Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Salah Tafsir Mondale

Kunjungan Wapres AS Walter Mondale ke Jakarta mengeluarkan keputusan tentang pungutan pajak bagi pengusaha minyak as di Indonesia. AS mengimpor LNG dari Indonesia meski belum ada rumusan eskalasi harga. (eb)

20 Mei 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BANYAK orang telah dibuat terkejut ketika Wakil Presiden AS Walter Mondale berkunjung di Jakarta. Sekalipun cuma 40« jam, orang Nomor 2 di AS itu telah melontarkan sejumlah hasil yang semula tak diduga -- dan membuat senang para pejabat di sini. Dia mengemukakan bahwa Dinas Pajak AS (InternaI Revenue Service) sudah setuju tak lagi akan memungut pajak terhadap para pengusaha minyak AS 'bagi-hasil' yang beroperasi di Indonesia. Dia juga menyatakan Washington sudah setuju untuk menerima rumusan eskalasi (peningkatan) harga LNG dari Indonesia (lihat TEMPO 13 Mei, Nasional). Tak kurang dari Menko Ekuin Widjojo Nitisastro yang menyambut keputusan itu. Sehari setelah Mondale meninggalkan Jakarta, Widjojo mengumumkan bahwa keterangan Mondale tentang eskalasi harga LNG dari Indonesia itu berarti AS akan mengimpor gas alam cair dari lapangan Arun di Aceh itu. Menurut Widjaja dengan demikian AS perlu membangun perluasan proyek LNG di Arun, dan merencanakan pendirian pangkalan di pantai barat California untuk kelak menampung LNG dari Indonesia. Tapi kegembiraan itu rupanya cair lagi sebelum Mondale kembali ke Washington. Iriengutip "sumber-sumber AS" di Jakarta, harian The Asian Wallstreet Journal (11 Mei) menulis bahwa Departemen Energi di AS tak pernah menyeujui rumusan eskalasi harga LNG dari Indonesia. Mondale, yang dikabarkan telah mengkontak Washington sesaat setelah tiba di Jakarta, dianggap telah salah tafsir. Departemen Energi AS memang setuju untuk mengimpor LNG dari Indonesia, tapi masih belum setuju tentang persyaratan harganya. Departemen Energi di AS sendiri kemudian menyatakan belum dicapai rumusan harga untuk penjualan LNG dari Indonesia ke AS. Berbeda dengan Jepang, Pemerintah AS memang lebih ketat dalam menenukan harga gas alam di dalam negerinya. Tapi dengan persetujuan Congress, Eederal Poer Commission (FPC) sebagai penentu harga gas alam di AS, secara bertahap --sampai dengan tahun 1985 -- akan menyerahkan penentuan harga gas alam itu pada kekuatan pasar. Beleid baru itu diperkirakan akan membuat harga gas alam di dalam negeri meningkat. Selain membuat senang para pengusaha gas alam di AS, pada gilirannya diharapkan beleid baru itu akan bisa menampung harga LNG dari Indonesia. Rencana ekspor LNG dari Indonesia ke AS itu memang terkatung-katung sejak 1973. Ketika itu Pacific Indonesian LNG Co -- perusahaan patungan antara Southern California Gas Co. dengan Pacific Gas & Electric Co -- telah teken kontrak dengan Pertamina untuk mengimpor LNG sebanyak 620 milyar BTU sehari selama 20 tahun, atau sekitar 3« juta ton LNG setahun. Kemudian pada Januari 175 kedua pihak membuat amandemen terhadap perjanjian 1973. Harga (baseprice) LNG Arun itu dinaikkan menjadi US$ 1,25/juta BTU, ditambah kenaikan 50% mengikuti kenaikan harga ekspor minyak Indonesia, dan 50% lainnya mengikuti index bahan bakar (fuel) di AS sendiri. Tapi harga plafon gas alam yang ditetapkan pemerintah AS adalah US$ 1,42 per juta BTU. Ini dianggap terlalu rendah untuk bisa menerima rumusan harga LNG dari Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus