Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Para ilmuwan Uni Eropa menilai Januari 2024 sebagai bulan terpanas dibanding Januari pada tahun-tahun sebelumnya. Peningkatan suhu panas ini dipicu oleh perubahan iklim, perilaku manusia, dan fenomena El Nino yang menghangatkan permukaan air laut di bagian timur Samudera Pasifik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pernyataan ini disampaikan oleh Copernicus Climate Change Service atau C3S Uni Eropa, pada Kamis 8 Februari 2024. Ilmuwannya menyatakan bahwa suhu maksimum pada Januari 2024 adalah yang paling tinggi dalam catatan global sejak 1850.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Wakil Direktur C3S, Samanta Burgess, mengatakan, rekor suhu terpanas Januari 2024 juga menambah periode peningkatan suhu lebih dari 1,5 derajat Celsius dibandingkan suhu global periode pra-industri. Cara terbaik menangkal peningkatan itu dengan mengurangi emisi gas rumah kaca secara tepat.
"Setiap bulan sejak Juni 2023 merupakan bulan terpanas di dunia, dibanding dengan bulan yang sama pada tahun-tahun sebelumnya," kata Burgess.
Ia turut membahas kalau ilmuwan Amerika Serikat memprediksi 2024 akan lebih panas dibandingkan tahun sebelumnya. Walau fenomena El Nino sudah melemah, peningkatan suhu permukaan laut global masih tercatat tinggi dan melampaui rekor global.
Bahkan, kata Burgess, masuknya periode La Nina yang mendinginkan permukaan air laut di bagian timur Samudera Pasifik tidak mempunyai pengaruh cukup untuk mengatasi masalah ini.
Kondisi peningkatan suhu ini juga dinilai oleh para ilmuwan bisa membatalkan target dari Perjanjian Paris 2015, untuk mencegah pemanasan global melebihi 1,5 derajat Celsius. Pemerintahan negara-negara di dunia diharapkan bisa bertindak cepat untuk mengurangi emisi CO2 guna membatasi suhu panas terus meningkat.
"Sebab peningkatan suhu itu berimbas kepada banyak aspek, semisal kekeringan dan naiknya permukaan air laut serta kemungkinan bencana lainnya."
REUTERS