Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat Ekonomi dari UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, menanggapi soal pertambahan usia pensiun menjadi 59 tahun. Kenaikan usia pensiun tersebut merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) Pasal 15 ayat (3) PP Nomor 45 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Pensiun. Menurut Achmad, kebijakan ini merupakan kebijakan yang baik namun harus disikapi dengan hati-hati. Alasannya, tingkat kesejahteraan usia produktif di Indonesia masih rendah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Memperpanjang usia pensiun berarti pekerja lanjut usia harus tetap berada di dunia kerja dalam waktu yang lebih lama. Meski ini dapat memberikan tambahan waktu untuk menabung bagi masa pensiun, tidak semua pekerja mampu mempertahankan produktivitas pada usia yang semakin lanjut," ucap Achmad saat dihubungi pada Rabu, 8 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ahmad menjelaskan, survei dari OECD menunjukkan bahwa produktivitas tenaga kerja mulai menurun secara signifikan setelah usia 55 tahun, terutama di sektor yang membutuhkan tenaga fisik. Selain itu, dari BPS (Badan Pusat Statistik) mencatat sekitar 30 persen pekerja lansia melaporkan mengalami penurunan kinerja akibat masalah kesehatan.
"Diskriminasi usia di tempat kerja juga masih menjadi tantangan nyata," ujarnya.
Ekonom UPN Veteran itu juga mengungkapkan dampak kebijakan pertambahan usia pensiun terhadap ekonomi. Menurutnya seperti dua sisi mata uang, kebijakan ini memiliki implikasi positif dan negatif. Dampak baiknya, ujar dia, dengan memperpanjang masa kerja berarti memperpanjang periode iuran pekerja ke dalam program jaminan pensiun. Hal ini dapat meningkatkan stabilitas dana pensiun dan mengurangi beban keuangan pemerintah dalam jangka panjang.
"Dengan semakin banyaknya peserta aktif yang menyumbang ke dana pensiun, cadangan dana tersebut dapat dikelola lebih baik untuk menjamin manfaat pensiun yang memadai bagi peserta di masa depan," tutur Achmad memaparkan.
Namun, di sisi lain penundaan masa pensiun juga berarti para pekerja membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menerima dana pensiun. "Bagi mereka yang bekerja di sektor informal atau memiliki kondisi kesehatan yang buruk, kebijakan ini dapat dirasakan sebagai beban tambahan," jelasnya.
Achmad menegaskan bahwa perusahaan nantinya harus menghadapi kenaikan biaya dalam memberikan dukungan tambahan untuk pekerja lanjut usia. Seperti biaya perawatan kesehatan yang lebih intensif atau program pelatihan ulang.
Lebih lanjut, dia mengingatkan pemerintah agar mengantisipasi menyempitnya peluang kerja bagi generasi muda. Sebab generasi muda yang belum mendapatkan pekerjaan akan menunda keputusan penting seperti membeli rumah atau membangun keluarga.
"Bahkan menurut laporan Bank Dunia, penundaan keputusan ini dapat berdampak pada penurunan konsumsi domestik hingga sepuluh persen," tuturnya.
Pada Januari 2025, usia pensiun resmi bertambah menjadi 59 tahun. Kenaikan usia pensiun tersebut merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) Pasal 15 ayat (3) PP Nomor 45 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Pensiun.
“Usia pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (2) selanjutnya bertambah 1 (satu) tahun untuk setiap 3 (tiga) tahun berikutnya sampai mencapai usia pensiun 65 (enam puluh lima) tahun,” demikian bunyi pasal tersebut.
Pertama berlaku usia pensiun berada di usia 56 tahun, lalu 2019 bertambah menjadi 57 tahun di 2019. Selanjutnya usia pensiun bertambah menjadi 58 tahun pada 1 Januari 2022, dan terkini menjadi 59 tahun.
Pilihan Editor: Inflasi 2024 Terendah Sepanjang Sejarah. Apa Artinya?