Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah analis melihat dunia tengah berada di ambang resesi. Beberapa negara maju mulai menunjukkan gejalanya, termasuk Eropa, Inggris, dan Amerika Serikat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan kondisi ini telah direspons oleh pelaku pasar. “Kenaikan inflasi yang sangat tinggi di negara maju yang diikuti respons kebijakan moneter luar biasa dan likuiditas ketat memacu apa yang disebut capital outflow dan volatilitas di sektor keuangan,” ujar Ibrahim Assuaibi dalam keterangannya, Jumat, 7 September 2022.
Ibrahim menyebut Dana Moneter Internasional (IMF) menurunkan proyeksi ekonomi global dari 3,6 persen menjadi 3,2 persen untuk 2022 dan 3,6 persen menjadi 2,9 persen untuk tahun 2023. Menurutnya, kondisi ini akan menekan pertumbuhan ekonomi negara berkembang—termasuk Indonesia.
Indonesia, kata dia, bisa berbangga lantaran ekonominya tumbuh 5,44 pada kuartal kedua 2022. Namun, tantangan luar biasa menanti di depan mata. Jika dunia mengalami resesi—termasuk AS dan Eropa—kondisi ini akan berdampak terhadap capaian ekspor Indonesia.
Baca juga: Bahlil Sebut Minimnya SDM Berkualitas Hambat Hilirisasi: Harus Berbesar Hati Terima dari Luar
Laju ekspor Indonesia diperkirakan melorot. “Karena permintaan turun. Jika demikian, otomatis harga komoditas akan melemah,” tutur Ibrahim.
Selain itu, Bank Indonesia (BI) melaporkan posisi cadangan devisa Indonesia pada September 2022 turun US1,4 miliar menjadi US$130,8 miliar dibandingkan dengan posisi pada bulan sebelumnya. Meskipun cadangan devisa turun, posisinya masih setara dengan pembiayaan 5,9 bulan impor atau 5,7 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah.
Selain itu, berada di atas standar kecukupan internasional sekitar tiga bulan impor. “Terkurasnya cadangan devisa lantaran terdapat kebutuhan untuk stabilisasi nilai tukar rupiah sejalan dengan masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan global,” ucap Ibrahim.
Dia menyebut BI memandang cadangan devisa Indonesia tetap memadai. Sebab, ada dukungan stabilitas dan prospek ekonomi yang terjaga. “Ini seiring dengan berbagai respons kebijakan dalam menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan guna mendukung proses pemulihan ekonomi nasional,” ujarnya.
Baca juga: Presiden Targetkan 180 Ribu Mobil Diekspor dari Patimban
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.