Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Guru besar Ilmu dan Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor, Purwiyatno Hariyadi, menyebutkan produsen makanan olahan Indonesia perlu meningkatkan kolaborasi dengan periset untuk menggali potensi ingredients dan kekayaan rempah Indonesia. Hariyadi mengatakan, kekayaan kuliner dan bumbu yang dimiliki Indonesia berpotensi untuk menambah daya saing produk lokal di pasar internasional.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Hariyadi, kekhasan produk makanan olahan Indonesia bisa menjadi pembeda dengan makanan olahan yang diproduksi oleh perusahaan asing. "Kalau bersaing dengan produk pangan yang sudah ada, tentu kita akan kalah. Tetapi dengan kekhasan yang dimiliki Indonesia, ini bisa menambah nilai ekonomi tersendiri. Ekslusifitas ini berpotensi jadi daya tarik konsumen," ujarnya dalam konferensi pers pengenalan Food Ingredients Asia Indonesia di Artotel Senayan, Senin, 22 Juli 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Peneliti Senior Pusat Sains dan Teknologi Pangan dan Pertanian Asia Tenggara ini mengatakan, selama ini sudah cukup banyak riset yang membahas kuliner, ingredients lokal dan makanan nusantara. Namun, dia menilai produsen makanan olahan belum serius menyikapi berbagai riset tersebut.
"Untuk bisa mengkomersialisasikan temuan riset menjadi satu industri masih sangat kurang. Kegiatan penelitian cukup banyak, dan publikasi meningkat terus. Pangan yang diteliti macam-macam dengan keragaman yang sangat kaya," katanya.
Kendati demikian, Hariyadi mengatakan masih ada sejumlah produsen makanan dan minuman yang menggunakan ingredients lokal. Namun jumlahnya masih sangat terbatas.
"Permintaan dari industri ada, beberapa industri yang secara khusus punya ketertarikan seperti mengembangkan asam jawa. Tetapi itu sebagian kecil saja, sedangkan kekayaan kita banyak. Bagaimana itu menjadi satu kekayaan yang dikomersialkan, yang bisa membumbui dunia. Itu yang belum nendang," kata Hariyadi.
Berkenaan dengan itu, Ketua Gabungan Produsen Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) Adhi S Lukman menilai penerapan rempah dan bahan-bahan khas Indonesia belum menemukan pasar yang luas. Dia mengatakan, produksi massal sebuah produk makanan atau minuman olahan harus melewati riset pasar terlebih dahulu.
"Kalau bicara penggunaan cita rasa lokal, teman-teman usaha kecil dan menengah banyak melakukan, tapi untuk produksi massal dengan skala industri masih perlu kajian mendalam lagi," katanya.
Menurut Adhi, produsen makanan olahan selalu menggunakan basis riset ketika meracik sebuah produk. Namun dia menilai akan lebih efektif apabila hasil riset tersebut sesuai atas permintaan produsen. "Selama ini riset jalan sendiri, produsen jalan sendiri. Kalau bisa produsen yang menggandeng peneliti sesuai kebutuhan," katanya.
Adhi berharap ke depannya cita rasa lokal bisa punya tempat di hati konsumen lokal maupun internasional. Dia melihat kecenderungan pada kuliner lokal sudah mulai terlihat meskipun dalam jumlah terbatas.
Adhi menambahkan, saat ini salah satu produk yang berhasil memadukan bumbu dan cita rasa lokal terdapat pada mie instan. Selain itu, juga ada es krim rasa klepon dan perasa rendang yang diaplikasikan ke berbagai jenis makanan olahan.
"Indonesia ini harus kita akui sangat kaya akan varian makanan. Soto saja ada puluhan jenis. Blum lagi jenis ragam makanan yang sangat kaya varian rasa," kata Adhi.
Pilihan Editor: Sandiaga Janji Tiket Pesawat akan Turun sebelum Pemerintahan Jokowi Digantikan Prabowo