Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua umum Ikatan Pedagang Pasar Tradisional (Ikappi) Abdullah Mansuri menyebutkan setidaknya terdapat tiga fase kenaikan permintaan selama momen Ramadan dan Idul Fitri yang bakal mempengaruhi pergerakan harga pangan.
Momen pertama adalah tiga hari menjelang Ramadan, kedua saat menjelang Idul Fitri, dan fase kenaikan ketiga terjadi setelah Idul Fitri saat stok sejumlah komoditas berkurang akibat naiknya konsumsi selama Ramadan.
“Untuk pertengahan sampai akhir Ramadan biasanya harga landai. Tiga fase ini perlu diantisipasi pasokannya,” kata Mansuri, Minggu, 14 Maret 2021.
Harga sejumlah komoditas bahan pangan di pasar domestik masih stabil tinggi mengikuti kondisi harga internasional.
Abdullah mengatakan harga gula di beberapa titik telah mencapai Rp 17 ribu per kilogram (kg). Harga ini jauh di atas harga eceran tertinggi (HET) yang disarankan pemerintah yakni Rp 12.500 per kg.
Adapun, lanjutnya, harga rata-rata gula secara nasional menurut laporan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) adalah Rp14.350 per kg pada pekan ini.
"Kami masih dalami apa penyebabnya. Namun tren dari tahun ke tahun harga di pasar tradisional memang sulit terkendali,” kata Mansuri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Harga minyak goreng curah pun bertahan di level Rp 15 ribu sampai Rp 16 ribu per kg dalam beberapa pekan terakhir. Dia menyebutkan harga normal biasanya berkisar di level Rp 14 ribu per kg. Pada saat yang sama, indeks harga minyak nabati global menyentuh 147,4 poin atau lebih tinggi dari rata-rata indeks pada 2012.
Mansuri menjelaskan pula kenaikan harga daging segar, baik yang berasal dari bakalan eks-impor maupun sapi lokal.
Untuk daging murni misalnya, kini berada di level Rp 125 ribu per kg dibandingkan dengan kondisi normal yakni Rp 114 ribu per kg. Kenaikan juga terjadi pada daging paha belakang yang kini berada di posisi Rp 130 ribu per kg dari Rp 120 ribu per kg.
"Bawang putih relatif aman di kisaran Rp 30 ribu per kilogram. Namun, kondisi harga pangan dunia dan lokal seharusnya jadi momentum untuk perbaikan tata niaga. Baik dari sisi perbaikan produksi dan restrukturisasi distribusi,” kata Mansuri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini