Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Memutuskan berinvestasi di PT Interbanking Bisnis Terencana (Ibist) di Bandung. Perwira TNI berpangkat kapten ini memang tak mau dengan serta-merta percaya saat seorang rekannya memperkenalkannya pada lembaga investasi ini pada 1999. Namun, sikap kehati-hatiannya mulai runtuh setelah melihat koleganya terus menapak sukses sebagai nasabah Ibist. Apalagi, banyak perwira TNI, atasannya, yang juga bergabung.
Kelihaian Wandi Sofian, Komisaris Utama Ibist, menunjukkan foto-foto yang menggambarkan kedekatannya dengan sejumlah pejabat negara juga kian meyakinkan dirinya bahwa berinvestasi di Ibist tergolong aman. Apalagi, Ibist terbukti lancar membayar royalti empat persen per bulan atau 48 persen setahun kepada para anggotanya. ”Akhirnya, saya berpikir, kenapa saya tidak masuk saja sekalian?” ujarnya.
Ketika Jimmy bergabung tiga tahun silam, jumlah anggota Ibist saat itu sudah mencapai 4.000 orang. Syarat investasi yang cukup ringan menjadi magnet tersendiri buat para calon investor. Hanya dengan selembar fotokopi Kartu Tanda Penduduk dan Kartu Keluarga, seseorang sudah bisa menjadi nasabah. Sebagai bukti investasi, setiap nasabah diberikan sehelai sertifikat bertulisan nama, jumlah investasi, dan kontrak yang dapat diperpanjang setiap tahun.
Ibist yang berdiri sejak 1991 menggunakan dana nasabah untuk menjalankan bisnis otomotif, properti, rental mobil, binatu, hingga simpan-pinjam. Selama tiga tahun berjalan, investasi Jimmy boleh dibilang berjalan normal. Ia pun sudah tiga kali menempatkan dana. Totalnya tak kurang dari Rp 35 juta.
Persoalan mulai muncul sesaat setelah Lebaran pada Oktober lalu. Tanda-tanda kebangkrutan mulai membayang. Pembayaran royalti mulai tersendat. Akibatnya, pada awal bulan ini, ribuan nasabah menyerbu tiga kantor Ibist di Jalan R.E. Martadinata dan Jalan Mulyasari, Bandung. Namun, sang pemilik dan direksi ternyata sudah keburu kabur.
Menurut Kepala Polda Jawa Barat, Inspektur Jenderal Polisi Soenarko Danu Ardanto, sampai Rabu lalu, sebanyak 2.500 nasabah di Bandung menjadi korban dengan kerugian sekitar Rp 56 miliar. Sedangkan dari Semarang sebanyak 400 orang menjadi korban dengan total kerugian Rp 21 miliar.
Kini ribuan nasabah Ibist masih menanti nasib dana mereka. Sedangkan Wandi telah dicekal dan menjadi buron polisi. Tiga rumah dan tujuh mobilnya, termasuk empat Mercedes Benz dan satu Jaguar, disita polisi. Rekening atas nama Wandi dan Direktur Keuangan Ibist, Fero Septia Yudha, juga telah diminta polisi untuk dibekukan. Keduanya juga bakal dijerat pasal penggelapan dan penipuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. ”Ancamannya hukuman lima tahun penjara,” ujar Kapolwil Kota Besar Bandung, Komisaris Besar Polisi Edmon Ilyas.
Ibist merupakan contoh terbaru dari sederet kasus ambruknya perusahaan pengelola dana investasi publik di negeri ini. Sebelumnya, awal tahun ini, puluhan orang tertipu tawaran produk investasi berupa voucher pulsa ponsel yang dijajakan dengan pola bisnis multilevel marketing. Pembagian keuntungan investasi sebesar 14-15 persen per bulan semula berjalan lancar. Namun, setelah berjalan setahun, roda bisnisnya mulai macet. Ujung-ujungnya, investor menderita kerugian Rp 70 miliar.
Masih lekat dalam ingatan, geger serupa pernah terjadi dalam kasus investasi di PT Qurnia Subur Alam Raya (QSAR). Tertarik dengan tawaran keuntungan hingga 50 persen, nasabah pun berbondong-bondong menanamkan duitnya untuk membiayai perkebunan dan peternakan QSAR. Namun, siapa sangka akhirnya sekitar 6.800 orang nasabah ”kena batunya”. Total kerugian sedikitnya Rp 467 miliar.
Meski begitu, masyarakat seperti tak pernah kapok. Beragam produk investasi baru terus bermunculan dan tak pernah sepi peminat. Beberapa di antaranya bahkan telah dilaporkan ke polisi karena jelas-jelas berbau penipuan.
Ada yang berupa investasi dengan keuntungan berlian, investasi periklanan dengan keuntungan 30 persen per tiga bulan, investasi di perdagangan produk perkebunan dengan keuntungan 96 persen per tahun, hingga investasi lewat internet yang menjanjikan keuntungan hingga sembilan kali lipat. ”Kasus-kasus penipuan seperti IBIST dan lainnya paling marak terjadi di Jawa Timur,” kata konsultan perencana keuangan, Safir Senduk.
Heri, Rana Akbari Fitriawan (Bandung), Bagja
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo