Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Matahari belum tinggi saat ratusan orang berjas dan berblazer serba hitam mema dati Taipei World Trade Center, Taiwan. Sekitar pukul 09.00, di tengah angin kencang dan suhu 18 derajat Celsius, sebagian di antara mereka bergegas menuju Taipei International Convention Center, yang dipisahkan jalan selebar 10 meter. Di dua gedung inilah para produsen dan konsumen gas bertemu dalam konferensi Gas Information Exchange (Gasex) 2010.
Forum internasional industri gas di kawasan Asia Pasifik itu digelar pada 24-26 November lalu. Sebanyak 40 per usahaan gas di dunia, termasuk Per usahaan Gas Negara dan Pertamina, hadir untuk bertukar informasi. ”Pasar gas di Asia telah keluar dari resesi dan tumbuh cepat,” kata konsultan gas asal Inggris, Morten Frisch.
Menurut Frisch, negara pengonsumsi gas terbesar di Asia, seperti Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan, tersalip kebutuhan gas Cina dan India. Asia kini menjadi pasar gas terbesar di dunia. Contohnya Cina. Sampai 2030, kebutuhan Negeri Panda diperkirakan mencapai 11 mi liar juta kaki kubik per hari. Uniknya, di ban ding Eropa dan Amerika, harga gas di Asia tercatat paling tinggi. ”Kalau di Amerika dan Eropa, harga impor gas bi sa US$ 5, di Jepang (Asia) harganya bisa US$ 12 per mmbtu,” kata Direktur Komersial Perusahaan Gas Negara Michael Baskoro.
Itulah yang menyebabkan Asia menjadi pasar strategis bagi produsen gas. Apalagi permintaan gas dari Eropa yang terimbas resesi global belum pulih. Dan lebih-lebih Amerika dan Kanada telah menghasilkan gas baru bernama gas shale (gas metana dari lapisan batuan serpih atau cap rock). Produsen gas yang mengekspor ke Amerika dipaksa menjual dengan harga murah. Kehadiran gas shale di Amerika dinilai mampu menggantikan sedikitnya 50 persen impor gas dari Timur Tengah—khususnya Qatar. Ini juga yang menjadikan Asia kembali menjadi pasar strategis bagi Qatar dan Amerika.
Memang, dinamika harga gas impor di dunia berbeda-beda. Penentuan harga gas di Asia dipengaruhi harga minyak mentah berdasarkan JCC atau Japan Crude Oil. Bagaimana dengan Indonesia? Selama ini Indonesia dikenal sebagai eksportir gas. Tapi pertemuan Gasex 2010 mengungkapkan kecenderungan negara eksportir gas menjadi importir. ”Ada tren produsen menjadi pembeli,” kata Ehza Yazid Jaafar, pejabat dari Petronas (Malaysia), dalam paper berjudul ”Pursuing Cooperative Paradigm on Environment, Energy and Economy”.
Morten Frisch mengatakan pemasok gas seperti Indonesia, Nigeria, Aljazair, Mesir, Oman, dan Malaysia beberapa tahun terakhir ini mengalami masalah dalam mengamankan pasokan gas untuk dalam dan luar negeri. ”Masalah yang meningkat di banyak negara produsen,” kata Frisch.
Ketua Umum Asosiasi Gas Indonesia Hendi P. Santoso mengatakan potensi gas di Indonesia masih yang terbesar di Asia, bahkan tercatat di urutan kesembilan dunia. Masalahnya, produksinya belum optimal. Asosiasi Gas mencatat potensi cadangan gas Indonesia mencapai 159,64 triliun kaki kubik (tcf), dengan produksi per tahun rata-rata 2,87 tcf. Artinya, cadangan produksi atau reserve to production lebih dari 50 tahun. ”Belum termasuk gas shale yang terkandung di Indonesia juga,” ujarnya.
Asosiasi Gas Indonesia mempredik si produksi gas nasional pada 2011 akan sa ma dengan produksi gas tahun ini. Banyaknya proyek ladang gas yang mun dur membuat produksinya tidak bisa naik. ”Perlu debottlenecking supaya ada percepatan produksi,” kata Hendi.
Hendi mengakui kebutuhan gas di dalam negeri sangat tinggi. ”Suplai gas di Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera Utara, dan Aceh masih defisit,” ujarnya. Padahal, jika ditingkatkan, bisa mendorong pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. ”Kuncinya bagaimana menyeimbangkan kebutuhan domestik dan ekspor,” kata Direktur Utama Perusahaan Gas Negara ini.
Gasex 2010 berakhir. Semestinya gagasan tentang cara menyeimbangkan dua kutub itu bisa diperoleh. Jika tidak, barangkali pada acara serupa—yang digelar dua tahunan—di Bali.
Rudy Prasetyo (Taipei)
Target Energi Mix Indonesia 2025
Gas dan CBM | 30% |
Minyak | 20% |
Batu Bara | 33 % |
Coal liquefaction | 2% |
Biomass, nuklir, tenaga air, angin, matahari | 5% |
Biofuel | 5% |
Geothermal | 5% |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo