Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Antara uang dan jabatan

Persaingan antar bank dan berdirinya kantor bank baru serta kantor cabang, cabang pembantu baru, mendorong bajak-membajak tenaga manajer bank. daya tarik utamanya: uang dan jabatan yang lebih tinggi.

6 Mei 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERSAINGAN antarbank, setelah turunnya Paket Oktober 1988, bukan cuma terbatas pada memperebutkan nasabah dengan rangsangan bunga tinggi dan berbagai fasilitas. Mereka juga berebut tenaga bankir profesional. Sehingga, dalam beberapa bulan terakhir ini saja, sudah terjadi pembajakan puluhan manajer bank. Soal bajak-membajak tenaga manajer di kalangan perbankan sebenarnya bukan barang baru. Ini sudah terjadi sejak beberapa tahun yang lampau. Tapi kali ini jumlahnya tergolong tinggi. Sebagai misal, di Bank Niaga. Menurut sebuah sumber, ada delapan manajer dan seorang dengan jabatan setingkat general manager yang angkat kaki. Juga di Bank Duta. Konon, ada beberapa manajernya yang terbang ke bank lain. Sedangkan di Citibank, hal semacam ini sudah menjadi "tradisi" sejak dulu. Bahkan Bank yang berinduk di Amerika ini nyaris disebut sebagai pabriknya manajer bank. Sebab, hampir sebagian besar jebolannya selalu menduduki kursi-kursi penting di berbagai bank swasta. Contohnya Robby Djohan. Bekas Vice President Citibank itu kini menjadi Presiden Direktur Bank Niaga. "Alumni" Citibank lainnya yang kini menduduki kursi puncak bank swasta ialah Dicky Iskandar Di Nata, sekarang menjadi Direktur Eksekutif Bank Duta, Trenggono Purwosuprodjo (Dirut Overseas Express Bank) dan Roy E. Tirtadji di Lippo Bank. Masih banyak lagi direktur bank yang pada awalnya meniti karir di Citibank. Kecuali gaji, biasanya yang merangsang para manajer untuk angkat kaki dari pos sebelumnya adalah jabatan yang lebih tinggi. Situasi ini akhirnya sampai juga ke telinga Gubernur BI Adrianus Mooy dan Persatuan Bank Swasta Nasional (Perbanas). Konon, Mooy telah memanggil Sekjen Perbanas dan Robby Djohan ke kantornya. Dan ujung-ujungnya, dua pekan lalu Perbanas mengeluarkan sebuah edaran. Isinya, mengingatkan para bankir akan etika perbankan yang berlaku. Misalnya saja, ada bank yang akan menarik manajer dari bank lainnya. Ia disarankan agar memberitahukan dua bulan sebelumnya. "Agar bank yang akan ditinggalkan manajernya bisa bersiap-siap," kata Thomas Suyatno, Sekjen Perbanas. Melarang secara langsung memang tak mungkin. "Sebab, toh manajer juga manusia, yang punya hak asasi," ujar Thomas lagi. Menurut dia, gejolak yang merupakan dampak Pakto ini diperkirakan akan berlangsung hingga tahun depan. Sebab, diduga dalam setahun ini saja akan berdiri sekitar 200 kantor bank baru. Termasuk kantor cabang, cabang pembantu, maupun bank yang baru berdiri -- termasuk bank-bank yang berpatungan dengan bank asing. Dari situ saja, jelas dibutuhkan sedikitnya 500 manajer plus beberapa puluh manajer top. Memang, sudah ada usaha-usaha pemasokan yang dilakukan berbagai lembaga seperti Institut Manajemen Prasetiya Mulya dan Perbanas. Di samping tak sedikit bank yang menyelenggarakan inhouse training. Tapi, menurut Thomas, usaha-usaha itu untuk sementara belum bisa memenuhi kebutuhan yang ada. "Karena permintaannya datang begitu mendadak dan menggebu-gebu, maka perpindahan karyawan tak bisa dihindarkan," ujarnya. Hal itu sudah pula tercium Robby Djohan, kendati ia mengaku hanya sebagai salah satu manajer yang pindah ke Bank Niaga sekadar untuk meningkatkan karir. "Saling bajak di antara bank swasta akan berdampak negatif pada hubungan yang selama ini terjalin harmonis." Apalagi, katanya, kalau perpindahan itu terjadi di tingkat karyawan. "Itu tak beda dengan rombongan sirkus. Perusahaan nantinya hanya dianggap sebagai rumah indekosan belaka," tuturnya. Bank Niaga sendiri, dalam rangka Pakto, akan membuka sekitar 20 cabang. Artinya, bank yang terkenal konvensional ini akan membutuhkan paling tidak 80 manajer (termasuk pimpinan cabang) plus 300 karyawan biasa. Tapi Robby tak khawatir."Kami mempunyai sarana pendidikan sendiri," katanya. Bank yang dipimpin Robby itu setiap tahunnya sengaja menyisihkan Rp 2,5 milyar untuk dana pendidikan. Sebab, yang direkrut, menurut Robby, selalu orang-orang mentah yang belum mengenal dunia perbankan. Itu memang memakan waktu. "Tapi kalau mau memperoleh karyawan yang punya dedikasi tinggi, harus begitu," kata Robby. Alasan yang sama dikemukakan juga oleh Dicky Iskandar Di Nata. "Saya pindah ke Bank Duta bukan karena soal gaji," katanya. Konon, ketika pindahan pada tahun 1979, gajinya malah turun. Dengan kata lain, Dicky loncat karena ingin mengembangkan karir. Dan seperti halnya Bank Niaga, Bank Duta pun kelak membutuhkan sekitar 50 manajer tambahan untuk cabang-cabangnya yang baru. Tapi ia tak khawatir, sebab tiga lantai di kantor pusat di Jalan Kebon Sirih sudah lama digunakan untuk bidang pendidikan. Menurut Dicky, menciptakan manajer bank tidaklah semudah memhina manajer perusahaan biasa. Profesi di bank sangat pesial. Dan saking spesialnya. katanya, seorang presiden direktur pada sebuah perusahaan belum tentu hisa menjadi manajer pada sebuah bank. Lantas apa kata Citibank, yang sudah terlalu sering ditinggalkan manajer-manajer profesionalnya? Pieter Korompis, salah seorang wakil presiden direktur di sana, mengemukakan bahwa setiap tahunnya Citibank selalu melahirkan manajer-manajer baru. Dan seiring dengan itu, setiap tahun pula, sedikitya ada tiga manajer yang "dilepas" ke bank lain. "Mungkin bank lain melihat kualitas orang-orang Citibank bisa dipercaya," kata Pieter. Terlepas dari berbagai usaha pendidikan yang diselenggarakan oleh tiap-tiap bank, resep mengikat manajer tetap cuma ada dua, yaitu uang dan jabatan. Sebab, bagaimanapun, mereka tak mungkin pindah dari sebuah bank kalau tidak ada iming-iming berupa pendapatan dan jabatan yang lebih menarik. Di pasaran, terlihat gaji seorang manajer bank paling rendah Rp 1,5 juta. Sementara itu, untuk tingkat direktur ke atas, tak kurang dari Rp 5 juta. Karena itu, wajar bila Anwary Suryaudaya, Direktur Bank NISP, tak khawatir akan pembajakan manajernya. "Sebab, di bank kami, kesejahteraan karyawan sudah lebih layak. Dan itu merupakan jaminan proteksi tersendiri," ujarnya.Budi Kusumah, Liston P Siregar, Budiono Darsono (Jakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum