Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Pialang: mengobral janji

PT Aksara Kencana-pialang bursa saham-menawarkan bunga 35% setahun. pendapat beberapa pialang tentang PT Aksara Kencana. mereka masih ragu dan belum berani mengikuti jejak PT Aksara Kencana.

6 Mei 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEMAKIN canggih, kiat pialang menghadapi banjir uang ke pasar modal. Melihat saingan bunga deposito yang menawan, lebih dari 17,5% setahun, PT Aksara Kencana -- yang menjadi pialang di bursa saham -- memikat nasabah lebih fantastik. "Saya berani beri 35% setahun," kata Direktur PT Aksara Kencana Agus Salim Abbas. Tak beda dengan deposito, Abbas cuma mint nasabah menaruh uang. "Urusan selanjutnya, biar saya yang pusing 18 jam sehari," katanya berpromosi. Seperti halnya deposito, jangka waktu "penitipan" uang kepada PT Aksara Kencana juga bervariasi. Bisa 3, 6, atau 12 bulan. Setelah jatuh tempo, nasabah boleh mengambil uang plus bunganya. "Kalau mau ditanam lagi juga boleh," katanya. Duit nasabah yang terkumpul dipakai PT Aksara Kencana -- sebagai pialang -- untuk jual beli saham. Untung didapat dari selisih harga yang terjadi tiap hari di lantai bursa saham itu. Jika nasabah main jual beli sendiri, dengan bantuan pialang tertentu, mungkin keuntungan rata-rata setahun diperkirakan masih jauh di bawah jumlah yang ditawarkan PT Aksara Kencana. Bahkan pialang lain, seperti Jannes Naibaho dari PT Danareksa tak seberani Abbas. Ia hanya berani menaksir besarnya capital gain yang bisa didapat dari lantai bursa rata-rata 16% setahun. Artinya, jauh di bawah angka yang ditawarkan PT Aksara Kencana. Ini belum termasuk pembagian deviden yang rata-rata besarnya 5%. Maka tak heran jika ada pialang yang bertanya-tanya. Abbas sendiri juga mempertanyakan mengapa para pialang sekalipun belum yakin dengan cara PT Aksara Kencana. Padahal sedikitnya sudah Rp 200 juta tertanam di perusahaannya. Sebagian malah mengecamnya. "Itu nonsens," kata seorang broker -- istilah keren untuk pialang. Alasan mereka rata-rata sama: harga saham, siapa yang bisa meramal. "Makanya kami tak berani janji pasti memberi keuntungan. Apalagi sampai 35 % setahun," tutur sesama pialang yang lain. Ternyata Abbas tak gentar dengan berbagai macam pendapat broker lain. "Perhitungan saya, paling tidak, sebulan ada untung 5 %." Dari situ ia ambil 2 %, sisanya buat nasabah. Abbas juga punya keuntungan lain yaitu deviden -- yang dalam perjanjian dengan nasabah disebut menjadi haknya. Sedangkan nasabah tak perlu pusing memikirkan komisi 1% yang biasanya dipungut pada saat transaksi. PT Aksara Kencana tak mengutipnya. Perhitungan PT Aksara Kencana didasarkannya pada naik turunnya harga saham yang cukup bergelombang. Ia mencontohkan saham PT Jakarta International Hotel yang pada waktu diluncurkan cuma Rp 3.500. Begitu masuk bursa sudah jadi Rp 8.000 atau naik 128%. Selain itu, tak pernah ia membelanjakan uang nasabahnya hanya untuk satu macam saham. Dengan membeli bermacam saham, ada kemungkinan: yang satu rugi, tapi ditutup keuntungan yang lain. Semua itu, kata Abbas, didapat dari pengalamannya selama hampir 15 tahun bergelut dalam bursa saham. Sejak 1975 Abbas, yang selalu berjas dan berdasi ini, sudah memulai di PT Perdanas yang menjual beli saham asing. Ketika perusahaan itu bangkrut, ia tetap tak lepas dari dunia bursa. Tahun 1973, bersama 17 orang rekan, ia mendirikan PT Aksara Kencana. Sebagai pialang, tentu, Abbas juga pernah rugi. "Untuk melunasi pembayaran, kemarin, saya harus jual saham, dan rugi Rp 150 juta," tuturnya. Namun ia menjamin bahwa nasabah tak akan menanggung kerugian ini. "Mereka tetap akan mendapat keuntungan sesuai kontrak." katanya. Menanggapi kiat ini, Ketua Bapepam MaQuki Usman agak hati-hati. "Harus lihat kontraknya dan bagaimana jelasnya," katanya. Sebagai juragan pasar modal, memang ia tak membantah adanya kemungkinan keuntungan sebesar yang ditawarkan Abbas. Apalagi sekarang ini, naik turunnya harga saham tak lagi dibatasi seperti sebelum Pakdes 1987 yang tak boleh lewat 4% sehari. Para broker lain pun masih rag. Mereka belum berani mengikuti jejak PT Aksara Kencana. "Terlalu riskan," kata mereka.Yopie Hidayat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum