama tahun ini, menjadi Rp 130,8 triliun dari sebelumnya Rp 133,9 triliun pada kuartal keempat tahun lalu. ”Pe ngaruh lebih besar bakal terasa tiga bulan ke depan,” ujarnya.
Ketua Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat Harry Azhar Azis pun kecewa bukan kepalang. Saat bujet negara ditetapkan pada Oktober tahun lalu, mestinya tender proyek pembangunan bisa digelar pada Januari, sehingga realisasi pekerjaan fisiknya bisa dimulai pada April. ”Bisa dibilang selama tiga bulan ini pemerintah tak bekerja,” kata dia.
Karena itu, perlu ada terobos an agar kebuntuan ini bisa di bongkar. Harry mengusulkan penerap an sanksi dan penghargaan. Suatu kementerian atau lembaga yang penyerapan ang garannya rendah, bujetnya tahun depan akan dikurangi. Begitu sebaliknya. Sri Mulyani sebetulnya sudah menerapkan pola ini. Ha nya, itu dilakukan pada akhir tahun. Bisa jadi akan lebih baik jika dilakukan triwulanan.
Fery Firmansyah, Bunga Manggiasih
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo