Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Reformasi industri asuransi turut masuk dalam Rancangan Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU PPSK) atau omnibus law sektor keuangan. Salah satu kebijakan utama yang diatur adalah rencana perluasan tugas dan fungsi Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menjadi Lembaga Penjamin Polis (LPP). Artinya, ke depan LPS tak hanya menjamin simpanan dana masyarakat di perbankan, tapi juga harus menjamin polis asuransi yang dibeli dan dimiliki masyarakat dari perusahaan asuransi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketentuan itu sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, yang di dalamnya disebutkan bahwa setiap perusahaan asuransi wajib menjadi peserta program penjaminan polis. Setelah delapan tahun berlalu, kehadiran LPP makin mendesak untuk segera diwujudkan hingga akhirnya masuk dalam substansi RUU omnibus law sektor keuangan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), Bern Dwiyanto, menuturkan langkah ini telah lama dinanti pelaku industri. Harapannya, pembentukan LPP dapat mendorong tingkat kepercayaan masyarakat terhadap asuransi, memberikan dampak positif terhadap perusahaan dan industri asuransi, serta mengembalikan citra perusahaan asuransi.
"Kami tidak berkeberatan LPS berperan menjadi LPP. Hanya, yang perlu menjadi perhatian adalah penyelenggara harus kompeten serta benar-benar memahami isi polis dan aturan yang berlaku, baik pada asuransi jiwa, asuransi umum, maupun asuransi syariah," ujarnya kepada Tempo, akhir pekan lalu.
Suasana transaksi perbankan di Serpong, Tangerang, Banten. ANTARA/Muhammad Iqbal
Tak hanya itu, aturan yang berlaku nanti, menurut Bern, juga harus merinci produk apa saja yang masuk penjaminan, seberapa besar nilai penjaminannya, serta konsekuensi bagi pelaku industri asuransi yang tidak mengelola risiko usahanya dengan baik. "Terakhir, LPP perlu menyesuaikan diri dengan sistem digitalisasi yang telah banyak dibangun perusahaan asuransi," kata Bern. Dengan demikian, LPP dapat memberikan pelindungan dan penjaminan dana nasabah asuransi dengan optimal.
Melindungi Nasabah dari Ancaman Gagal Bayar
LPP nantinya berperan menjaga polis-polis nasabah jika suatu waktu perusahaan asuransi mengalami kendala sehingga terjadi gagal bayar atau ketidakmampuan membayarkan klaim. Adapun cara kerja LPP relatif sama dengan LPS di industri perbankan, dengan tidak semua perusahaan bisa memperoleh jaminan dari LPP.
"Hanya perusahaan asuransi yang telah mematuhi semua persyaratan atau perusahaan yang tata kelolanya dinilai baik menurut hasil asesmen yang bisa memperoleh penjaminan, dan terdapat klasifikasi-klasifikasi tertentu dalam penjaminannya," ucap Bern. Ketentuan lengkap mengenai pembentukan LPP, kata dia, masih dalam pembicaraan regulator, asosiasi, industri asuransi, dan pemangku kepentingan lainnya.
Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), Togar Pasaribu, menambahkan, nilai penjaminan ke depan akan disesuaikan dengan perkembangan situasi dan kondisi industri serta perekonomian. Perusahaan asuransi juga diharapkan patuh pada ketentuan LPP dengan membayar iuran kepesertaan dan iuran berkala penjaminan agar polis milik nasabahnya memperoleh penjaminan dari LPP. "Iuran akan didasarkan pada tingkat risiko yang dimiliki perusahaan. Makin tinggi risiko perusahaan asuransi tersebut, iurannya makin tinggi," ucap Togar.
Ketua Umum Asosiasi Broker Asuransi dan Reasuransi Indonesia, Kapler Marpaung, mengatakan tugas LPS secara umum memang dimungkinkan diperluas untuk mengelola jaminan premi dan polis nasabah asuransi. "Memperluas fungsi LPS itu jauh lebih efektif dan efisien dibanding membentuk lembaga baru. Namun LPS tentu harus menambah sumber daya manusia yang benar-benar dapat mengenali risiko perusahaan perasuransian," ujarnya.
Sementara itu, sebelumnya petinggi LPS memberikan respons positif serta menyambut rencana perluasan tugas dan fungsi lembaga menjadi penyelenggara jaminan premi asuransi. "Pada prinsipnya, LPS selalu siap menjalankan aspirasi masyarakat yang disalurkan melalui DPR. Kami selalu siap menjalankan amanat undang-undang," kata Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa.
Berdasarkan draf RUU PPSK, LPS disebut berfungsi menyelenggarakan penjaminan polis bagi pemegang polis, tertanggung, atau peserta. Wewenang yang nantinya dimiliki LPS antara lain menetapkan iuran awal dan berkala perusahaan asuransi serta ketentuan pembayaran penjaminan polis. LPS juga bertanggung jawab atas pengelolaan serta penatausahaan aset dan kewajiban penyelenggaraan program penjaminan polis, serta memisahkannya dengan pencatatan aset penjaminan simpanan. Adapun saat ini RUU tersebut telah masuk Program Legislasi Nasional 2023 yang diusulkan DPR untuk segera dibahas bersama pemerintah.
GHOIDA RAHMAH
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo