Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Muliamin, bukan nama sebenarnya, tak habis pikir. Sejak 28 Desember 2024 lalu, pengusaha pemasok ikan pindang ini telah mengajukan permohonan persetujuan impor (PI) ikan salem dan ikan salmon kepada Kementerian Perdagangan (Kemendag). Tapi hingga kini, restu itu tak kunjung didapatkannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Padahal, Muliamin telah melengkapi dokumen yang diperlukan untuk permohonan di Inatrade, platform urusan perizinan impor yang dikelola Kemendag. Tak ada pemberitahuan ihwal prasyarat administrasi yang belum komplet. Tapi status riwayat permohonan itu mentok “diproses petugas Kemendag” pada 6 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Wajarnya, jika tak ada masalah, Kemendag menerbitkan PI dalam lima hari kerja. Ketentuan ini sesuai Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 2023, yang telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Permendag Nomor 8 Tahun 2024. Kini nyaris dua bulan Muliamin menunggu, tapi masih belum ada kejelasan.
“Tiap kali saya tanya, selalu dijawab ‘belum ada arahan pimpinan’,” ujar Muliamin kepada Tempo, menirukan jawaban pejabat Kemendag, Kamis pekan lalu.
Yang repot, pelaku usaha biasanya mengajukan permohonan PI berbarengan dengan pemuatan barang di negara asal, misalnya Cina. Di akhir tahun lalu dan awal tahun ini, mereka percaya diri mengepak barang kulakannya itu lantaran selama ini penerbitan PI ikan tak ada masalah.
Tapi pelaku usaha yang telah kadung memproses kedatangan barang dari negara asal kini mesti gigit jari. Ketika hasil laut itu tiba di Tanjung Priok dan PI belum turun, pelaku usaha tak dapat menebusnya. Walhasil, ikan-ikan impor itu terpaksa bermalam di pelabuhan.
Tersangkutnya kontainer-kontainer ikan impor di pelabuhan tentu tak percuma. Ada denda demurrage dan perawatan kondisi ikan dalam kontainer pendingin yang harus dibayarkan pelaku usaha. Muliamin memperkirakan, denda itu mencapai Rp 100 juta per bulan untuk setiap kontainer. Angka itu terus membengkak seiring waktu.
Hoki bagi Muliamin, ia tak buru-buru memproses ikan impornya dari Cina. Belakangan pada 24 Januari, melihat situasi yang belum jelas, ia malah membatalkan pesanan itu. Ia mengaku tak mau ambil risiko dijatuhi denda lantaran salem impornya tiba tanpa izin.
Tapi Muliamin tak sendiri. Dari total 253 permohonan persetujuan izin impor, kurang lebih 80 persen permohonan telah diterbitkan. Itu berarti masih ada 20 persen permohonan persetujuan impor yang mandek.
Tempo melihat tiga pucuk surat dari pengusaha sektor perikanan dialamatkan kepada Kemendag. Surat-surat itu berasal dari pengusaha pemasok ikan pindang, pengusaha pengrajin bakso ikan, dan Perkumpulan Pelaku Perikanan Indonesia.
Surat pertama bertanggal 31 Januari, sedangkan dua terakhir dikirim tiga hari berselang. Isi ketiganya sama: keluhan PI ikan yang tak kunjung keluar setelah 5 hari kerja. Padahal, pemerintah telah menetapkan neraca komoditas bahan pangan ini pada 23 Desember 2024.
Iman Kustiaman, Direktur Impor Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag, mengakui masih ada pelaku usaha yang persetujuan impornya belum keluar. Sebagian besar dari mereka, ujar dia, adalah importir yang mengajukan permohonan izin impor ikan bahan baku pemindangan.
Iman beralasan, persetujuan impor hasil perikanan itu tertunda karena ada permintaan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan. Kementerian itu meminta importasi ikan ditunda lantaran bahan pangan itu saat ini tengah melimpah di Indonesia.
Imbauan menunda importasi ikan, Iman mengklaim, telah disampaikan secara tertulis kepada pelaku usaha pemindangan. Pemerintah meminta bahan baku pemindangan dapat memprioritaskan ikan produksi dalam negeri paling tidak pada periode Januari hingga Februari 2025.
Jika bukan itu, alasan lainnya adalah permohonan para pelaku usaha yang tertunda itu sedang dalam penyelidikan. Iman mengklaim, ada dugaan pelanggaran kegiatan importasi komoditas perikanan yang melebihi dari alokasi tahun lalu.
“Pada prinsipnya, dengan segala keterbatasan kami terus bekerja maksimal dalam memberikan pelayanan perizinan berusaha,” ujar Iman kepada Tempo, kemarin.