Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Manajemen PT ASDP Indonesia Ferry (persero) optimistis bisa terus mendongkrak tingkat permintaan angkutan penyeberangan menjelang akhir tahun ini. Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP, Yusuf Hadi, mengatakan ada dua alasan utama yang membuat volume pergerakan pengguna kapal feri mulai mendekati masa normal sebelum pandemi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Digitalisasi layanan dan peningkatan distribusi barang melalui darat,” ucapnya kepada Tempo, Ahad 15 November 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Meskipun pemerintah masih membatasi keterisian kapal penyeberangan sebesar 70 persen dari kapasitas penuhnya, perusahaan mulai mencatat tren pertumbuhan volume di tujuh pelabuhan penyeberangan pada Juni hingga Oktober lalu.
Pintu jalur feri di Merak (Banten), Bakauheni (Lampung), Ketapang (Jawa Timur), Lembar (Nusa Tenggara Barat), Batam (Kepulauan Riau), Bitung (Sulawesi Utara), dan Kayangan (Nusa Tenggara Barat) menunjukkan kenaikan arus kendaraan roda dua dan roda empat, masing-masing sebesar 10 persen dan sebelas persen.
Menurut Hadi, segmen penumpang pejalan kaki pun masih sempat sepi meski larangan mudik dan pembatasan sosial berskala besar dilonggarkan. Meski tak merincikan data jumlah, manajemen mencatat volume segmen itu kini meningkat sudah delapan persen.
“Masyarakat semakin paham protokol dan berani bepergian,” ucapnya. “Sistem tiket online di empat pelabuhan pun bisa mengurangi antrean, penumpang semakin tak khawatir bertemu kerumunan.”
Bisnis perseroan bidang penyeberangan itu sempat terperosok karena larangan bepergian pada pertengahan 2020. Seperti halnya yang dialami PT Garuda Indonesia (persero) Tbk pada moda udara, dan PT Kereta Api Indonesia untuk layanan sepur, ASDP terancam kerugian besar.
Saat memaparkan kinerja di depan Komisi BUMN Dewan Perwakilan Rakyat pada Mei lalu, Direktur PT ASDP, Ira Puspadewi, mengatakan manajemennya sempat menyusun skenario risiko bisnis, dengan perkiraan kerugian terendah sebesar Rp 68 miliar bila pandemi selesai pada Mei 2020, serta proyeksi kerugian terburuk hingga Rp 478 miliar bila kondisi berlanjut hingga akhir tahun.
Meski belum ada paparan kinerja terbaru, Hadi mengatakan kenaikan arus pengguna jasa pun terjadi di segmen kendaraan barang. Trennya tumbuh 3,1 persen pada Juni-Oktober 2020, setelah sempat turun hampir 10 persen karena sepinya distribusi barang. “Asumsi kami mulai ramai lagi karena pabrik mulai beroperasi,” katanya.
Hal itu diakui Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia, Zaldy Ilham Masita. Menurut dia, distribusi logistik di jalur darat meningkat hingga 30 persen selama tiga bulan terakhir. Jenis kargo umum, mulai dari buah dan sayuran, bahkan alat elektronik, banyak diangkut melalui truk. “Kalau penggunaan truk meningkat otomatis berimbas ke feri penyeberangan,” ujarnya kepada Tempo.
Bahkan, dia menambahkan, pengiriman kargo ekspress dari Jawa ke Bali dan pulau-pulau kawasan timur Indonesia turut menggunakan feri, bukannya pesawat. “Kalau jarak pendek bisa cepat, service express banyak yang 2-3 hari.”
Sekretaris Perusahaan PT ASDP (Persero), Shelvy Arifin, mengatakan perseroannya masih berpeluang menyambut lonjakan penumpang pada liburan akhir tahun.
Rentetan akhir pekan yang berdempet dengan cuti bersama terbukti mendongkrak animo perjalanan, contohnya lonjakan penumpang sebesar 6 persen yang dicatat PT ASDP Merak pada liburan Maulid Nabi beberapa pekan lalu. “Masih ada peak season yang dapat memicu pertumbuhan penumpang dan kendaraan,” katanya.
Wakil Ketua sekaligus Kepala Bidang Organisasi dan Hubungan Antar Lembaga Asosiasi Travel Agent Indonesia (ASTINDO), Anton Sumarli, mengatakan pemesanan paket perjalanan darat juga sedang tinggi mengingat mayoritas masyarakat, khususnya wisawatan domestik, masih cenderung bepergian dalam jarak dekat. Penumpang darat bergerak di antara destinasi dalam satu pulau.
Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha ASDP (Gapasdap), Aminuddin Rifai, mengatakan pengoperasian kapal anggota organisasinya belum maksimal karena pembatasan okupansi. Gabungan lebih dari 60 entitas penyeberangan swasta, termasuk di level usaha kecil menengah, itu berniat meminta relaksasi aturan di masa pandemi. “Kami mengajukan permohonan ke kementerian dan pemerintah daerah untuk mengevaluasi peraturan yang menghambat industri kami.”
YOHANES PASKALIS