Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pepatah jangan menilai buku dari sampulnya rasanya tepat untuk War teg Jadi Jaya-Warmo. Terletak di sudut Jalan Tebet Raya, Jakarta Selatan, warung seluas 40 meter persegi itu tak berpintu dan terkesan kumuh. Puluhan sisir pisang raja bergelantungan di atas meja makan. Tapi saban hari warteg ini selalu dipadati pelanggan bermobil, termasuk sejumlah artis Ibu Kota.
Kamis pagi pekan lalu, deretan mobil parkir berderet di warung Warmo. Para konsumen asyik menyantap menu khas seperti sayur lodeh, sayur taoge, sup daging, ikan panggang, dan telur bumbu Bali. ”Rasanya enak, saya tak gengsi makan di warung ini,” ujar Sonia, 20 tahun, mahasiswi Universitas Sahid, Jakarta.
Warteg Warmo telah menjadi salah satu ikon kuliner Jakarta. Didirikan pada 1966 oleh pasangan Rofi’ah dan Mustofa, warga Desa Sidapurna, Dukuh Turi, Tegal, Jawa Tengah, warung makan ini awalnya menyasar konsumen kelas bawah, seperti kuli bangunan dan tukang becak.
Pelanggan kelas atas mulai berdatangan pada dekade 1990, ketika tempat hiburan malam semakin menjamur. Warteg Rofi’ah jadi penawar lapar para ”kelelawar urban” lantaran buka 24 jam. Dari sini muncul julukan warmo alias warung mojok. ”Jadi tempat mojok (pacaran) anak-anak muda,” ujar Rofi’ah, yang kini berusia 65 tahun.
Perlahan-lahan uang yang berputar di kedai ini terus meroket. Sepuluh tahun lalu paling banter omzetnya Rp 100 ribuan. Harga sepiring nasi, sayur, dan lauk plus air teh rata-rata Rp 15 ribu. Kini dalam sehari omzet Warteg Warmo sekitar Rp 2,5 juta. Rofi’ah bisa mengantongi untung Rp 500 ribu saban hari. War teg ini mempekerjakan 10 pegawai bergaji Rp 500 ribu sebulan. Dari rezeki warungnya, Rofi’ah dan suaminya bisa punya rumah di bilangan Tebet, selain juga di kampung, serta berangkat haji pada 1998. Beberapa anaknya masuk perguruan tinggi.
Masih ada contoh sukses lain. Coba tengok Warteg Twenty One di Jalan Tanah Mas Raya, Pulomas, Jakarta Timur, tepat di sebelah SMA Negeri 21. Area parkir warung ini juga disesaki mobil dan motor. Pelanggannya pegawai kantor, anak sekolah, dan warga kawasan elite Pulomas. Menurut salah satu karyawannya, dalam sehari sedikitnya ada 200 pembeli. Warung boleh mini, tapi omzet bisa gede, menembus Rp 2 juta sehari.
Koperasi Warung Tegal Jakarta mencatat, di kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi terdapat 26.725 warteg dengan omzet beragam. Sepuluh persen di antaranya beruntung kecipratan omzet jutaan rupiah sehari.FF
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo