Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Amerika Serikat Mundur dari Perjanjian Paris, Bahlil: Indonesia dalam Posisi Dilematis

Bahlil mempertanyakan konsistensi negara lain menjalankan kesepakatan Perjanjian Paris yang semula bersemangat kini berbalik arah

31 Januari 2025 | 09.53 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia dan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita (Kanan) dalam Rapat Satgas Hilirisasi dan Ketahanan Energi di Kementerian ESDM, 17 Januari 2025. Tempo/Dani Aswara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia, menanggapi langkah Amerika Serikat yang menarik diri dari Perjanjian Paris (Paris Agreement). Menurutnya, sejumlah negara yang dulu berperan sebagai penggagas perjanjian tersebut kini justru mulai meninggalkan komitmen mereka, termasuk Amerika Serikat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bahlil mempertanyakan konsistensi negara-negara lain yang semula bersemangat kini berbalik arah. ""Energi Baru Terbarukan ini kan komitmen dari Paris Agreement. Yang menginisiasi Paris Agreement perlahan-lahan sudah mulai mundur. Amerika sudah mulai mundur," katanya dalam acara Beritasatu Outlook 2025 di Jakarta, Kamis, 30 Januari 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dulu pada saat menjabat sebagai Menteri Investasi, ia melihat tren investasi global sangat berpihak pada proyek berbasis energi hijau. Pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT) membutuhkan biaya yang jauh lebih tinggi dibandingkan energi fosil. “Green energy itu cost-nya pasti lebih mahal dan waktu itu kan kami mau tidak mau harus ikuti konsensus itu,” kata Bahlil.

Indonesia, kata Bahlil, kini berada dalam posisi yang sulit. Di satu sisi, ada komitmen untuk mengurangi emisi dan beralih ke energi yang lebih bersih, tetapi di sisi lain, biaya transisi yang besar menjadi tantangan tersendiri. “Kami sebenarnya berada dalam posisi yang sangat dilematis dalam mengikuti arus ini. Ini realitas yang tidak bisa kami tutupi,” ujarnya.

Donald Trump menyatakan menarik Amerika Serikat dari Perjanjian Paris yang dihasilkan dari Konferensi Perubahan Iklim 2015. Pernyataan tersebut tertera dalam Perintah Eksekutif setelah Trump dilantik pada Senin, 20 Januari 2025. Trump menandatangani Perintah Eksekutif di atas panggung di hadapan para pendukungnya di sebuah arena di Washington DC. Dia menyebut aksinya tersebut untuk menghentikan 'tipuan perjanjian iklim Paris yang tidak adil dan sepihak.'

Perjanjian Paris tentang perubahan iklim diadopsi pada 2015 oleh 195 anggota Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim. Tujuannya, untuk membatasi peningkatan suhu rata-rata global hingga jauh di bawah 2 derajat Celcius di atas tingkat pra-industri, dan sebaiknya mendekati 1,5 derajat Celcius.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus