Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Awas Listrik

Perluasan jaringan listrik mengakibatkan persaingan harga alat-alat listrik. untuk mengatasinya 16 perusahaan panel listrik membentuk appi (assosiasi pembuat panel listrik indonesia).

24 Juli 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERLUASAN jaringan listrik, dan pergantian tegangan konsumen ke 220 Volt, memperluas pasaran alat-alat listrik di Indonesia. Soalnya, sumber tenaga yang berasal dari motor bakar atau turbin air tidak bisa begitu saja dipakai selepas dari generator. Lebih dulu arus listrik itu harus dinaikkan atau diturunkan tegangannya dalam serentetan gardu listrik. Baik untuk keperluan transmisi maupun untuk distribusi. Melalui kawat tegangan rendah seperti yang terentang di antara tiang listrik di tengah kota, aliran listrik itu masuk ke rumah atau pabrik melalui meter pembatas. Mulai dari generator, gardu induk dan gardu pembagi, diperlukan papan-papan penghubung, pembagi, pengukur dan pengontrol tegangan dan arus listrik. "Papan-papan" inilah yang lazim disebut "panel listrik", Khusus untuk keperluan PLN, sudah ada kontraktor yang memborongnya, yakni PT Murdaya. Sedangkan pabrik-pabrik yang memakai :tenaga listrik memesannya dari fabrikan panel listrik. Persaingan merebut order pembuatan panel listrik di antara fabrikan itu ramai juga. Persaingan itu bertambah rumit karena masing-masing fabrikan begitu fanatik pada sistim yang dikuasainya. Dan mereka berusana pula mempromosikan onderdil panel yang diageninya. Cuma satu keuntungannya: "Tak ada ukuran standar dalam membuat panel-panel itu", ujar ir Darius Fachruddin dari PT Panel Nusantara, "karena kami berusaha melayani selera pemesan". Karena harus menunggu pesanan dulu, para fabrikan panel itu tidak mungkin memprodusir barangnya secara besar-besaran. Lalu alat buatan dalam negeri apa saja yang bisa dirakit dalam ramuan panel yang begitu rumit itu? "Hampir tidak ada", kata Darius lagi, "paling-paling beberapa fitting serta sakelar yang buatan dalam negeri. ltu pun pada kotak sikring rumah tangga yang justru merupakan model panel listrik yang paling kecil". Kendati demikian, dia optimis bahwa masa depan cabang industri ini cukup cerah di Indonesia. Karena selama orang masih menggunakan aliran listrik, selama itu hasil produksi mereka akan laku. Dulunya panel-panel itu dipesan dari luar negeri. Tentu saja harganya mahal karena terkena bea masuk yang tinggi. Setelah dibuat di dalam negeri, harga bisa ditekan. Cuma saja pembuat panel ini mengeluh karena bea masuk onderdil masih cukup tinggi. "Dan sering kita terkena pajak berganda", kata Darius lagi. Artinya, setelah terkena bea masuk masih harus memikul berbagai macam pajak yang lain. Untuk menghindari berbagai persaingan dan memperjuangkan nasib bersama, 16 perusahaan pembuat panel ini sejak Mei 1976 sudah pula membentuk asosiasi. APPI (Asosiasi Pembuat Panel Listrik Indonesia) singkatnya. Berapa jumlah anggota asosiasi ini? Darius yang juga Ketua asosiasi itu menyebutkan, "sedang didaftar". Dalam berproduksi, diharapkan para anggota akan rela mempertukarkan komponen panel di antara sesama mereka. Terutama onderdil yang murah dan bermutu tinggi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus