Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Aral Sebelum Bersinar

Ingin menyiarkan acara layak anak, tanpa batasan waktu. Terancam tergusur dari Jakarta.

23 Januari 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ANAK perempuan berkacamata itu menyanyi syahdu di atas panggung temaram. Di bawah lampu sorot, rambut pirangnya yang dikepang dua mencuat ke atas, semakin berpendar. ”Bersama bintang-bintang,” dendangnya, ”sinari Space Toon....”

Si upik berpipi tembem ini hanyalah boneka, maskot TV anak Space Toon, yang mengudara sejak 24 Maret tahun lalu di Jakarta. Stasiun TV lokal ini tayang selama 16 jam, sejak pukul enam pagi hingga sepuluh malam.

Direktur Utama PT Televisi Anak Space Toon, H. Sukoyo, mengatakan stasiun televisinya ingin menyiarkan acara layak bagi anak-anak, tanpa batasan waktu. Menurut dia, pengaturan waktu acara anak-anak kurang manjur mencegah anak menonton tayangan orang dewasa. ”Anak tetap duduk menonton, meski acara anak-anak telah habis,” katanya.

Space Toon menyasar pemirsa anak-anak dari usia enam hingga 15 tahun. Kini acaranya masih didominasi film kartun impor, terutama dari Jepang, meski bukan film baru. ”Anak-anak tak tahu bedanya,” Sukoyo berdalih, ”Yang penting menarik.” Ada pula tayangan lokal, seperti pertunjukan boneka ala The Muppet Show (Happy Holy Kids), klip video lagu anak-anak (BANDO), dan Mari Menggambar.

Stasiun TV ini didirikan oleh H. Sukoyo dengan dua mitranya, Sugianto Ely dan Tanzania Tobing. Modal awalnya sekitar Rp 15 miliar, dari kantong sendiri plus pinjaman dari bank. Perusahaan ini juga menggandeng mitra dari luar negeri, yakni jaringan TV Space Toon, yang berbasis di Dubai.

Secara global, jaringan yang terbentuk sejak 2000 ini dianggap cukup berpengaruh. Kini jaringan Space Toon menjangkau 22 negara di kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara, serta merambah pula ranah Asia, di antaranya Korea. Jumlah pemirsanya mencapai 130 juta orang di seluruh dunia.

Sukoyo menegaskan, kerja sama dengan jaringan Space Toon hanya terbatas pada suplai film kartun. ”Stasiun TV ini bukan franchise,” kata pensiunan TNI Angkatan Udara itu. Pihaknya berhak menyusun dan menentukan tayangannya sendiri, tanpa intervensi mitranya.

Tak bisa dimungkiri, pemirsa anak-anak adalah pasar potensial. Pengamat media Veven S.P. Wardhana mengatakan, segmen ini tak bisa diabaikan sehingga media cetak nasional pun menyediakan rubrik khusus untuk anak-anak pada hari tertentu. Bahkan Lativi menjalankan program khusus untuk anak melalui program Lativi Kids.

Riset AGB Nielsen Media Research menyatakan, jumlah pemirsa Space Toon menunjukkan grafik meningkat. Angkanya tumbuh di atas lima persen sejak pertengahan tahun lalu. Peningkatan itu tertinggi dibandingkan dengan TV lokal Jakarta lain, seperti O-Channel dan Jak-TV.

Tapi peningkatan itu tak serta-merta menunjukkan mutu program dan porsi iklan. Buktinya, tak satu pun acara anak di Space Toon masuk bursa top ten versi lembaga ini. Program paling diminati untuk anak usia 5-14 tahun adalah Doraemon di RCTI. Sedangkan acara anak di Lativi paling sebatas masuk sepuluh besar.

Veven beranggapan, keberadaan Space Toon sebagai TV lokal sebetulnya berat. ”Butuh investasi tinggi,” katanya. ”Apalagi jika pemasang iklan masih menilai daya jangkau stasiun TV.”

Kemungkinan ini bukannya tak disadari. Sukoyo memperkirakan, perusahaan baru bisa untung pada tahun keempat dan kelima. Sampai sekarang, Space Toon juga belum mampu membuat produk sendiri. Untuk produk lokal, ”Kami berkongsi dengan rumah-rumah produksi,” kata Sukoyo. ”Cari iklan sama-sama, lalu hasilnya dibagi dua.”

Komisi Penyiaran mengkritik tayangan anak di stasiun TV tersebut. ”Space Toon belum memenuhi kebutuhan anak,” kata Amelia Day, anggota Komisi. ”Tayangannya masih murni dagangan.” Menurut dia, masih banyak kekerasan yang tecermin dalam acara Space Toon. Misalnya masih memperlihatkan pedang atau pistol, atau seolah mendorong kecenderungan berkelahi.

Namun, di luar materi tayangan, dia mengingatkan agar Space Toon segera menggeser frekuensinya. Sebab, saluran yang digunakannya saat ini, kanal 27 UHF, akan digunakan untuk digitalisasi. Jika bergeser, Space Toon harus memakai saluran di daerah lain dan tak lagi bisa mengarah ke Jakarta. Sebab, kata Amelia, seluruh saluran TV di Jakarta sebetulnya sudah penuh. ”Tak ada tempat untuk TV lokal,” katanya.

Dara Meutia Uning

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus