Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Analis kebijakan pangan Syaiful Bahari memprediksi panen beras di Indonesia pada November 2024 akan banyak yang gagal. Pernyataan ini dia sampaikan dalam merespons titik kritis jumlah beras di Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Syaiful mengatakan, Agustus-September tahun ini, masuk musim tanam. Dan dan panen raya baru dilakukan pada November 2024. "Tetapi dengan adanya kekeringan parah di berbagai daerah, maka dipastikan panen raya di November akan banyak yang gagal," kata Syaiful dalam aplikasi perpesanan pada Senin, 2 September 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut dia, kondisi itu akan berdampak pada impor beras dalam jumlah besar seperti 2023. Menurut dia, Agustus 2024 sebenarnya Indonesia sudah mengalami defisit gabah karena panen raya telah lewat. "Kita terbantu sedikit ketika panen raya di bulan Mei-Juni, itu pun hasil panen tidak bisa mencukupi stok beras nasional," tutur dia.
Sebelumnya, Direktur Utama Bulog menyampaikan pemerintah memberikan persetujuan kepada Perum Bulog mengimpor 3,6 juta ton beras pada tahun ini. Hingga Juli 2024, impor beras sudah mencapai 2,4 juta ton, sehingga masih ada 1,2 juta ton kuota beras impor yang belum terealisasi. Rencananya impor 1,2 juta ton harus terealisasi sebelum Desember 2024.
Menurut Syaiful, harga beras medium saat ini sudah menembus harga Rp 14.500-Rp15.000 untuk di Jawa—dan di luar Jawa lebih tinggi. Sebenarnya, pemerintah harus khawatir, kata dia, jika harga beras medium naik melebihi Rp 14 ribu. "Mengingat beras medium ini yang paling banyak dikonsumsi masyarakat," ucap dia.
Selanjutnya, dia mengatakan kenaikan harga beras jenis medium itu akan memicu inflasi. Karena itu pemerintah harus waspada dan hati-hati dalam melihat situasi sekarang. "Pemerintah harus dapat meredam harga beras medium," katanya.
Sebab itu, tak ada pilihan lain—pemerintah harus menggenjot produksi beras jika tak menginginkan impor beras terus-menerus. Namun sejak 2022, dia menjelaskan bahwa tidak ada keseriusan pemerintah memperbaiki tata kelola produksi. Pupuk sampai saat ini yang dijanjikan tidak terealisasi.
Bahkan bendungan-bendungan yang dibangun Presiden Joko Widodo atau Jokowi sampai sekarang belum bisa mengairi sawah-sawah petani. "Karena irigasi tersiernya tidak ada," tutur Syaiful. Upaya minimalis pemerintah melalui pompanisasi juga tidak berjalan maksimal.
Syaiful mengatakan, pemerintah hanya mengambil jalan pintas, yakni impor beras. Namun dia mempertanyakan sikap pemerintah soal mengatasi defisit beras dan membengkaknya impor beras ini bisa diatasi. "Kalau tidak ada keseriusan pemerintah segera memperbaiki produksi dalam negeri," ucap dia.