Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani menyebut pemerintah perlu mengkaji lebih lanjut ihwal implementasi cukai terhadap minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Shinta menilai kebijakan tersebut tidak boleh diterapkan secara gegabah. “Kami melihat ini perlu sosialisasi dan edukasi yang lebih jelas untuk masyarakat yang akan mengkonsumsi, jadi saya rasa ini kita nggak bisa terlalu terburu-buru untuk menetapkan sebuah kebijakan karena perlu jelas pengetahuan yang lebih luas,” ucap dia ketika ditemui di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, pada Senin malam, 13 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada saat penerapan cukai tersebut, menurut Shinta, industri bakal membutuhkan waktu untuk menyesuaikan kadar pemanis atau gula dalam produknya dengan aturan yang diterapkan pemerintah. “Ini kan sesuatu yang masih baru,” ucap dia. “Karena banyak produk Indonesia juga, nggak bisa langsung mengganti kadar (pemanis) seperti itu, jadi itu perlu waktu.”
Shinta mengatakan pemerintah perlu memastikan penerapan pungutan tarif minuman berpemanis ini tak hanya memperhatikan unsur kesehatan saja, tetapi juga para pelaku usaha. “Jangan kemudian malah menjadi sesuatu yang merugikan untuk industri,” ujarnya.
Apindo bersama dengan pelaku industri maupun retail, kata Shinta, terus bekomunikasi intens dengan pemerintah untuk memberikan masukan-masukan mengenai pengenaan tarif terhadap MBDK. “Di sini kami mau melihat yang penting implementasinya bakal seperti apa,” ujar dia.
Sebelumnya, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan memastikan implementasi cukai untuk minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) mulai berlaku pada paruh kedua tahun 2025. “Saat ini target untuk implementasi memang sesuai APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) di semester kedua,” tutur Kasubdit Tarif Cukai dan Harga Dasar DJBC Akbar Harfianto di Jakarta pada Jumat, 10 Januari 2025.
Akbar menegaskan prioritas utama implementasi cukai MBDK ialah untuk mengendalikan konsumsi gula tambahan di masyarakat. Untuk penerapan cukai MBDK sendiri, pemerintah masih akan melihat referensi dari negara lain. “Tapi terutama kami mengacu kepada unit teknis atau kementerian teknis terkait, berapa sih asupan tambahan gula yang cukup sehat, di Indonesia khususnya,” tutur Akbar.
Menurut dia, pentarifan cukai terhadap minuman berpemanis ini akan mengacu kepada referensi atau aturan dari Kementerian Kesehatan dan juga Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Adapun untuk besaran cukai tersebut, pihak DJBC memastikan tidak akan memberikan beban yang terlalu berat pada awal pengenaan tarif. “Itu juga menjadi catatan karena kami juga memperhatikan kondisi industri yang lain,” katanya.
Pilihan Editor: KKP Cari Pembuat Pagar Laut Ilegal di Tangerang