FILIPINA agaknya semakin menarik perhatian Salim Group, konglomerat terbesar di Indonesia, yang dipimpin Liem Sioe Liong. Dasawarsa lalu, misalnya, Salim Group membeli Metro, sebuah perusahaan distribusi di Manila. Kemudian, empat tahun silam, grup itu membeli sebuah pabrik kimia (fosfat) sekaligus membangun pabrik surfaktan. Jurus ini dilakukan demi memperkuat jaringan industri minyak sawitnya yang membentang dari Australia, Indonesia, hingga Jerman. Ketika Presiden Filipina Fidel Ramos berkunjung ke negeri ini, September lalu, giliran Indomobil Group (industri mobil Salim Group) menyatakan siap melakukan investasi di Filipina. Dan pekan lalu muncul berita baru. Salim Group akan masuk ke industri perbankan dan kertas di sana. Ternyata, Salim Group telah membangun Steniel Manufacturing Corp. di Manila dan Metro First Pacific Corporation sebagai holding company untuk urusan investasi di Filipina. Business Times terbitan Singapura -- edisi 15 November 1993 memberitakan, Metro Pacific tengah mengincar bank swasta terbesar di Manila, PDCP Bank, sedangkan Steniel membidik Paper Industries Corp. of Philippines (PICOP). PICOP adalah perusahaan pemerintah Filipina yang memiliki konsesi hutan sekitar 180 ribu ha. Lahan ini terdiri dari hutan tanaman industri (sekitar 40 ribu ha) dan hutan konversi pertanian (14 ribu ha). Anthonny Salim, Chief Executive Officer (CEO) Salim Group, membenarkan berita itu. ''Keinginan memang ada, tapi belum pasti kami dapat karena, kalau tak salah, ada 20 perusahaan yang ikut tender,'' kata Anthonny, putra Liem Sioe Liong, kepada Media Indonesia. Tender ini ternyata ditawarkan juga kepada raja industri kertas Indonesia, Eka Tjipta Widjaya, bos Sinar Mas Group. ''Dulu kami memang ditawari. Tapi, setelah kami melakukan perhitungan, tawarannya terlalu mahal, maka kami mundur,'' tutur Indra Widjaya, salah seorang putra Eka. Ditambahkannya, hutan yang digarap PICOP sudah tak utuh. Beberapa kawasan berubah menjadi permukiman penduduk, bahkan ada yang menjadi tempat persembunyian gerilyawan. ''Jadi, tak ada jaminan keamanan untuk pegawai. Mesin-mesinnya juga banyak yang rusak sehingga tak berjalan dengan kapasitas penuh,'' ujar Indra. Tapi Indra memperkirakan PICOP akan punya prospek cerah. ''Mereka menguasai pasar kertas Filipina yang diproteksi dengan tarif tinggi. Kalau Salim mendapat PICOP, saya kira bagus. Tinggal diberesi sedikit, diperbaiki, saya kira mendapat untung,'' kata Presiden Direktur BII ini. Apa komentar Pemerintah tentang rencana akuisisi Salim Group ini? Menteri Negara Penggerak Dana Investasi/Ketua BKPM Sanyoto Satrowardoyo mengaku belum mendengar soal itu. ''Nantilah, saya pelajari dulu,'' katanya. Tapi, kalau Salim jadi membeli PICOP -- saham yang ditawarkan 70% senilai Rp 150 miliar -- dalam pandangannya, hal itu tak bisa dianggap negatif. ''Ini berarti, perusahaan nasional kita sudah termasuk kelas multinational corporation (perusahaan multinasional),'' katanya. Selain itu, bisa diharapkan akan ada manfaatnya. ''Memang akan ada outflow, tapi kan nantinya ada inflow-nya juga, misalnya mereka mengekspor pulp ke Indonesia,'' kata Sanyoto. Namun, belum tentu pulp Filipina bisa masuk ke Indonesia. Tapi, ''Kalau pasar bebas ASEAN (AFTA) berjalan sesuai dengan program, industri pulp dan kertas Indonesia bisa bersaing di pasar Filipina,'' kata Indra, yang juga menjabat sebagai komisaris PT Indah Kiat Pulp & Paper. Max Wangkar, Indrawan, dan Dwi S. Irawanto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini