Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Proyek New Priok berlanjut setelah lama terhenti.
Patimban yang bikin waswas.
Langkah Pelindo II setelah urung ikut lelang operator Patimban.
HARI masih panas terik ketika belasan pekerja kembali beraktivitas di area proyek pengembangan Pelabuhan Kalibaru, Tanjung Priok, Jakarta Utara. Siang itu, Kamis, 19 November lalu, mereka tengah menyusun bambu, menjadikannya semacam rakit untuk pembangunan New Priok Container Terminal tahap II (NPCT 2). “Untuk bantalan batu,” teriak seorang pekerja dari kejauhan ketika menjawab pertanyaan Tempo.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Susunan bambu beralas matras itu dijadikan fondasi tumpukan batu yang berfungsi memecah ombak (breakwater). NPCT, proyek pembangunan terminal peti kemas milik PT Pelabuhan Indonesia II (Persero), memang dibangun di atas tanah reklamasi. Tumpukan batu tadi menjadi pelindung bagian luar area luar agar tak terkena abrasi.
Dimulai pada 2017, NPCT 2 merupakan pengembangan NPCT 1, terminal berkapasitas 1,5 juta TEUs yang lebih dulu beroperasi pada Agustus 2016. Dermaga baru ini, bersama proyek NPCT 3, memanjang di seberang NPCT 1. Jika proyek itu kelar, kelak kapasitas Kalibaru bertambah lagi 3 juta TEUs. Pelindo II mengalokasikan dana hingga Rp 8 triliun untuk dua proyek pengembangan New Priok ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Keseluruhan proyek ini sebenarnya merupakan permintaan pemerintah. Kalibaru diharapkan menjadi sumber daya baru bagi Tanjung Priok, yang diperkirakan tak bisa lagi mengejar cepatnya laju pertumbuhan arus barang.
Menurut Aji Suwandi, nelayan yang perahunya ditumpangi Tempo siang itu, kegiatan pembangunan di area NPCT 2 kembali ramai belum lama ini. Rutin melintasi area pelabuhan membuat pria 29 tahun ini tahu sudah lama proyek seolah-olah mati suri. “Sekitar dua bulan terakhir mulai kelihatan ada yang kerja lagi,” kata Aji.
Kabar berhentinya proyek NPCT 2 mencuat pada Oktober 2019. Kala itu, PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II berdalih pembangunan tengah memasuki tahap pematangan lahan. Tanah reklamasi perlu dipastikan cukup padat sebelum pembangunan infrastruktur di atasnya dilanjutkan.
Kini, di tengah berlanjutnya pengembangan NPCT, kegelisahan lama di lingkungan Pelindo II belum juga hilang. Rencana pemerintah mulai mengoperasikan Pelabuhan Patimban di Subang, Jawa Barat, membuat kekhawatiran lama kembali mencuat: pasar Pelabuhan Tanjung Priok bakal tergerus. Jika benar “saling makan” terjadi, berbagai upaya Pelindo II menambah terminal peti kemas dan kendaraan bisa boncos.
Kekhawatiran itu bukan tanpa sebab. Rencana pengembangan Patimban, dengan kebutuhan investasi Rp 43,2 triliun, memang cukup ambisius. Dibangun secara bertahap, Patimban diproyeksikan mencapai kapasitas layanan peti kemas 7,5 juta TEUs dan kendaraan 600 ribu unit per tahun. Angka ini jauh melampaui kapasitas keseluruhan kapasitas Pelindo II di Tanjung Priok saat ini, yakni 5,5 juta TEUs dan 350 ribu unit kendaraan.
Riset strategis Serikat Pekerja PT Jakarta International Container Terminal (JICT), anak perusahaan Pelindo II, menghitung potensi beralihnya pasar Tanjung Priok bisa mencapai sekitar 80 persen dalam satu-dua tahun ke depan. Perkiraan ini dihitung dengan tolok ukur terminal kontainer yang dikelola NPCT 1 selama satu tahun beroperasi.
Potensi tergerusnya pasar itu terbuka lantaran sekitar 70 persen pengguna layanan Priok merupakan industri di koridor Bekasi dan Karawang. Terminal ekspor-impor kendaraan, misalnya, selama ini bergantung pada pabrik-pabrik otomotif yang tersebar di belasan kawasan industri di koridor tersebut.
Seorang pejabat JICT mengungkapkan, masalah ini telah beberapa kali dibicarakan dalam rapat perusahaan, terutama oleh bagian pemasaran dan komersial. Kekhawatiran utama, dia menjelaskan, lebih pada bagaimana menjaga bisnis perseroan berkelanjutan.
Kendati jarak koridor kawasan industri Bekasi dan Karawang lebih dekat ke Priok ketimbang ke Patimban, potensi peralihan pelanggan tetap besar. Proyek Patimban yang disokong pembiayaan pemerintah Jepang sangat terbuka menjadi pilihan utama bagi perusahaan manufaktur asal Negeri Matahari Terbit itu. Di sisi lain, lalu lintas Bekasi-Karawang menuju Priok lebih padat ketimbang ke Patimban.
Pengamat dari The National Maritime Institute, Siswanto Rusdi, menyebutkan keberadaan dua pelabuhan yang berdekatan itu hanya akan membelah pasar. “Kalau Patimban mengambil pangsa baru tidak ada masalah. Tapi, kalau mengambil pasar Priok, itu tidak sehat,” ujarnya, Selasa, 10 November lalu.
Sebenarnya, menurut Siswanto, Priok dan Patimban nyaris tak berbeda dari sisi desain terminal. Keduanya sama-sama dilengkapi terminal peti kemas dan terminal curah kering. Dalam jangka pendek hampir tak ada pasar baru, terutama bagi Patimban, sepanjang pengembangan kawasan industri di sekitar pelabuhan belum masif. Namun masalah bagi Priok adalah pemerintah sejak awal tak akan membiarkan Patimban bersaing langsung. “Makanya Patimban dipayungi berbagai macam kebijakan, sejumlah proyek strategis nasional. Kalau dibiarkan head-to-head, Patimban akan selesai,” tuturnya.
Manajemen JICT enggan menanggapi permohonan wawancara Tempo tentang ancaman perebutan pasar ini. “Untuk wawancara strategi harus dapat approval dari pemegang saham,” ucap Manager Corporate Affairs JICT Indhira Gita Lestari, Senin, 16 November lalu.
Namun Direktur Utama PT Pelindo II (Persero) Arif Suhartono menyatakan tak risau. Dia memperkirakan angka berkurangnya pasar Pelabuhan Tanjung Priok akibat Patimban tak sampai 10 persen.
Arif memilih berfokus melanjutkan rencana kerja Pelindo II. Pembangunan NPCT 2 tadi, misalnya, diteruskan pada Agustus lalu. “Mungkin manajemen sebelumnya ada banyak pertimbangan. Saya engineer, mengerti pengoperasiannya, ya sudah, segera saya putuskan saja,” kata Arif di kantornya, Jumat, 20 November lalu.
Menurut dia, pembangunan New Priok hanya satu dari beberapa proyek strategis Pelindo II. Saat ini perseroan juga sedang mengerjakan proyek Terminal Kijing, salah satu proyek strategis nasional yang menjadi bagian dari pengembangan Pelabuhan Pontianak, Kalimantan Timur. Selain itu, Pelindo II tengah berfokus pada proyek Jalan Tol Cibitung–Cilincing yang bakal menghubungkan kawasan industri di Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, dengan Pelabuhan Tanjung Priok.
Arif mengatakan Pelindo II harus berbenah melihat besarnya potensi irisan pasar dengan Patimban. Sejumlah proyek itu, dia menjelaskan, merupakan upaya Pelindo II untuk menjawab kebutuhan tersebut. Arif pun menyatakan tak menutup kemungkinan ada jasa atau teknologi yang bisa ditawarkan perseroan ke Patimban. “Sekarang zamannya kolaborasi. Kami berharap Patimban menghasilkan sesuatu yang baru di sana,” katanya.
Kementerian Perhubungan menyatakan perencanaan pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok dan Patimban telah ditetapkan berdasarkan rencana induk pelabuhan. Pemerintah, tutur juru bicara Menteri Perhubungan, Adita Irawati, dalam surat tertulis, menjamin aspek operasional setiap pelabuhan akan dijalankan dengan mekanisme pasar yang terintegrasi.
Menurut Adita, Tanjung Priok akan berperan besar terhadap kargo di sekitar kawasan DKI Jakarta, Tangerang, dan Bekasi. Adapun Patimban memegang pelayanan untuk kawasan sekitar Karawang, Purwakarta, dan Subang. “Masing-masing telah direncanakan dengan perhitungan kargo berbasis demand yang tegas dan jelas,” ujar Adita.
AISHA SHAIDRA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo