Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pemerintah mendorong wajib pajak peserta program tax amnesty jilid II menanamkan harta bersihnya lewat investasi di dalam negeri.
Selain membuka peluang berinvestasi langsung ke sektor usaha, pemerintah menyediakan instrumen investasi berupa surat berharga negara.
Dilihat dari faktor risikonya, instrumen surat berharga negara diperkirakan lebih diminati wajib pajak peserta tax amnesty jilid II.
JAKARTA – Pemerintah menetapkan 332 kegiatan sektor pengolahan sumber daya alam (SDA) dan energi baru terbarukan (EBT) sebagai tujuan investasi harta bersih peserta Program Pengungkapan Sukarela (PPS) atau tax amnesty jilid II. Ketetapan itu tertuang dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 52/KMK.010/2022 yang diteken pada 24 Februari lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak, Neilmadrin Noor, mengatakan investasi pada dua sektor tersebut merupakan alternatif investasi PPS selain surat berharga negara (SBN) yang mendapatkan hak istimewa kebijakan tarif terendah program amnesti ini. “Investasi harus dilakukan paling lambat pada 30 September 2023 dan dilakukan paling singkat atau holding period lima tahun sejak diinvestasikan,” ujarnya, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Beberapa kegiatan usaha yang bisa dipilih wajib pajak, antara lain, perusahaan tenaga panas bumi, industri pengolahan serta pengawetan produk daging dan daging unggas, industri pengasapan atau pemanggangan ikan, industri pengolahan rumput laut, industri minyak kelapa sawit mentah (CPO), industri batu bata dari tanah liat atau keramik, industri mesin pembangkit listrik, industri furnitur dari kayu, hingga aktivitas pengembangan video game.
Neil menjelaskan, investasi yang dilakukan tidak harus langsung lima tahun dalam satu jenis investasi. Wajib pajak yang telah menempatkan investasinya di SBN maupun salah satu jenis industri yang ditetapkan pun diberi kemudahan untuk dapat berpindah antar-instrumen investasi. “Misalnya sudah investasi di sektor EBT. Setelah dua tahun, pindah ke SBN atau penghiliran SDA. Jadi, ini murni bisnis. Investor bisa menentukan mana (instrumen) yang paling menguntungkan.”
Wajib pajak melengkapi berkas untuk memenuhi persyaratan pengampunan pajak (tax amnesty) di Kantor Ditjen Pajak Pusat, Jakarta. TEMPO/Tony Hartawan
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, Luky Alfirman, berujar, untuk instrumen obligasi, pemerintah akan menawarkan SBN khusus dalam rangka program PPS secara rutin. “SBN yang ditawarkan bergantian antara instrumen surat utang negara (SUN) dan surat berharga syariah negara (SBSN), dengan jadwal penerbitan yang tentatif,” ucapnya. Berdasarkan waktu yang ditentukan, pembelian SBN ditawarkan secara periodik setiap bulan, yaitu pada Januari-November 2022 dan Januari-September 2023.
Sementara itu, sejumlah kegiatan usaha yang menjadi tujuan investasi peserta tax amnesty menjadi sorotan. Manajer Riset Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Fajry Akbar, mengungkapkan, bila menyisir 332 kegiatan usaha, banyak kegiatan yang tidak termasuk definisi pengolahan SDA dan sektor EBT. Hal ini dinilai menyalahi ketentuan utama dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan sebagai payung hukum pelaksanaan program PPS.
“Di UU HPP jelas disebutkan ada dua sektor, yaitu SDA dan EBT, di mana seharusnya keputusan turunannya merinci kedua sektor tersebut, bukan malah keluar jalur,” kata Fajry. Sebagai contoh, kegiatan usaha yang dinilai tak berkaitan dengan SDA dan EBT adalah pengembangan teknologi blockchain dan video game.
Dengan demikian, keputusan Menteri Keuangan (KMK) yang diterbitkan dikhawatirkan akan menimbulkan ketidakpastian bagi wajib pajak peserta Program Pengungkapan Sukarela. “Karena ada risiko untuk dibatalkan di Mahkamah Agung, dalam penerbitan KMK ini pemerintah cukup ceroboh,” kata Fajry.
Ihwal keuntungan yang ditawarkan dari opsi investasi tersebut, Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira Adhinegara, mengatakan terdapat perbedaan risiko yang cukup mencolok antara investasi pada instrumen portofolio SBN dan investasi langsung ke perusahaan dengan kriteria yang ditetapkan.
“Jika melihat risiko antara investasi melalui SBN dan langsung ke perusahaan EBT, tentu investor akan memilik masuk ke SBN karena dijamin imbal hasil pasti setiap tahun oleh pemerintah minimal 6,5 persen untuk tenor 10 tahun,” ucap Bhima. Risiko yang dimiliki juga cenderung lebih rendah dibanding berinvestasi di sektor EBT yang risikonya masih cukup tinggi karena ketidakpastian kebijakan yang cukup besar.
Perusahaan-perusahaan yang masuk daftar investasi tax amnesty jilid II itu, kata Bhima, di sisi lain juga harus memiliki kesiapan untuk menyediakan instrumen yang menarik dan menerapkan tata kelola yang memadai. Jadi, investasi yang ditanamkan wajib pajak nantinya dapat dipertanggungjawabkan.
“Perlu disinkronkan juga dengan program Taksonomi Hijau Otoritas Jasa Keuangan untuk mempublikasikan daftar perusahaan yang layak didanai atau diberi investasi karena benar-benar memiliki komitmen dan upaya untuk menciptakan iklim ekonomi hijau,” kata Bhima.
GHOIDA RAHMAH
Baca Juga:
- Kesempatan Kedua Pengampunan Pajak
- Berburu Pajak ke Negeri Seberang
- Banyak Diskon bagi Pengungkap Harta
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo