Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Aturan Hari Libur di Perpu Cipta Kerja: Istirahat 1 Hari untuk 6 Hari Kerja

TEMPO.CO, Jakarta- Perpu Cipta Kerja mengatur tentang waktu istirahat (hari libur) dan cuti pekerja/buruh. Aturan tersebut termaktub dalam pasal 79.

9 Januari 2023 | 09.45 WIB

Sejumlah buruh membeli makanan usai bekerja di salah satu pabrik Kawasan Ciracas, Jakarta Timur, Senin, 2 Januari 2023. Beberapa poin yang disoroti di antaranya terkait upah minimum, outsourcing, pesangon, hingga Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT). TEMPO / Hilman Fathurrahman W
Perbesar
Sejumlah buruh membeli makanan usai bekerja di salah satu pabrik Kawasan Ciracas, Jakarta Timur, Senin, 2 Januari 2023. Beberapa poin yang disoroti di antaranya terkait upah minimum, outsourcing, pesangon, hingga Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT). TEMPO / Hilman Fathurrahman W

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja atau Perpu Cipta Kerja mengatur tentang waktu istirahat (hari libur) dan cuti pekerja/buruh. Aturan tersebut termaktub dalam pasal 79 ayat 1 dari Perpu yang menggantikan Undang-Undang Cipta Kerja itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

“Pengusaha wajib memberi: a. waktu istirahat; dan b. cuti,” tertulis dalam pasal 79 ayat 1 Perpu Cipta Kerja yang dikutip pada Senin, 9 Januari 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sementara di ayat 2 dijelaskan bahwa waktu istirahat sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a wajib diberikan kepada pekerja/buruh. Paling sedikit meliputi pada huruf a dijelaskan istirahat antara jam kerja, paling sedikit setengah jam setelah bekerja selama 4 (empat) jam terus-menerus, dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja.

“Huruf b, istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu,” bunyi ayat 2 huruf b.

Sedangkan ayat 3 dan 4 membahas mengenai cuti. Cuti sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b yang wajib diberikan kepada pekerja/buruh, yaitu cuti tahunan, paling sedikit 12 hari kerja setelah pekerja/ buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus menerus, tertulis di ayat 3. 

Untuk ayat 4 bunyinya, pelaksanaan cuti tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat 3 diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. 

Namun, selain mengatur berapa banyak cuti, di ayat 5 disebutkan bahwa selain waktu istirahat dan cuti sebagaimana dimaksud pada ayat 1, ayat 2, dan ayat 3, perusahaan tertentu dapat memberikan istirahat panjang yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. 

“Ketentuan lebih lanjut mengenai perusahaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat 5 diatur dengan Peraturan Pemerintah,” demikian bunyi ayat 6 pasal 79.

Selanjutnya: Kemnaker sebelumnya menjelaskan hoaks soal libur....

Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) sebelumnya menjelaskan soal Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Cipta Kerja yang disebut mengatur libur satu hari dalam seminggu. Menurut Kemnaker itu adalah hoaks yang berkembang. 

"Ada hoaks yang berkembang di awal minggu ini terkait hak waktu istirahat atau libur. Dikatakan bahwa Perpu Cipta Kerja menghapus waktu istirahat atau waktu libur. Itu adalah hoaks, tidak benar," kata Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketetenagakerjaan Kemnaker Indah Anggoro Putri dalam sosialisasi Perpu Cipta Kerja pada Jumat, 6 Januari 2023.

Dia menjelaskan, Perpu Cipta Kerja sesungguhnya tetap memastikan perusahaan dan pekerja memiliki waktu istirahat. Persoalan libur itu nantinya bakal diatur berdasarkan kesepakatan perusahaan dan pekerja atau buruh.

"Masalah liburnya itu satu hari atau dua hari itu tergantung peraturan perusahaan dan/atau  perjanjian kerja bersama (PKB). Artinya, harus dimusyawarahkan bersama antara pekerja dan pengusaha," ujarnya.

Menurut Indah, yang menjadi concern pemerintah adalah Indonesia sebagai anggota International Labour Organization (ILO) yang menyatakan waktu kerja maksimal bagi pekerja atau buruh adalah 40 jam dalam seminggu.

Karena itu, jika seorang pekerja atau buruh bekerja lebih dari 40 jam dan perusahaan memang memandatkan seperti itu karena jenis perusahannya atau tipe produksinya, maka perusahan-perusahaan seperti itu harus mendapat izin dari Kemnaker.

Ada Peraturan Menteri Ketenagakerjaan atau Keputusan Menteri Ketenagakerjaan yang mengatur sektor-sektor atau bahkan kelompok usaha yang terpaksa berproduksi dan mempekerjakan pekerjanya lebih dari 40 jam. 

"Kenapa harus diatur kalau lebih dari 40 jam? Karena ini terkait dengan kesehatan dan keselamatan kerja, risiko kesehatan, risiko keselamatan kerja bagi pekerja/buruh yang bekerja di atas 40 jam per minggu, dituntut karena proses produksi. Itu yang harus benar-benar kita jaga, di situlah pemerintah hadir," kata Indah.

MOH KHORY ALFARIZI | AMELIA RAHIMA SARI

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini

M. Khory Alfarizi

Alumnus Universitas Swadaya Gunung Jati, Cirebon, Jawa Barat. Bergabung di Tempo pada 2018 setelah mengikuti Kursus Jurnalis Intensif di Tempo Institute. Meliput berbagai isu, mulai dari teknologi, sains, olahraga, politik hingga ekonomi. Kini fokus pada isu hukum dan kriminalitas.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus