Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

BATke pasar modal

Bursa di jl. merdeka selatan jakarta tampak ramai bat & tifico siap turun ke khalayak. lebih baik beli saham dari pada menabung. bat akan menjual sahamnya kepada publik dengan harga nominal rp.1000 tiap saham.(eb)

6 Oktober 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEBENTAR lagi Pasar Modal di Jakarta akan ramai tampaknya. Selama ini bursa di Jl Merdeka Selatan, Jakarta itu hanya melayani saham-saham PT Semen Cibinong dan PT Centex, sebuah perusahaan tekstil. Tapi dua bulan lagi British American Tobacco (BAT) dan Teijin Indonesia Fiber Corporation (Tifico) akan menjual sahamnya kepada publik. BAT, perusahaan sigaret raksasa yang sudah beroperasi di Indonesia sejak 1917, bermaksud menjual 6,6 juta sahamnya kepada publik dengan harga nominal Rp 1.000 tiap sahamnya. Dana yang diperoleh dari penjualan saham ini akan digunakan BAT untuk memperluas kapasitas produksinya selama lima tahun lagi. Tahun lalu hasil penjualan BAT mencapai Rp 52 milyar, yang setelah dipotong ongkos-ongkos dan segala macam pajak, memberikan laba bersih Rp 2,95 milyar cuma 5,6% dari seluruh penghasilan. Tapi BAT menguasai sekitar 35% pasaran rokok putih di Indonesia. Tawaran saham BAT ini diduga akan sangat menarik. Ini makin terasa setelah Kenop 15, ketika saingan rokok putih impor dengan sendirinya menjadi menurun. Karena peluang yang baik inilah, beberapa pengamat meramalkan harga saham BAT akan bisa laku sampai Rp 2.400 per saham, jauh melampaui nilai nominalnya. Akan halnya Tifico, perusahaan tekstil terbesar di Indonesia, menawarkan sahamnya kepada publik sebanyak 1,1 juta lembar, bernilai nominal Rp 4.150 per lembar. Dengan penjualan sahamnya ini, perusahaan milik Teijin Ltd. dan Tokyo Menka Kaisha, dua raksasa tekstil di Jepang, pada akhirnya hanya akan memiliki 17,7% saham saja. Kejutan 20% Penawaran saham di bursa akan menjadi tambah menarik dengan keputusan Centex baru-baru ini membagikan dividen Rp 1.000, kepada setiap pemegang sahamnya. Karena nilai nominal saham PT Centex yang dijual tempo hari Rp 5.000, banyak orang menilai pembagian dividen sebesar 20% nilai saham itu merupakan kejutan. "Ini membuat beberapa perusahaan yang lagi berkemas-kemas untuk go public marah-marah," kata J. Eddy Adenan kepada TEMPO pekan lalu. Menurut kordinator urusan saham PT Centex itu, laba perusahaannya kurang lebih 40% untuk tahun buku 1 April 1978 sampai dengan 31 Maret 1979. Dari jumlah itu laba ekonomisnya sebesar 20,9%. Lebihnya, yang 19,1%, merupakan laba ekstra. Ini antara lain diperoleh dari pembelian bahan baku, bahan penolong dan bahan pelengkap dengan harga sebelum Kenop-15, menurut Eddy. Juga, katanya, disebabkan keuntungan kurs valuta asing. Ekspornya juga meningkat, disebabkan fasilitas sertifikat ekspor. Dan Centex yang memasyarakat 22 Mei lalu itu, sejak April lalu boleh dibilang rata-rata setiap bulan mengekspor 700 ribu yard. Grey dan dyed fabrics (1 yard 91,44 em). Adapun laba bersih PT Centex, di akhir Maret lalu (selama setahun anggaran) cuma Rp 1,6 milyar lebih sedikit. Dari jumlah tersebut, disalurkan untuk dividen Rp 678 juta. Ini diperoleh setelah dikurangi bonus Dewan Komisaris dan Direksi Rp 25 juta, di samping cadangan Rp 881,3 juta. Dividen Rp 1.000 per saham atau 20% dari nilai nominal itu mulai dibayarkan per 1 Nopember nanti melalui cabang-cabang Rank Bumi Daya. Cadangan sebesar itu, menurut Sadao Naruse, Dir-Ut PT Centex di depan rapat pemegang saham belum lama berselang, adalah "untuk menampung berbagai. kemungkinan yang kurang menguntunkan dan untuk memperkuat posisi likuiditas perusahaan." Memang, pada saat Centex mau menjual sahamnya kepada publik, terjadi Kenop 15, yang mengakibatkan kerugian belum terealisir sebanyak Rp 10,5 milyar. Tapi dengan suatu cara pembukuan yang cukup kontroversil, kerugian ini ditutupi dengan surplus revaluasi aktiva tetapnya. Centex yang penjualannya mencapai Rp 8 milyar pada akhir Maret 1978, merupakan perusahaan patungan yang didirikan pada 1971 oleh Hadi Budiman. Bergerak sejak 1940-an di bidang tekstil, Hadi terjun dalam Centex di tengah lima Perusahaan tekstil Jepang, antara lain Toray dan Kanematsu sebagaipemegang saham terbesar. Perkembangan yang akan memperlancar bursa saham ini dengan sendirinya akan menarik mereka yang memiliki uang lebih. Dividen yang diberikan PT Semen Cibinong dan Centex menunjukkan bahwa hasil dari pemilikan saham ternyata masih lebih menarik dari pada bunga deposito berjangka atau Tabanas. "Bunga Tabanas dan deposito berjangka itu digerogoti inflasi, sedang saham kan mengikuti inflasi," kata J.A. Turangan, Ketua Bappepam. "Jangan lupa, saham itu mewakili kekayaan (assets) perusahaan yang ikut naik bersama inflasi," tambah J.E. Sereh, Dir-Ut PT Danareksa. Kalau saja peluang untuk memperoleh laba bagi industri dalam negeri makin baik, terutama sesudah devaluasi rupiah, dengan sendirinya banyak orang akan tak sabar menunggu untuk bisa membeli saham di bursa Merdeka Selatan. Kabarnya, setelah BAT dan Tifico masuk, beberapa perusahaan terkenal lain sudah menyatakan dirinya siap antri. Beberapa di antaranya, menurut Turangan, adalah perusahaan farmasi asing PT Richardson & Merrill Indonesia dan PT Squibb Indonesia di jalan menuju ke Bogor. Juga produsen Bir Bintang, PT Unilever Indonesia, PT Prodenta dan Good Year. Tak ketinggalan PT Union Carbide dan PT Sinar Surya produsen petromak di Surabaya, yrng sempat menunda niatnya setelah terpukul Kenop dulu. Tentu bukan karena anjuran pemerataan kiekayaan itulah yang membuat para pengusaha pada antri mau go-public. Tapi, "adanya fasilitas keringanan perpajakan dari pemerintah," kata Turangan Fasilitas itu rupanya juga diberikan kepada para pembeli saham atau sertifikat. Bagi pembeli saham perorangan sebanyak Rp 10 juta misalnya, tak akan dilakukan pengusutan fiskal. Juga kekayaan saham dan sertifikatnya tak dapat digunakan sebagai dasar pengenaan pajak. Mereka pun dibebaskan dari pajak pendapatan, pajak atas bunga dividen dan royalti dan pajak kekayaan yang terhutang atas nilai saham.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus