Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Ada Udang, Ada Dolar

Produksi udang naik, tapi belum 10% dari permintaan ekspor. Pasar ekspor: Eropa Barat, Jepang & AS, membutuhkan 1 juta ton. Kini ada 233 perusahaan yang menanamkan modal untuk 25.900 ha tambak udang.

24 September 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEKALI primadona, tetap primadona. Tak ajaib bila udang kian banyak peminatnya. Dirjen Perikanan R. Soeprapto menyebutkan, sampai kini ada 233 perusahaan yang menanamkan modal untuk tambak udang seluas sekitar 25.900 ha. Tapi yang benar-benar terealisasi belum sampai 4 ribu ha. "Sebagian besar perusahaan masih dalam tahap persiapan dan konstruksi tambak," katanya menjelaskan. Dan masih banyak masalah lain yang membuat bisnis udang belum lancar menggelinding. Beberapa hal, misalnya pengalaman, manajemen produksi, dan pembebasan lahan. Dalam seminar dua hari dengan topik Memaeu Keberhasilan dan Pengembangan Usaha Pertambakan Udang, kesemua lika-liku bisnis udang ditelusuri. Seminar itu diadakan pekan lalu, oleh Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor. "Udang akan menjadi primadona ekspor," ujar Prof.Dr. Sumardi Sastrakusumah, seorang staf pengajar IPB. Masalah yang perlu cepat diperbaiki mungkin adalah produktivitas. Soeprapto memang mengatakan ada peningkatan dalam tiga tahun terakhir ini, dari 632 kg/ha/tahun pada 1984 menjadi 748 kg/ha/tahun. Padahal, seperti dikatakan Enang Haris, staf pengajar Jurusan Budidaya Pengairan Fakultas Perikanan IPB, budidaya udang itu sering terbentur antara lain pada prasarana seperti irigasi. "Irigasi untuk tambak itu sama vitalnya dengan irigasi sawah. Tapi dulu 'kan pemerintah menitikberatkan pada swasembada beras, padahal tidak ada komoditi pertanian yang nilainya setinggi udang," demikian Dr.Ir. Ismudi Muchsin, Dekan Fakultas Perikanan. Bagi pengusaha, persoalan pertama sebelum menebar benur adalah peraturan pemerintah. Direktur Teknik Produksi PT Fega Marikultura, Boedi Mranta, menegaskan bahwa masih kurang adanya peraturan yang jelas dan dapat dijadikan standar untuk terjun dalam usaha budidaya tambak udang di Indonesia. "Satu pemda dengan pemda lain bisa berbeda-beda, sehingga perizinan perlu proses yang banyak prosedurnya dan makan waktu lama," kata Boedi. Ia pun mengingatkan tiga pasar yang potensial untuk ekspor udang: Jepang, Amerika, Eropa Barat. Tahun ini saja konsumsi ketiga negara itu diperkirakan mencapai 1 juta ton. Sedangkan suplai udang dari Indonesia belum mencapai 10% kebutuhan itu. "Inilah yang menyebabkan harga komoditi itu masih tinggi," tutur Boedi lagi. Itu juga yang merangsang peningkatan produksi udang. Per tahun ternyata naik 18,6%, dari sekitar 32 ribu ton di tahun 1984 menjadi 53.240 ton tahun lalu. Tahun mendatang tentu naik lagi. Peningkatan tidak hanya pada produksi investor baru. Koperasi Tani Tambak Kaliarjo, Pasuruan, Jawa Timur, yang 300 lebih anggotanya punya usaha 3.000 ha tambak itu, juga akan mengejar target yang lebih tinggi. Ketua koperasi itu, Mashudi, mengatakan bahwa Juli lalu ia sudah melakukan intensifikasi pada 500 ha tambaknya. "Tahun 1991 nanti, seluruh tambak seluas 3.000 ha sudah dikelola dengan sistem semi-intensif," katanya. Cara itu akan menghasilkan udang antara 1 dan 1,5 ton per ha dalam tempo 4 bulan -- selama ini cuma 5 kuintal. Sehingga, daya ekspornya, yang kini per bulan memasok 50 ton ke Jepang itu, akan berlipat tiga. Sementara itu, nilai ekspor udang, kata Soeprapto, dalam tiga tahun belakangan ini meningkat dari 248,1 juta dolar (1984 menjadi 475,2 juta dolar (1987) -- hampir 100%. Keberhasilan peningkatan itu, "merupakan andil besar dari swasta," kata Soeprapto. Tak pelak lagi, prospek udang cerah, karena pasaran ekspor masih terbuka lebar. Apalagi belum diaduk-aduk oleh monopoli. Dalam keadaan seperti itu, pikiran apa kira-kira yang tersembul di benak pengusaha bila melihat rombongan udang meliuk-liuk berenang di pinggiran tambak? "Yang dilihatnya bukan lagi udang, melainkan ... dolar," ujar B.M. Diah, wartawan terkemuka dan pengusaha yang punya 11 tambak udang di Pulau Bangka dan Belitung. Suhardjo hs. (Jakarta) dan Herry Mohamad (Surabaya)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus