PESTA yang meriah telah menutup sidang informil para delegasi
OPEC (negara pengekspor minyak) di Taif, ibukota Arab Saudi di
musim panas. Sheik Zaki Yamani, Menteri Perminyakan Arab Saudi,
telah mengajak para utusan yang semuanya menteri itu untuk turut
serta dalam tari pedang, salah satu acara yang khusus
dipertunjukkan malam itu. Esoknya, hari Minggu, mereka
diberitakan diajak berpiknik.
Sidang dua hari (5 - 7 Mei) di Taif itu, menggantikan rencana
pertemuan informil di Jenewa di awal April yang batal itu,
memang diliputi suasana piknik dan rekreasi. Tapi mereka juga
mendiskusikan segala hal di seputar minyak, termasuk harganya,
sebagai persiapan sidang OPEC di Jenewa 17 - 18 Juni.
Di luar dugaan segenap para Menteri OPEC hadir di Taif. Termasuk
Menteri Perminyakan Irak, Tayeh Abdul Karim yang mulanya
menyatakan tak merasa perlu datang, kalau Arab Saudi dan Iran
tetap saja bersitegang untuk membekukan harga minyak dalam tahun
ini. Dalam pertemuan itu wakil tetap dari Irak itu masih
bersuara keras. Dia mendesak agar pembayaran minyak itu
dikaitkan dengan mata uang kuat lain di dunia, asal jangan
dengan dollar AS yang makin tak menentu kursnya itu.
Banyak anggota yang merasa prihatin mengingat petrodollarnya itu
makin berkurang saja nilainya. Termasuk Indonesia, yang kali ini
diwakili oleh Menteri Pertambangan dan Enerji Dr Subroto.
Sebagai orang baru Subroto tentunya belum bicara banyak dalam
sidang itu. Tapi sekembali dari Taif, dia juga menyatakan bahwa
Indonesia sudah terpukul dua kali. Menurut Subroto, selain
merosotnya nilai dollar, sebagian besar dari ekspor minyak
Indonesia menuju ke Jepang. Maka mengingat nilai Yen makin naik
gengsinya terhadap dollar, nilai rupiah kita yang dikaitkan
dengan dollar otomatis sudah mengalami depresiasi.
Semua itu memang tak disangkal oleh tuan rumah Yamani dan
rekannya dari Iran, Mohamad Yeganeh. Tapi kedua wakil raksasa
minyak itu toh tetap bersitegang agar harga minyak yang
rata-rata $12,80 per barrel itu tak diutik-utik. Menurut
Reuters, Menteri Yamani bahkan menganjurkan agar pembekuan harga
itu berlangsung sampai tiga-empat tahun mendatang.
Alasan yang dikemukakan Arab Saudi adalah masih kuatnya glut
atau persediaan minyak yang berlebih di negara-negara industri
Saudi sendiri, yang sejak lama mengerem produksi hariannya
hingga sekitar 8 juta barrel, kabarnya merencanakan akan menekan
lagi hingga sekitar 6 juta barrel sehari. Ini, oleh Yamani,
dipandang salah satu cara yang baik untuk mempertahankan harga
minyak sekarang. Dengan kata lain, Arab Saudi sebenarnya
beranggapan, harga yang sekarang itu sesungguhnya sulit untuk
dipertahankan.
Kalau pandangan Arab Saudi sudah begitu, bisa dipastikan di
Jenewa nanti OPEC akan keluar lagi dengan keputusan untuk tak
memutuskan sesuatu, alias harga minyak akan beku lagi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini