Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Berita Tempo Plus

Mengejar Ganti Rugi Tumpahan Minyak Montara

Pemerintah akan kembali mengajukan gugatan ganti rugi atas tumpahan minyak anjungan Montara di perairan Australia yang terjadi 13 tahun silam. Tuntutan bakal dilayangkan lewat pengadilan dalam dan luar negeri. 

25 November 2022 | 00.00 WIB

Pencemaran minyak di Laut Timor terjadi akibat meledaknya anjungan minyak Montara pada 21 Agustus 2009. ANTARA/Istimewa
Perbesar
Pencemaran minyak di Laut Timor terjadi akibat meledaknya anjungan minyak Montara pada 21 Agustus 2009. ANTARA/Istimewa

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

JAKARTA — Pemerintah masih mengejar ganti rugi kerusakan lingkungan akibat tumpahan minyak dari anjungan pengeboran di Montara, Blok West Atlas, perairan Australia, yang terjadi 13 tahun silam. Kali ini, Indonesia bersiap melayangkan gugatan perdata.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Alue Dohong menyatakan terdapat dua petitum dalam gugatan kasus tumpahan minyak Montara tersebut. Pertama, ganti rugi terhadap kerusakan perairan laut, termasuk kerusakan ekosistem, seperti mangrove, padang lamun, dan terumbu karang. Kedua, Indonesia juga meminta biaya pemulihan kerusakan lingkungan yang timbul hingga saat ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Menurut Alue, pihaknya masih menghitung total ganti rugi yang bakal dituntut. Namun, berdasarkan estimasi sebelumnya, nilai kerusakan lingkungan yang timbul setara dengan Rp 23 triliun dan biaya pemulihannya sebesar Rp 4,4 triliun. "Itu bisa jadi berkembang lebih besar (jumlahnya) ke depan," kata dia, kemarin. Pasalnya, tim KLHK sedang menghitung efek pencemaran lingkungan yang ternyata masih terasa sampai saat ini.

Angka estimasi itu muncul dari perhitungan KLHK saat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada September 2017. Saat itu, Kementerian menggugat tiga perusahaan asal Thailand yang mengelola ladang minyak Montara: PTT Exploration and Production, Petroleum Authority of Thailand Exploration and Production Australasia, dan Petroleum Authority of Thailand Public Company Limited.

Ketua Satgas Penanganan Kasus Tumpahan Minyak Montara Purbaya Yudhi Sadewa (kiri) dan Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut B. Pandjaitan (tengah) dalam konferensi pers ihwal kasus tumpahan minyak Montara, di Jakarta, 24 November 2022. ANTARA/Ade Irma Junida

Namun, pada Februari 2018, gugatan tersebut dicabut kembali. "Ini strategi kami untuk memenangi peperangan," ujar Ketua Satuan Tugas Penanganan Kasus Montara, Purbaya Yudhi Sadewa. Pasalnya, pada saat yang bersamaan, sedang berlangsung gugatan kelompok yang diajukan 15 ribu nelayan dan petani rumput laut di Nusa Tenggara Timur yang terkena dampak tumpahan minyak ke Pengadilan Federal Australia.

Sekarang, setelah gugatan class action tersebut dimenangi para petani, KLHK bisa menjadikan putusan tersebut sebagai penguat bukti kerusakan lingkungan akibat tumpahan minyak Montara. Jika tak ada aral melintang, pemerintah bakal memasukkan gugatan pada semester pertama tahun depan.

Sama seperti gugatan sebelumnya, Indonesia bakal menggugat tiga perusahaan pengelola ladang minyak Montara. "Tapi tidak akan terbatas ke perusahaannya saja. Pemerintah Australia juga bisa," kata Purbaya. Meskipun, menurut dia, langkah tersebut masih dalam kajian.

Purbaya mengatakan, upaya pemerintah mengejar tanggung jawab perusakan lingkungan tidak hanya lewat pengadilan di dalam negeri. "Kalau jadi, akan menuntut di luar negeri juga. Hal ini akan dikoordinasikan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia."

Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan Indonesia serius menuntut tanggung jawab atas kerusakan lingkungan yang ditimbulkan tumpahan minyak Montara. Dia meminta tim mengumpulkan bukti yang lengkap dan mengambil sikap terukur untuk memastikan kemenangan di pengadilan. "Kami tidak mau orang hanya bayar, tidak. Dia harus perbaiki lingkungannya," ujar Luhut.

Kemenangan Nelayan dan Petani NTT

Pada Agustus 2016, sebanyak 15 ribu nelayan dan petani rumput laut NTT bergabung menggugat PTTEP ke Pengadilan Federal Australia. Mereka menuntut perusahaan memberi kompensasi atas kehilangan pendapatan yang dialami setelah tumpahan minyak Montara masuk ke lahan mereka. Mereka meminta ganti rugi sebesar Aus$ 200 juta.

Saat anjungan pengeboran di Montara meledak pada 21 Agustus 2009, minyak mentah tumpah ke laut. Selama satu bulan, setiap hari sekitar 400 barel minyak mentah mengalir. Sumber kebocoran baru bisa ditutup pada 21 September 2009.

Sembilan hari setelah kebocoran berhenti, ditemukan jejak tumpahan minyak pada jarak 51 mil laut dari Pulau Rote. Tercatat 13 kabupaten terkena dampak pencemaran. Akibatnya, petani rumput laut mengalami gagal panen. Pada tahun pertama setelah kebocoran, hasil panen petani berkurang hampir 90 persen. Selain itu, hasil tangkapan ikan nelayan di wilayah Timor Barat anjlok sekitar 85 persen selama periode tersebut.

Pengadilan Federasi Australia telah mengakui adanya kerusakan tersebut dan meminta PTTEP membayar kompensasi. Menurut Luhut, perusahaan asal Thailand itu bersedia membayar Aus$ 192 juta. Artinya, setiap penggugat akan menerima sekitar Aus$ 6.000-7.000. "Ini full and final settlement untuk class action yang dilakukan," kata dia.

Luhut memastikan dana bakal dikirim langsung ke rekening masing-masing nelayan dan petani. Namun dia berharap uang kompensasi dikelola secara profesional agar bisa dimanfaatkan untuk kesejahteraan nelayan dan petani dalam jangka panjang. "Nanti kami berikan asistensi supaya jangan uangnya nanti hilang."

Ketua Yayasan Peduli Timor Barat, Ferdinan Tanoni, mendukung rencana pemerintah untuk menyisihkan sebagian dana kompensasi demi kesejahteraan bersama petani dan nelayan. Menurut dia, bakal ada lembaga yang ditunjuk untuk mengelola dana tersebut. "Saya pikir hal itu perlu, dan diharapkan tidak dalam waktu terlalu lama (bisa direalisasi)."

VINDRY FLORENTIN | MAJALAH TEMPO

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Vindry Florentin

Vindry Florentin

Lulus dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran tahun 2015 dan bergabung dengan Tempo di tahun yang sama. Kini meliput isu seputar ekonomi dan bisnis. Salah satu host siniar Jelasin Dong! di YouTube Tempodotco

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus