Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PENANTIAN Daniel Podiman gentas sudah. Mengajukan izin sejak awal tahun, mimpi dia mengoperasikan mobil mahal Toyota Alphard sebagai taksi bakal terwujud. Taksi Express, perusahaan yang dia pimpin, akhirnya mengantongi lampu hijau dari Dinas Perhubungan DKI Jakarta tiga pekan lalu.
Anak usaha Grup Rajawali itu diberi izin mengoperasikan 100 unit taksi kelas premium. ”Izin pelat kuning tengah diproses di Kepolisian Daerah Metro Jaya,” kata Presiden Direktur Express Transindo Utama itu kepada Tempo pekan lalu.
Express, salah satu mesin uang konglomerat Peter Sondakh, sibuk berbenah karena taksi premium akan diluncurkan awal September. Nama yang diusung Tiara Express. Jumlah yang dioperasikan pada tahap pertama 45 unit. Express sadar, sebagai pemain nomor dua, di belakang Blue Bird, perusahaan itu harus melakukan diversifikasi. Soal besarnya investasi, Daniel belum mau buka kartu.
Sumber Tempo mengatakan Express akan memakai Toyota Alphard 2.400 cc keluaran 2008. Menilik harga pasar, Alphard jenis itu dibanderol Rp 700-an juta per unit. Artinya, dana yang dirogoh Express tidak sedikit. Apalagi taksi ini bakal dilengkapi alat navigasi global positioning system, monitor LCD, akses Internet, serta alat pembayaran melalui kartu kredit dan debit.
Pendek kata, kehadiran Tiara Express menambah seru pemain taksi kelas atas. Pertengahan tahun lalu, Blue Bird Group meremajakan taksi premiumnya dengan 300 unit Mercedes-Benz C-Class. Perusahaan yang sudah merambah jalan-jalan Jakarta sejak 1972 itu memiliki 750 unit taksi premium.
Targetnya, semua Silver Bird yang memakai Nissan Cedric dan Toyota Crown akan diganti Mercedes-Benz. Investasi yang dicurahkan Rp 130 miliar. Tarif buka pintu taksi premium itu Rp 6.900. Sedangkan per kilometernya Rp 3.700.
Tak lama setelah Blue Bird, giliran PT Kharisma Muda meluncurkan taksi premium memakai mobil VW Caravelle. Dengan merek MaXi Cab, taksi berkapasitas delapan penumpang ini melaju di Jakarta sejak Agustus tahun lalu. Saat diluncurkan, jumlahnya memang baru lima unit. Tapi target akhir 2009 mencapai 200 unit.
Menurut Kartika Antono, Direktur Utama Kharisma, pangsa pasar MaXi Cab adalah penumpang bandar udara, tamu hotel, perusahaan travel, dan korporat. Tarifnya lebih mahal ketimbang Silver Bird. Untuk buka pintu dikenakan Rp 10 ribu, argo per kilometernya Rp 5.000, dan tarif tunggunya Rp 80 ribu per jam. Pembayaran bisa dilakukan memakai kartu kredit, voucher, dan tunai.
Lalu berapa tarif Tiara Express? Kata Daniel, masih rahasia. Kabar berembus, tarif awal taksi premium Express Group itu dibanderol Rp 10 ribu, dengan biaya per kilometer Rp 5.000, dan waktu tunggu per jam Rp 50 ribu.
Taksi premium bermunculan setelah pemerintah daerah Jakarta tidak lagi mengeluarkan izin baru buat taksi reguler sejak tahun lalu. Kalaupun ada penambahan jumlah, itu karena dulu tidak segera diluncurkan meski izin sudah di tangan. Sesuai dengan ketentuan, jumlah taksi yang boleh lalu-lalang di Jakarta 25.296 unit. Dikelola 44 perusahaan, taksi yang beredar sampai sekarang ”baru” 16 ribu.
Angka itu belum termasuk taksi yang mengantongi izin dari Jawa Barat—seperti Depok dan Bekasi—serta Banten tapi beroperasi di Ibu Kota. Setelah dibatasi, banyak perusahaan taksi gencar berekspansi ke wilayah berbatas Jakarta. Taksi yang beroperasi lebih dari 16 ribu. ”Tapi operatornya itu-itu juga,” kata salah satu pelaku bisnis taksi.
Alhasil, jumlah taksi yang beredar di Jakarta dan sekitarnya lebih dari 32 ribu unit. Jumlah ini, kata Ketua Organisasi Pengusaha Angkutan Darat DKI Herry Rotti, membuat persaingan jadi tidak sehat. Persaingan dan pembatasan taksi reguler itu pula, kata Direktur Operasi Express Transindo Herwan Gozali, yang mendorong perusahaannya melirik pangsa pasar taksi premium.
Di Jakarta, persaingan juga mendorong beberapa operator berekspansi. Blue Bird, misalnya, sudah beroperasi di Surabaya, Bali, Bandung, Cilegon, Semarang, dan Lombok. Jumlah taksi di daerah 2.200 unit.
Di Jakarta, total taksi Blue Bird sekitar 10 ribu unit. Pemesanan taksi lewat telepon per hari sekitar 12 ribu. Blue Bird bahkan berencana berekspansi ke Sumatera. ”Kalau hanya mengandalkan pasar Jakarta, nanti jenuh,” kata Teguh Wijayanto, juru bicara Blue Bird.
Perebutan ceruk bisnis yang sengit—tapi bisa mendulang rezeki gemuk—juga disadari Express. Itu sebabnya mereka melebarkan sayap ke Surabaya, Medan, Semarang, dan Lombok. Total taksi Express reguler yang beredar di luar Jakarta 650, sementara di Ibu Kota 2.400 unit. Angka ini masih akan bertambah karena hingga akhir tahun nanti Express berikhtiar menambah 550 mobil baru di Tangerang, Bekasi, dan Depok.
Putra, salah satu taksi yang belakangan naik daun, tidak mau ketinggalan. Menurut Mubha Kahar Muang, Direktur Utama PT Putra Transpor Nusantara, perusahaannya sudah merambah Bandung dan Makassar sejak awal tahun. Putra akan memperbanyak 50-150 mobil per bulan. Jumlah yang beredar di Jakarta saat ini 1.345 unit.
Ketatnya persaingan memicu operator melakukan terobosan. Express, contohnya, sejak dua bulan lalu menyediakan fasilitas layar liquid crystal display (LCD). Layar itu dipasang di 100 unit taksi bandara. Targetnya, 600 taksi reguler dipasangi layar LCD hingga akhir tahun. Bahkan Express berniat memasang layar itu di seluruh armada.
Investasi pemasangan layar menguras kocek Rp 2-3 juta per taksi. ”Biaya itu masih di luar content,” kata Chief Financial Officer Express David Santoso. Selain memutar video musik, layar itu menayangkan iklan komersial hotel dan restoran serta film.
Express juga sudah memasang mesin electronic data card di 200 unit taksi bandara. ”Sehingga pembayaran dapat dilakukan melalui kartu kredit atau kartu debit,” kata Herwan. Inovasi ini dilakukan karena kebutuhan pelanggan bervariasi. Putra memilih mengutamakan peningkatan kapasitas sopir. Salah satunya memberikan kursus bahasa Inggris buat sopir dua jam per minggu.
Peningkatan kapasitas ini terkait dengan jumlah pelanggan Putra yang tumbuh pesat. Dalam waktu singkat, pesanan taksi Putra lewat telepon menembus 5.000 per hari. Operator ini menjadi primadona bagi pelanggan yang sreg dengan tarif lama.
Tapi, gara-gara harga bahan bakar minyak naik, sejak Juni lalu Putra menaikkan tarif ke batas bawah Rp 5.000, dengan argo per kilometer Rp 2.500. Keputusan ini sempat menurunkan jumlah penumpang. Meski begitu, kata Mubha, tingkat okupansi taksi Putra per hari masih 62,5-66,7 persen. Besar setoran sopir Rp 195 ribu, sudah termasuk biaya cicilan mobil.
Persoalan tarif, secara tak langsung, membuka persaingan Blue Bird dan Express karena keduanya sama-sama belum menaikkan tarif. Ada desas-desus, tarif Express akan naik bila tarif Blue Bird naik. ”Karena Blue Bird yang menjadi barometer,” kata sumber Tempo.
Dengan bertahan di tarif lama, tingkat okupansi Express per hari melonjak dari 60 persen menjadi 70-75 persen. ”Naiknya jumlah penumpang bisa menutup kenaikan harga bahan bakar,” ujar Daniel. Setoran sopir ke perusahaan Rp 185-200 ribu, tergantung tipe mobil.
Blue Bird memilih memberikan subsidi bahan bakar buat pengemudi—selama belum menaikkan tarif. Besarnya Rp 5-11 ribu, tergantung jumlah setoran. Komisi yang didapat sopir 10 persen dari setoran. Tingkat okupansi taksi Blue Bird per hari, menurut Teguh Wijayanto, 50-60 persen. Besar setoran antara Rp 360 ribu dan Rp 450 ribu, tergantung tipe mobil.
Melihat dua pemain besar ini bertahan di tarif lama, beberapa pemilik taksi akhirnya menggelar pertemuan di restoran Shang Palace, Hotel Shangri-La, Jakarta, bulan lalu. Mereka meminta dua perusahaan itu sepakat menaikkan tarif sesuai dengan surat keputusan gubernur.
Dalam pertemuan yang dihadiri Presiden Direktur Blue Bird Purnomo Prawiro dan Daniel Podiman dari Express itu, keduanya setuju menaikkan tarif per 1 Agustus. ”Sebagian teman minta tarif dinaikkan lebih cepat,” kata Daniel.
Tapi, karena butuh sosialisasi, akhirnya keduanya menaikkan tarif per 15 September. ”Kami juga melihat seberapa siap pelanggan Express bila tarif dinaikkan,” kata Herwan. Argo Express akan naik ke batas bawah (Rp 5.000), sementara Blue Bird naik ke batas atas (Rp 6.000 buka pintu dan Rp 3.000 per kilometer).
Dari gelagatnya, bisnis taksi kian mengerucut ke pemain-pemain besar. Operator lain hanya mengekor di belakang.
Yandhrie Arvian, Bunga Manggiasih
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo