Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Deputi Gubernur Bank Indonesia, Doni Primanto Joewono, menegaskan, setiap pedagang harus menerima pembayaran secara tunai maupun non-tunai. Menurutnya, berdasarkan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, setiap orang dilarang menolak pembayaran untuk menerima pembayaran dengan rupiah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Pada prinsipnya, uang tunai dan non-tunai itu kan cara bayar tapi tetap dalam bentuk rupiah,” kata Doni dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur BI di Jakarta Pusat, Rabu, 16 Oktober 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Doni menyinggung hal tersebut karena saat ini ada pedagang yang telah memanfaatkan sistem pembayaran digital atau non-tunai, namun justru menolak jika pembeli membayar dengan uang tunai. Ia menegaskan, meski BI terus mendorong digitalisasi tapi setiap merchant wajib tetap menerima uang rupiah berbentuk tunai.
Ia juga menyampaikan bahwa BI masih terus mencetak uang kertas berkualitas. Bahkan, kata dia, pada 2024 jumlah cetakannya meningkat sekitar 6-7 persen. “Jadi merchant itu tetap diwajibkan menerima uang cash,” ujarnya.
Hingga saat ini, skema pembayaran non-tunai, khususnya QRIS, memang mengalami pertumbuhan pesat. BI melaporkan pada triwulan III 2024, transaksi menggunakan QRIS mengalami pertumbuhan hingga RP 209,6 persen secara year on year (yoy). Sementara itu, jumlah pengguna mencapai 53,3 juta dan jumlah merchant 34,23 juta.
Selain itu, BI juga mencatat QRIS telah menjadi pendorong pertumbuhan konsumsi rumah tangga di Indonesia. Dia menyebut secara volume transaksi, QRIS telah digunakan sebanyak 4,08 miliar kali hingga Oktober ini. Selanjutnya, nilai transaksi menggunakan QRIS hingga Oktober telah mencapai Rp 188,36 triliun. BI menyebut belum pernah ada metode pembayaran yang mengalami peningkatan sebesar QRIS.