Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Begini Upaya KLHK Mencegah Konflik Harimau dan Manusia di Lampung

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melakukan sejumlah upaya mencegah konflik antara manusia dan harimau Sumatera di Lampung.

29 Februari 2024 | 10.07 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Petugas gabungan mengevakuasi seekor Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) di Nagari Binjai, Kecamatan Tigo Nagari, Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat, Minggu, 4 Februari 2024. Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Barat mengevakuasi seekor Harimau Sumatera berjenis kelamin betina, setelah masuk ke kandang jebak yang dipasang karena sebulan terakhir mendapatkan laporan hewan dilindungi itu memakan ternak warga. ANTARA/Iggoy el Fitra

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah melakukan beberapa langkah untuk merespons laporan masyarakat terkait kehadiran Harimau Sumatera (panthera tigris sumatrae) di sekitar pemukiman. Sebanyak dua orang telah menjadi korban tewas karena diterkam satwa raja hutan itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Spesies dan Genetik Nunu Anugrah mengatakan KLHK melalui Balai Besar Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, BKSDA Bengkulu-Lampung, bersama para pemangku kepentingan segera melakukan pemeriksaan lokasi dan sosialisasi kepada warga sebagai untuk penanganan konflik. Upaya ini, kata dia, diharapkan dapat memberikan ketenangan dan rasa aman bagi warga.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Selain itu, dilakukan pemasangan kandang jebak, pemasangan camera trap, untuk menangkap dan mengevakuasi Harimau Sumatera yang telah menyerang manusia. Dengan tujuan untuk menyelamatkan manusia maupun harimau sumatera," kata Nunu kepada Tempo, Kamis, 29 Februari 2024.

Nunu menyebutkan harimau Sumatera merupakan jenis satwa dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri LHK No. P. 106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi.  Dalam Pasal 21 ayat 2 Undang–undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya disebutkan bahwa setiap orang dilarang untuk menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut dan memperniagakan satwa dilindungi baik dalam keadaan hidup maupun mati. 

"Dari ketentuan tersebut jelas bahwa terhadap jenis yang dilindungi aturannya sangat ketat dengan kemungkinan hukuman maksimum 5 tahun penjara dan denda maksimum 100 juta rupiah," ucap dia.

Untuk menjamin bahwa operasional penanganan konflik manusia dan satwa liar berjalan sesuai dengan kaidah-kaidah konservasi satwa liar, menurut Nunu, pemerintah menerbitkan Permenhut No.48/Menhut-II/2008 tentang Pedoman Penanggulangan Konflik Manusia dan Satwa Liar. "Peraturan tersebut mengatur cara menanggulangi maupun bertindak dalam konflik secara integratif yang melibatkan berbagai sektor," ucap dia.

Di tingkat daerah, kata Nunu, Pemerintah Provinsi Lampung telah menindaklanjuti Permenhut No.48/Menhut-II/2008, melalui Keputusan Gubernur Lampung Nomor: G/ 584 /V.24/HK/2021 tentang Pembentukan Satuan Tugas Penanggulangan Konflik Antara Manusia dan Satwa Liar Provinsi Lampung dan Keputusan Gubernur Lampung Nomor: G/ 583 /V.24/HK/2021 tentang Pembentukan Tim Koordinasi Penanggulangan Konflik antara Manusia dan Satwa Liar Provinsi Lampung. Selain itu, menurutnya, penguatan regulasi dalam rangka perlindungan satwa liar di dalam dan di luar kawasan hutan pun terus diperkuat. 

Nunu mengatakan secara prinsip, satwa liar dalam hal ini Harimau Sumatera yang keluar mendekati areal garapan atau pemukiman  manusia, dan membahayakan kehidupan manusia, harus digiring atau ditangkap dalam keadaan hidup untuk diselamatkan dan dikembalikan ke habitatnya. "Kami meyakini masyarakat telah memiliki kesadaran dalam menanggulangi konflik tidak lagi diperbolehkan menyakiti atau melukai satwa," kata dia. 

"Kami juga telah menginstruksikan agar UPT BBTNBBS dan BKSDA Bengkulu dan Lampung hadir di tengah masyarakat untuk memberikan rasa aman melalui patroli rutin petugas, pemasangan kandang jebak untuk menangkap Harimau Sumatera, dan melakukan upaya penyelamatan lainnya," ucap Nunu menambahkan.

Menurut Nunu, faktor penyebab terjadinya konflik harimau Sumatera dan manusia di antaranya ialah fragmentasi habitat, yang menyebabkan hilangnya habitat, pemisahan habitat dan penurunan kualitas habitat. Penyebab lainnya yakni kebutuhan pakan satwa yang tidak mencukupi, akibat perburuan satwa mangsa harimau seperti babi hutan yang masih terjadi. Disamping itu, adanya wabah penyakit african swine fever (ASF) yang menyerang babi, sehingga ketersediaan babi hutan sebagai pakan harimau jumlahnya menurun. 

"Perambahan kawasan hutan, dan adanya aktivitas illegal manusia (peternakan) yang dapat memancing kehadiran harimau sumatera untuk mendatangi sumber pakan," ucap dia.

Nunu menyebutkan konflik manusia dengan harimau kerap terjadi pada lokasi atau lahan aktifitas masyarakat yang berbatasan langsung dengan kawasan hutan sebagai habitat harimau Sumatera. Seperti halnya kejadian konflik manusia-harimau di Pekon Sumber Agung, Kecamatan Suoh dan Pekon Bumihantatai, Kecamatan Bandarnegeri Suoh, Lampung Barat yang berbatasan dengan habitat harimau di kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. 

Menurut dia, kejadian-kejadian konflik tidak dapat ditangani dengan metode yang sama setiap kali terjadi, dan tidak ada solusi tunggal. Tata cara penanganan konflik disesuaikan dengan situasi konflik yang terjadi. "Terjadinya konflik manusia dan harimau ini mengakibatkan kerugian bagi manusia dan harimau itu sendiri, baik kerugian sosial, ekologi, dan ekonomi," ucapnya.

Untuk meminimalisir konflik terulang di daerah rawan, Nunu menyebutkan KLHK telah membentuk Satgas penanggulangan konflik terpadu dengan pemerintah daerah dan masyarakat. Selain itu mereka telah meningkatkan patroli di titik rawan konflik. KLHK juga menyediakan ruang lindung bagi satwa liar pada kawasan hutan produksi sebagaimana Instruksi Menteri nomor 1 tahun 2022 tentang perlindungan satwa liar dari perburuan dan penjeratan. 

Selain itu, kata Nunu telah dilakukan pengintegrasian peta habitat atau perjumpaan satwa liar ke dalam proses persetujuan lingkungan, sehingga apabila lokasi yang dimohon adalah habitat satwa liar dilindungi maka kawasan tersebut dijadikan kawasan lindung dan upaya perlindungan satwa liar dipastikan masuk ke dalam dokumen persetujuan lingkungan seperti KLHS, AMDAL, UKL-UPL dan RTRW. 

"Regulasi yang ada sudah memadai, tinggal implementasi dan kepatuhan seluruh elemen bangsa terhadap peraturan perundangan," ungkapnya.



Irsyan Hasyim

Irsyan Hasyim

Menulis isu olahraga, lingkungan, perkotaan, dan hukum. Kini pengurus di Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, organisasi jurnalis Indonesia yang fokus memperjuangkan kebebasan pers.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus