Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah pemerintah daerah di Indonesia telah mengumumkan kenaikan tarif pajak dan jasa tertentu (PBJT) untuk kategori hiburan. Tarif pajak tersebut berlaku mulai 2024. Ketetapan tersebut berdasarkan pada UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Besaran tarif PBJT bervariasi, ada yang 10 persen dan ada yang berkisar 40-75 persen. Jenis hiburan apa saja yang dikenai pajak hingga 75 persen?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dengan mengacu pada Pasal 55 ayat (1) UU HKPD Nomor 1 Tahun 2022, jasa kesenian dan hiburan yang menjadi objek PBJT meliputi tontonan film atau bentuk tontonan audio visual lainnya yang dipertontonkan secara langsung di suatu lokasi tertentu, pergelaran kesenian, musik, tari, dan/atau busana, serta kontes kecantikan.
Selain itu, objek PBJT kategori jasa kesenian dan hiburan, termasuk kontes binaraga, pameran, pertunjukan sirkus, akrobat, dan sulap, pacuan kuda dan perlombaan kendaraan bermotor, permainan ketangkasan.
Tak hanya itu, ada pula hiburan dengan menggunakan tempat/ruang dan/atau peralatan dan perlengkapan untuk olahraga dan kebugaran, rekreasi wahana air, wahana pendidikan, wahana ekologi, wahana salju, wahana budaya, wahana permainan, agrowisata, pemancingan, serta kebun binatang. Kemudian, panti pijat dan pijat refleksi serta diskotik, kelab malam, karaoke, bar, serta mandi uap/spa.
Dari beberapa kategori di atas, hanya jenis hiburan diskotik, karaoke, bar, kelab malam, dan mandi uap/spa yang bisa mencapai pajak tertinggi hingga 75 persen. “Khusus tarif PBJT atas jasa hiburan pada diskotik, karaoke, bar, kelab malam, dan mandi uap/spa ditetapkan paling rendah 40 persen dan paling tinggi 75 persen,” demikian bunyi Pasal 58 ayat (2) UU HKPD.
Angka di atas berbeda jauh dengan tarif hiburan sebelumnya. Dasar pengenaan tarif PBJT sebelumnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Besaran tarif pajak hiburan paling tinggi sebesar 35 persen, sedangkan khusus hiburan kesenian rakyat atau tradisional paling tinggi sebesar 10 persen.
Melonjaknya pajak hiburan tersebut menuai kritik dari Perkumpulan Pengusaha Hiburan Indonesia (Perphindo). Ketua Perphindo Hana Suryani mengkritik regulasi pajak hiburan yang naik 40-75 persen, khususnya di kawasan DKI Jakarta. Dia menyayangkan bahwa kebijakan itu tidak didasarkan kajian berdasarkan perspektif konsumen maupun pengusaha yang berkecimpung di dunia hiburan.
"Harusnya ada tuh kajian-kajian soal konsumen, termasuk jenjang usia dan pemasukan. Lalu, libatkan lagi pengusaha," kata Hana saat dihubungi Tempo, Selasa, 16 Januari 2024. Pajak hiburan, jelas Hana, mestinya diturunkan karena kini pariwisata menjadi salah satu daya tarik wisatawan asing terhadap Indonesia. Dengan demikian, dia menyindir kinerja antarlembaga pemerintah yang tak sinergis.
ANDIKA DWI | MELYNDA DWI PUSPITA | SAVERO ARISTIA WIENANTO
Pilihan Editor: Pengamat Sebut Pengunjung Anjlok Jika Pajak Hiburan 75 Persen