Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Alirannya Masih Lesu

Investasi dari PMA dan PMDN menurun. Yang diutamakan adalah investasi untuk proyek padat karya, seperti industri pakaian jadi dan elektronika. Calon investor belum leluasa memperoleh kredit bank. (eb)

20 Mei 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BERKURANGNYA aliran investasi baik yang dari PMA maupun PMDN cukup mencemaskan pemerintah. Gubernur Bank Indonesia Rachmat Saleh menyebut melambatnya investasi ini sebagai "fenomena yang cukup mengkhawatirkan yang perlu mendapat perhatian kita bersama." Ketua BKPM Barli Halim mengungkapkan bahwa selama tahun anggaran 77/78 jumlah PMA hanya US$350 juta, sedang jumlah PMDN "sedikit lebih besar." Ada beberapa faktor yang menyebabkan aliran investasi melambat: Resesi ekonomi dunia yang belum pulih menyebabkan para eksekutif perusahaan raksasa kurang entusias melakukan ekspansi karena toh pasaran masih lesu, sedang rencana investasi yang sudah keburu dibikin diurungkan. Situasi menjelang sidang umum MPR yang cukup panas menyebabkan calon investor di Indonesia bersikap tunggu dan lihat. Tapi situasi kini nampaknya mulai berobah. Bagi para investor, hasil sidang umum MPR merupakan jaminan akan adanya kestabilan politik dan ekonomi untuk sekurangnya lima tahun mendatang. Bagi para calon investor non AS, merosotnya nilai dollar belakangan ini merupakan perangsang untuk melakukan investasi di luar negaranya. Jadi memang ada harapan bahwa aliran investasi di Indonesia baik dari PMA maupun PMDN akan meningkat sebentar lagi. Menurut Barli Halim, untuk tahun anggaran berjalan ini, Indonesia memerlukan investasi US$1200 juta, atau aliran yang dua kali lipat dari jumlah tahun sebelumnya. Sampai Januari kemarin jumlah permohonan penanaman modal yang sudah diproses BKPM berjumlah US$6600 juta dari PMA dan sekitar Rp 2600 milyar dari PMDN yang meliputi 800 proyek PMA dan 2800 proyek PMDN. Tentu rencana investasi yang sudah direalisir jauh kurang dari jumlah tersebut. Setiap proyek memerlukan waktu beberapa tahun untuk mendapat persetujuan dari BKPM. Selama Masih Inflasi Memang jumlah investasi besar itulah yang diperlukan ekonomi Indonesia untuk mempertahankan momentum pertumbuhannya 7,5 atau 8% setahun. Mengingat bahwa beberapa tahun terakhir ini, capital output ratio sebesar 3% sudah dicapai, dan kalau untuk mencapai sasaran pertumbuhan sebesar 7,5% itu Produk Domestik Bruto harus mencapai Rp 9700 milyar, berarti Indonesia memerlukan pembentukan modal bruto sebesar Rp 5100 milyar. Kalau dari APBN 78/79 pemerintah menyediakan Rp 3100 milyar untuk investasi, maka ini berarti keperluan Rp 2000 milyar yang harus merupakan investasi PMA dan PMDN. Ini akan sukar dicapai. Itu tak berarti pemerintah lalu akan membuka lebar pintu untuk investasi. Daftar skala prioritas sudah dirumuskan, dan jelas yang diutamakan adalah investasi untuk proyek padat karya. Bertambah 1 juta tenaga kerja setiap tahun, tapi hanya beberapa puluh ribu saja yang sanggup disedot oleh proyek baru. Maka jelas unsur kemampuan daya sedot tenaga kerja merupakan daftar urutan tertinggi bagi pemerintah untuk pertimbangan persetujuan investasi. Barli Halim menyebut industri pakaian jadi dan elektronika sebagai contoh industri yang daya serap tenaga kerjanya cukup besar. Di front lain, Gubernur Rachmat Saleh menjanjikan bantuan Bank Indonesia kepada lembaga keuangan di Jakarta "dengan syarat mereka mau memberi pinjaman jangka panjang kepada perusahaan pribumi." Dia melihat peranan yang cukup penting bagi lembaga keuangan dalam mendorong investasi di dalam negeri. Selama ini peranan lembaga keuangan masih sedang-selang saja baik dalam pemberian pinjaman maupun dalam penyertaan modal. Jumlah pinjaman mereka kini sudah mencapai US$25 juta. Apakah lembaga keuangan akan memanfaatkan kesempatan yang diberikan Bank Sentral? Yang jelas adalah kredit perbankan masih dibatas oleh plafon yang ditetapkan BI. Dengan demikian sulit bagi pengusaha untuk memperluas usahanya, mengingat sebagian besar dana mereka berasal dari kredit bank. Dan BI tak akan segera mau menurunkan plafonnya, apalagi melihat inflasi April kemarin yang melonjak dengan 1,8%. Selama inflasi belum terkendali sepenuhnya, selama itu pula para calon investor tak bisa berharap bank akan bermurah dengan pemberian kreditnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus