Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Bank Indonesia (BI) memproyeksikan nilai tukar rupiah pada 2025 akan berada di kisaran rata-rata Rp15.300 hingga Rp15.700 per dolar AS. Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengungkapkan ada empat faktor utama yang menjadi dasar prediksi tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Faktor pertama adalah penurunan Fed Fund Rate di Amerika Serikat. Kami perkirakan suku bunga acuan tersebut akan turun dari 5,5 persen menjadi 5 persen pada tahun ini, dan akan terus menurun hingga 4,25 persen di akhir 2025," ujar Perry dalam rapat kerja Badan Anggaran DPR RI dengan BI, Menteri Keuangan, dan Menteri Bappenas di Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat, Selasa, 27 Agustus 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perry mengklaim penurunan suku bunga ini akan meningkatkan arus masuk modal ke pasar negara berkembang, termasuk Indonesia sehingga mendukung stabilitas dan penguatan rupiah.
Faktor kedua, menurut Perry, adalah fundamental ekonomi Indonesia yang tetap kuat. BI dan pemerintah kompak memandang pertumbuhan ekonomi Indonesia masih tinggi disertai inflasi yang rendah. "(Ini) memberikan persepsi positif bagi investor, baik untuk investasi portofolio maupun investasi langsung di Indonesia,” klaimnya.
Faktor ketiga yang mempengaruhi proyeksi nilai tukar rupiah adalah imbal hasil Surat Perbendaharaan Negara (SPN). Perry memperkirakan imbal hasil SPN Indonesia akan tetap menarik bagi investor pada l 2025. Ini didukung proyeksi penurunan imbal hasil surat utang Pemerintah AS atau US Treasury 10 tahun dari 3,9 persen menjadi 3,6 persen. "Tinggal SPN-nya (bagaimana), kemudian spread-nya berapa, apakah pakai India atau apa, sehingga itu bisa kita lihat berapa kurang lebih SPN yield yang 10 tahun seperti apa," katanya.
Faktor keempat adalah komitmen BI untuk menjaga stabilitas nilai tukar. Perry menegaskan lembaganya akan terus mengupayakan kebijakan yang dapat memperkuat nilai tukar rupiah dan memastikan stabilitas ekonomi secara keseluruhan. "Faktor yang keempat ini adalah Fed Fund Rate (suku bunga dana federal) akan menurun. Fundamental ekonomi kita juga cukup baik," kata Perry.
Bank Indonesia optimistis nilai tukar rupiah dapat stabil di kisaran Rp15.300 hingga Rp15.700 per dolar AS sepanjang tahun 2025. Namun, Perry mengingatkan meskipun prospek ekonomi cukup kuat, volatilitas pasar tetap perlu diwaspadai karena perkembangan geopolitik global yang sewaktu-waktu bergejolak. "Geopolitik itu memang sulit sekali untuk memprediksi ketegangan politiknya," kata dia.
Sementara itu, dalam RAPBN 2025 pemerintah mengasumsikan nilai tukar rupiah terhadap dolar pada tahun depan berada di level Rp 16.100. Sejumlah fraksi partai di DPR sempat mempertanyakan alasan pemerintah mematok nilai tukar rupiah Rp 16.000 per dolar AS dan suku bunga surat berharga 10 tahun sebesar 7,1 persen.
Menurut Sri Mulyani, asumsi kurs rupiah ini dipatok karena kondisi global dan domestik terjadi ketidakpastian. Dia menceritakan berbagai kejadian dalam enam bulan terakhir telah memberikan pembelajaran yang sungguh luar biasa. "Tiga bulan lalu melihat rupiah dengan mata uang di seluruh dunia mengalami tekanan depresiasi yang sangat berat, dua minggu terakhir kami melihat rupiah mengalami apresiasi cukup kuat," katanya dalam Rapat Paripurna dengan DPR RI mengenai tanggapan pemerintah atas pandangan fraksi-fraksi DPR soal RAPBN 2025 di Kompleks Parlemen, Selasa, 27 Agustus 2024.
Selain itu, faktor eksternal yang mempengaruhi rupiah juga datang dari negara maju yang berimbas ke nilai tukar dan perekonomian secara global.
Meski demikian, Sri Mulyani menilai perekonomian di Indonesia masih cukup solid dan berhasil menopang nilai tukar rupiah. Hal ini terlihat dari kinerja outlook neraca pembayaran yang baik.
"Tergantung pada produktivitas dan competitiveness dari perekonomian. Di sisi lain landasan ekonomi makro terutama dari sisi fiskal memberikan kredibilitas yang mampu menarik arus modal kembali pada saat terjadi ketidakpastian," katanya.