Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Sebanyak 25 kontainer kelapa bulat asal Sumatra Selatan ditolak oleh pembeli di Thailand. Saat ini ribuan kelapa tersebut masih berada di parkiran pelabuhan dan masih menunggu pemindahan oleh pihak eskportir ke gudang masing-masing.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Bea Cukai memastikan semua dokumen impor sudah selesai diurus oleh para pengusaha. Sedangkan para pengusaha akan melakukan langkah berikutnya untuk meminimalisir kerugian.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Dwi Harmawanto, Kepala Seksi Penyuluhan dan Layanan Informasi Bea dan Cukai Palembang membenarkan ke 25 kontainer kelapa masih berada di pelabuhan Boom Baru, Palembang. Meskipun demikian dia memastikan semua dokumen kepabeanan sudah diurus oleh pihak eskportir yang berada di Palembang.
Selanjutnya kelapa yang sebagian telah ditumbuhi tunas itu siap diangkut ke gudang ataupun pabrik masing-masing pengusaha. “Iya masih di Pelabuhan tapi semuanya sudah diurus,” kata Dwi Harmawanto, Rabu, 20 November 2019.
Sementara itu Direktur PT Sentral Argo Indonesia, Muhammad Rajief Nasir mengatakan pihaknya mengalami kerugian hingga Rp 100 juta rupiah setiap kontainernya. Kerugian tersebut meliputi biaya produksi mulai dari pembelian di petani, pengepulan, pengupasan, penyortiran, pengangkutan ke Pelabuhan hingga pengurusan dokumen.
Untuk mengurangi tingkat kerugian, ia bersama pengusaha lainnya akan menjadikan kelapa bulat tersebut sebagai bahan baku Kopra, dan tempurungnya bakal dijadikan arang. “Akan tetapi kami tetap merugi,” katanya.
Thailand menolak sebanyak 625.000 butir kelapa bulat karena adanya kelapa yang bertunas saat tiba di negara tujuan. Masing-masing kontainer berukuran 40 fit itu berisi sekitar 25 ribu butir kelapa.
Petta Aminu, eksportir dari PT. Tasindo menambahkan pada saat tiba di Thailand hanya beberapa saja dari ribuan kelapa tersebut yang ditumbuhi tunas. Namun saat ini ketika tiba kembali di Palembang, hampir semua kelapa yang dimasukkan ke dalam karung-karung itu sudah ditumbuhi tunas hingga lebih dari 30 sentimeter.
“Padahal sewaktu tiba di Thailand hanya beberapa saja yang bertunas tidak lebih dari 2 sentimeter,” katanya.
Sedangkan Direktur PT Sentral Argo Indonesia, Muhammad Rajief Nasir memastikan pihaknya telah melakukan kontrol yang ketat sebelum kelapa dikapalkan. Pihaknya tidak bisa berbuat banyak lantaran kelapa termasuk produk hidup yang bisa saja ditumbuhi tunas saat diperjalanan namun demikian pihaknya akan semakin memperketat proses produksi diantaranya dengan beusaha memotong waktu produksi.
Dia mengaku, selama ini tidak pernah mengalami kendala kualitas dari komoditas itu. “Kami berharap peran pemerintah untuk ikut membantu pengusaha menanggulangi persoalan ini,” ujarnya.