Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

"mengijonkan" gaji

Bni 46 menawarkan "kredit konsumtif" untuk perorangan yang ingin membeli kendaraan atau memperbaiki rumah. bunganya 14%. paling tidak debitur harus berpenghasilan rp 3 juta tiap bulan.

7 November 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI TENGAH pembicaraan mengenai resesi dan depresi ekonomi, seperti sekarang ini, Bank Negara Indonesia 1946 malah menawar-nawarkan duitnya. Setelah memperkenalkan "kredit profesi" maksudnya kredit serba guna buat kalangan profesi -- bank pemerintah yang terbesar asetnya itu kini menawarkan "kredit konsumtif". Paket kredit ini diperuntukkan bagi perorangan (personal loan), bukan untuk tujuan mencari laba, tapi untuk membeli kendaraan bermotor atau memperbaiki rumah. Persyaratannya tidak terlalu ketat. Jaminan pokoknya hanya obyek yang dibiayai, rumah dan kendaraan bermotor, yang sudah diasuransikan dengan risiko kehilangan total. Debitur tidak diwajibkan memberikan agunan tambahan. Hanya perlu surat keterangan dari perusahaan atau instansi calon debitur, yang menyatakan tidak berkeberatan memotong gaji karyawannya yang mengambil kredit, dan menyetorkannya ke bank. Tapi nasabah diwajibkan membiayai sendiri minimal 30%. Kalau untuk membeli mobil seharga Rp 40 juta, misalnya, BNI '46 akan memberikan pinjaman maksimum Rp 30 juta. "Silakan cari sendiri yang Rp 10 juta," ujar Wakil Kepala Divisi Pemasaran dan Pengembangan BNI '46, Marisi Sihombing, tanpa nada promosi. Nasabah tidak harus menyatakan dirinya dari profesi mana pun. Paket ini memang lain dengan kredit profesi, kendati jumlah kredit maksimum yang diberikan sama, yakni Rp 30 juta. Setiap orang, asal warga negara Indonesia berusia kurang dari 52 tahun, punya penghasilan tetap dan sudah bekerja setidaknya tiga tahun di suatu instansi atau perusahaan, boleh memanfaatkan paket kredit itu. Pinjaman dan bunganya dibayar dalam jumlah yang tetap setiap bulan dan harus lunas paling lama tiga tahun. Bunganya 14% per tahun, dihitung dengan sistem flat, yaitu besarnya angsuran tetap setiap bulannya, atau prorata, terdiri atas angsuran pokok dan bunga. Tidak dipungut biaya-biaya lain, seperti provisi, atau apa yang disebut sebagai commitment fee. Ketentuan bunga dengan sistem flat sepintas kelihatannya enteng buat nasabah, tapi sesungguhnya -- kalau dihitung secara teliti, jatuhnya dua kali lipat dibanding sistem biasa yang jumlahnya menurun sesuai dengan sisa pinjaman. Itulah sebabnya BNI menentukan, nasabah hanya boleh mengambil kredit yang besar bunga dan cicilannya tidak lebih dari 40% dari gaji atau penghasilan -- mencakup penghasilan istri atau anggota keluarga lainnya. Hitung-hitung, yang berhak mengambil kredit maksimum untuk membeli mobil atau memperbaiki rumah, adalah seseorang yang total penghasilan keluarganya Rp 3 juta. Banyak yang menduga, cara baru BNI '46 menjual uang itu bakal menyodok bidang gerak swasta yang punya bisnis serupa, di antaranya bahkan perusahaan patungan BNI '46 sendiri. Yaitu antara BNI '46 dan grup Suzuki, PT Swadarma Indotama, juga antara BNI'46 dan grup Astra, PT Swadarma Bhakti Sedaya. Di situ, bank pemerintah itu punya andil 50% dari seluruh investasi, yang jumlahnya masing-masing Rp 10 milyar. Mungkin sodokannya tidak terlalu telak. Untuk kredit mobil produksi grup Astra, Bhakti Sedaya meminta bunga 14,5% (flat) untuk jangka waktu tiga tahun, tapi nasabah hanya diminta menyediakan dana sendiri 25%. Sedangkan untuk jangka waktu dua tahun, bunganya lebih murah, hanya 13,5% -- memang masih ada beberapa biaya yang harus ditanggung debitur. Fasilitas kredit untuk renovasi rumah, barangkali, inovasi bank pemerintah itu tak sampai menyentuh urusan Bank Tabungan Negara (BTN) atau PT Papan Sejahtera. Sebab, kedua lembaga itu bergerak langsung di bidang kredit pemilikan rumah (KPR). BTN memang mengutip bunga 15% per tahun untuk tipe rumah yang luas bangunannya 36 m2 ke atas. Tapi sistemnya bukan flat -- bunga yang dipikul nasabah setiap waktu menurun sesuai dengan sisa pinjaman yang diangsur setiap bulan. Papan Sejahtera, yang bergerak dalam pembiayaan rumah kelas menengah, juga memungut bunga 18% Der tahun dengan sistem biasa. Mulai tahun depan, Papan Sejahtera akan memperkenalkan sistem baru, yaitu angsuran berjenjang: angsurannya makin lama makin besar, sejalan dengan perkiraan bertambahnya kemampuan nasabah, sehingga bunga yang ditanggung dari tahun ke tahun juga mengecil. Sistem itu, menurut Presiden Direktur PT Papan Sejahtera, Prayogo Mirhad, diadopsi dari Amerika. "Di sana, pola ini disukai kalangan muda," katanya. Boleh juga dicoba. Sebab, persaingan bisnis jasa kredit semakin riuh: dari mulai oleh lembaga perbankan, leasing, sampai tukang kredit yang menawarkan uang dengan proses 1 x 24 jam. BNI '46 sendiri, yang per Maret lalu sudah menyalurkan pinjaman lebih dari Rp 4 trilyun, akan terus melakukan inovasi. "Kami sedang menjajaki animo masyarakat," ujar Marisi Sihombing. Dan animo itu, tentunya, sangat tergantung promosi dan keberanian masyarakat "mengijonkan" penghasilannya. Suhardjo Hs., Priyono B. Sumbogo, dan Bachtiar Abdullah (Jakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus