Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

100 Hari Kabinet Prabowo: Besar Angan Brigade Pangan

Pemerintahan Presiden Prabowo membentuk Brigade Pangan. Anak-anak muda diajak menjadi petani dengan iming-iming penghasilan besar.

3 Februari 2025 | 10.29 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Menteri Pertanian Amran Sulaiman akan membentuk Brigade Pangan demi mencapai swasembada (Ilustrasi: Indra Fauzi)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Hari-hari Adi Susanto disibukkan dengan perkara administratif sejak bergabung dengan Brigade Pangan di Kecamatan Batang Asam, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi pada Kamis, 14 Oktober 2024 silam. Bersama 14 pemuda lain dan seorang pendamping, ia menyusun rencana usaha tani, memetakan lahan 200 hektare yang akan dibidik untuk ditanami, hingga mengupayakan nota kesepahaman (MoU) dengan petani setempat.

Adi pertama kali menerima informasi ihwal Brigade Pangan dari penyuluh pertanian lapangan di daerahnya. Pada Rabu, 13 Oktober 2024, seorang penyuluh menghubunginya via sambungan telepon. Ia menawari Adi yang lulus S1 Agroteknologi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) pada 2022 itu bergabung dengan Brigade Pangan di Kecamatan Batang Asam. "Untuk lebih jelasnya besok diminta datang ke Balai Penyuluhan Pertanian," ujar Adi kepada Tempo, Rabu, 29 Januari 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Termasuk Adi, ada 15 orang pemuda memenuhi undangan di kantor itu. Usia mereka merentang dari 20 sampai 32 tahun. Kendati latar belakang pendidikan mereka berlainan, rata-rata generasi milenial dan generasi z ini berpengalaman di sektor pertanian—atau setidaknya berasal dari keluarga tani. Adi, misalnya, selain diminta mengelola sawah Brigade Pangan, keluarganya memiliki kurang lebih 1 hektare sawah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di persamuhan itu, penyuluh menjelaskan hal ihwal Brigade Pangan, juga tugas-tugas dan potensi pendapatan Rp 10 juta per bulan seperti banyak beredar di media massa. Setelah itu, penyuluh menanyakan ulang komitmen para anak muda ini. Ternyata mereka semua setuju. Terbentuklah Brigade Pangan Duta Muda, lengkap dengan manajer—semacam ketua—dan divisi-divisinya, seperti divisi produksi dan divisi hilirisasi.

Adi tak yakin alasan ia dan 14 pemuda lain menerima tawaran anggota Brigade Pangan. Tapi ia menduga, penunjukan ini disebabkan asal-muasal mereka dari keluarga tani.

Pelibatan petani milenial pertama kali dilontarkan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi IV DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, pada Jumat, 6 September 2024. Masih di bawah pemerintahan Joko Widodo, saat itu Amran ingin menggaet mahasiswa dari Politeknik Pembangunan Pertanian (Polbangtan) dan program Merdeka Belajar. Program tersebut mulai direalisasikan di masa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

Menurut Wakil Menteri Pertanian Sudaryono, jumlah petani di Indonesia saat ini didominasi oleh kalangan orang tua. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), sebanyak 38,02 persen petani adalah generasi baby boomers berusia 41-56 tahun. Sementara untuk petani muda hanya mencapai 21,93 persen, atau sekitar 6,2 juta orang.

Kementerian Pertanian (Kementan) berencana membentuk 1.755 brigade. Dengan 15 orang setiap brigade, anggota brigade diproyeksikan sekitar 26.325 orang. Akhir tahun lalu, kementerian ini mengklaim telah membentuk 1.500 brigade dan menggaet 23 ribu orang. Tapi mereka akan ditempatkan bertahap, tidak sekaligus. Belakangan Amran mengklaim pendaftar Brigade Pangan tembus 27 ribu orang pada Januari 2025. Program ini menghabiskan anggaran Rp 29 triliun.

Setiap brigade terdiri dari 15 petani milenial yang akan mengelola lahan seluas 200 hektare. Pemerintah menyiapkan 400 pendamping dari para pegawai Kementan dan 50 mentor dari penyuluh, dosen, guru, dan widyaiswara. Setiap petani milenial dijanjikan pendapatan Rp 10 hingga Rp 20 juta per bulan. "Di atas gaji menteri," ujar Amran.

Brigade Pangan beroperasi di 12 provinsi yang menjadi wilayah optimalisasi lahan rawa, yaitu Aceh, Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan, Lampung, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, dan Papua Selatan. 

***

Hidup sebagai petani brigadi tak lantas membuat Adi segera mencangkul atau menjejakkan kaki di lumpur. Ia tetap bertani, tapi di sawah keluarganya sendiri. Sedangkan Brigade Pangan masih harus membujuk petani agar mau menandatangani nota kesepahaman kerja sama penggunaan lahan hingga menunggu datangnya bantuan alat dan mesin pertanian (alsintan).

Ketika bantuan mesin panen combine harvester datang pada akhir November 2024, Jambi telah memasuki masa tanam. Di daerah itu, tanam biasanya dilaksanakan secara serempak. Sementara Brigade Pangan belum mengantongi lahan 200 hektare dan mesin masih terbatas pada alat pemanen. Alhasil, Brigade Pangan melewatkan masa tanam akhir tahun lalu. Hingga kini mereka belum juga bisa menanam. Mereka berencana mulai menanam April atau Mei 2025.

Dari berbagai alsintan yang dijanjikan pemerintah, yang datang duluan justru mesin panen padahal menanam pun mereka belum mulai. Ia menduga, ini karena masa tanam di Jambi yang telah lewat. 

Ihwal lahan 200 hektare, pemerintah tak menyediakannya cuma-cuma. Brigade Pangan harus mengupayakan sendiri MoU dengan para petani agar mau bekerja sama dengan mereka. Tapi Adi harus memastikan agar kerja sama itu tak merugikan petani. "Kalau tidak, apa bedanya kami dengan tengkulak," ujarnya.

Lahan petani akan digarap Brigade Pangan dengan skema bagi hasil 70:30. Brigade Pangan akan memperoleh 70 persen dari hasil panen, sedangkan pemilik lahan sisanya. Tapi Adi mengatakan patokan ini bukan harga mati. Ia berujar, kesepakatan dengan petani bisa saja berbeda di lapangan.

Lewat skema itu, Adi mengatakan, timnya telah menghitung potensi pendapatan yang akan diperoleh. Menurut dia, memang pendapatan mereka bisa mencapai Rp 10 juta per bulan seperti yang digembar-gemborkan pemerintah. Tapi angka ini hanya patokan—bisa lebih atau kurang tergantung kinerja mereka di lapangan.

Pendapatan itu diharapkan bisa diperoleh dari hasil penjualan gabah kepada Perum Bulog. Pemerintah telah menetapkan harga pembelian untuk gabah kering panen (GKP) sebesar Rp 6.500 per kilogram.

Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) University Dwi Andreas Santosa menilai, program ini tak menjawab permasalahan di sektor pertanian. Pasalnya, Brigade Pangan dirancang untuk merespons isu penuaan petani (petani yang menua). Andreas mengatakan, penuaan petani adalah keniscayaan.

Di setiap negara yang mengalami industrialisasi, Andreas menjelaskan, tren tenaga kerja akan selalu beralih dari sektor pertanian ke sektor manufaktur kemudian sektor jasa. "Yang perlu pemerintah pikirkan, bagaimana petani bisa beralih ke sektor yang lebih menguntungkan," ujar Andreas, Kamis, 30 Januari 2025.

Kepala Biotech Center IPB ini juga meragukan petani bersedia merelakan lahan mereka dikerjakan oleh Brigade Pangan. Selain lahan yang sudah sempit, Andreas juga mengatakan para petani telah berpengalaman belasan hingga puluhan tahun. Ia justru meminta pemerintah menjamin luas lahan yang dikuasai petani akan meningkat, ketimbang "hanya membuang-buang anggaran tidak jelas".

Yang paling penting, ujar Andreas, pemerintah memastikan petani mendapatkan harga jual yang baik. Dengan begitu, petani akan bergairah dan beralih menggunakan teknologi untuk mengefisiensikan usaha taninya.

Sudaryono mengakui jumlah petani berkurang karena diversifikasi pekerjaan. Lima puluh tahun lalu, petani memilih bertani karena tak punya banyak pilihan. Tapi tanah petani tak pernah meluas, sedangkan jumlah anggota rumah tangga tani pasti bertambah.

Ihwal Brigade Pangan, Sudaryono mengatakan, tak hanya menjawab permasalahan penuaan petani, tapi juga seiring dengan kebijakan cetak sawah dan optimalisasi lahan. Proyek cetak sawah atau food estate tersebar di Kalimantan, Sumatera, Papua khususnya Merauke, dan Sulawesi. "Kan enggak ada orangnya di situ. Jadi kami bentuk brigade yang kalau bisa dari pemuda lokal," ujarnya, Jumat, 31 Januari 2025.

Hingga kini, Sudaryono memperkirakan telah terbentuk nyaris seribu tim Brigade Pangan. Mereka tersebar di Kalimantan Tengah khususnya Kapuas, Kalimantan Selatan, Papua khususnya Merauke, Jambi, Sumatera Selatan. Tapi ia meminta publik untuk melihat hasilnya beberapa bulan ke depan. Ia berasan, mereka saat ini masih mengolah tanah, ada juga yang masa tanam.

Pilihan Editor: Gurih Tambang Ormas Keagamaan

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus