Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Empat puluh lima tahun yang lalu, Presiden Soeharto, meresmikan tol pertama di Indonesia, Tol Jagorawi. Jalan bebas hambatan berbayar ini terbentang sepanjang 50 kilometer melalui Jakarta, Bogor, dan Ciawi. Jalan tol ini populer dengan akronim Jagorawi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Jalan Tol Jagorawi adalah jalan terbaik yang kita miliki,” ujar Presiden Soeharto dalam upacara peresmian Tol Jagorawi pada 9 Maret 1978 di Pondok Gede, Jakarta Timur.
Menelan biaya yang besar
Seperti yang dimuat oleh Tempo sebelumnya, pembangunan Tol Jagorawi mulai dilakukan oleh Presiden Soeharto pada 1973. Proyek ini merogoh biaya yang cukup besar. Besaran anggaran pembangunan Tol Jagorawi ini menelan biaya hingga Rp 350 juta per kilometer.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun, Menurut M. Sudarta, dalam buku Membuka Cakrawala: 25 Tahun Indonesia dan Dunia dalam Tajuk Kompas, nominal tersebut bertambah menjadi 575 juta rupiah per kilometer pada 1990, yang dihitung dengan kurs rupiah pada saat itu. Tol Jagorawi ini jugalah proyek pertama yang didanai APBN dan utang luar negeri.
Wacana pembangunan dari sebelum Orde Baru
Meski pembangunan dilakukan pada tahun 1973 dan selesai pada tahun 1978, wacana pembangunan Tol Jagorawi sudah muncul jauh sebelum itu. Wacana ini juga bukan datang dari Presiden Soeharto itu sendiri.
Raden Soediro namanya. Dikutip dari BUMN Info, ia merupakan pencetus ide pembangunan Tol Jagorawi. Raden Soediro merupakan seorang walikota (saat itu, setingkat gubernur) Jakarta periode 1953–1960.
Menurut buku Sudiro: Pejuang Tanpa Henti, ide pembangunan jalan bebas hambatan berbayar ini muncul dari Raden Soediro karena kondisi keuangan Jakarta yang menipis. Kondisi keuangan yang menipis ini merupakan dampak dari pembiayaan untuk pembangunan Jalan Jenderal Sudirman dan M.H. Thamrin.
Dengan membangun tol ini, Raden Soediro mengharapkan pemasukan yang dapat menambah keuangan Jakarta. Kemudian, bersama Badan Pemerintah Harian Kotapraja Jakarta, ide ini ia sampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sementara.
Namun, ide Raden Soediro ditolak oleh sebagian besar anggota dewan. Alasan penolakannya adalah karena proyek pembangunan jalan tol itu berisiko menghambat mobilitas lalu lintas. Alasan lain yang juga muncul adalah konsep jalan berbayar ini dapat menimbulkan perpecahan, seperti pada masa kolonial Belanda.
RYZAL CATUR ANANDA SANDHY SURYA
Pilihan editor: Pemeliharaan Tol Jagorawi Hingga 11 Maret, Jasa Marga Mohon Maaf Atas Ketidaknyamannya
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.