Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Bagi Indonesia, Rusia dan Ukraina adalah negara tujuan ekspor alternatif.
Nilai ekspor Indonesia ke Rusia lebih besar dibanding nilai ekspor Indonesia ke Ukraina.
Perang Rusia-Ukraina juga bakal mengganggu aktivitas impor gandum.
JAKARTA — Kinerja perdagangan Indonesia diproyeksikan turut terkena dampak perang Rusia-Ukraina. Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Shinta Widjaja Kamdani, menuturkan selama ini kedua negara yang tengah bersitegang itu merupakan negara tujuan alternatif pelaku usaha untuk memperluas pasar ekspor. “Rusia dan Ukraina bisa dibilang sebagai rekan dagang dan investasi non-tradisional Indonesia,” ujarnya, kemarin, 25 Februari.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hal itu membuat nilai dan volume perdagangan Indonesia dengan kedua negara tersebut masih relatif kecil dibandingkan dengan negara-negara tetangga di Asia Tenggara. Komoditas yang paling dominan diekspor Indonesia ke Rusia dan Ukraina adalah minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO). Namun jumlahnya tergolong sedikit jika dibandingkan dengan negara-negara mitra dagang utama Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di tengah situasi yang memanas saat ini, Shinta mengatakan, pelaku usaha dapat melakukan diversifikasi atau pengalihan tujuan ekspor ke mitra dagang yang lain. “Meski kontribusinya tidak terlalu signifikan, konflik ini tetap akan mengganggu rencana Indonesia melakukan kerja sama ekonomi lebih lanjut dengan Rusia dan Ukraina karena kondisi yang tidak kondusif,” kata Shinta.
Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS), pada Januari 2022, nilai ekspor Indonesia ke Rusia mencapai US$ 176,5 juta atau setara dengan Rp 2,52 triliun (asumsi kurs Rp 14.300 per dolar Amerika Serikat). Nilai tersebut tumbuh 58,69 persen dibanding bulan sebelumnya yang sebesar US$ 111,2 juta atau sekitar Rp 1,59 triliun. Jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya, kenaikan nilai ekspor mencapai 60,29 persen. Komoditas ekspor yang paling dominan antara lain minyak kelapa sawit, karet, lemak dan minyak hewan, serta alas kaki.
Sementara itu, nilai ekspor Indonesia ke Ukraina pada Januari 2022 mengalami penurunan 83,78 persen dibanding Desember 2021, dari US$ 33,1 juta atau Rp 473 miliar menjadi US$ 5,4 juta atau Rp 77,2 miliar. Adapun komoditas ekspor terbesar ke Ukraina adalah lemak dan minyak hewan, alas kaki, serta kakao dan olahannya.
Kepala Ekonom PT Bank Permata (Tbk), Josua Pardede, mengungkapkan, dari sisi aktivitas impor, Indonesia paling terkena dampak kaitannya dengan impor gandum dari Ukraina. Sebab, lebih dari 20 persen impor gandum berasal dari negara tersebut. Walhasil, sektor usaha yang menggunakan bahan dasar gandum atau tepung diperkirakan terkena dampak cukup signifikan. “Pelaku usaha berpotensi menaikkan harga produknya, terlebih jika gangguan suplai berlangsung berkepanjangan.”
Di sisi lain, invasi Rusia berpeluang mendorong kenaikan harga global, sehingga berdampak juga pada komoditas-komoditas lainnya, yang berpotensi mendorong peningkatan nilai ekspor dari Indonesia. “Tapi, jika tensi antara Rusia dan Ukraina itu terus berlanjut, diperkirakan memberi sentimen negatif di pasar perdagangan dan keuangan, khususnya di negara berkembang,” ucap Josua.
Secara umum, dampak perang kedua negara tersebut juga bakal menghambat aliran perdagangan dunia dan rantai pasok global. Terutama untuk aliran perdagangan dari dan menuju Ukraina. Dari sisi skala ekonominya, kata dia, Ukraina bukanlah negara dengan skala ekonomi dan intensitas perdagangan yang besar. Dengan demikian, di atas kertas, seharusnya dampak yang ditimbulkan pada perekonomian global akan cenderung minimal.
"Namun perlu kita ketahui bahwa terdapat potensi keterlibatan negara yang tergabung dalam Organisasi Pertahanan Atlantik Utara (North Atlantic Treaty Organization atau NATO), sehingga sumber daya negara Eropa dan Amerika Serikat mungkin akan bergeser ke perang Rusia-Ukraina.” Josua mengimbuhkan, hal itu kemungkinan besar akan menghambat proses pemulihan ekonomi negara anggota NATO, yang merupakan negara-negara maju. Dengan demikian, dampak dari perang Rusia-Ukraina secara langsung akan menghambat perekonomian global dalam derajat tertentu.
GHOIDA RAHMAH
Baca Juga:
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo