Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
BEI akan menyesuaikan berbagai aturan IPO.
Perusahaan start-up dan unicorn dimasukkan ke kelompok emiten sektor teknologi.
OJK akan membuat regulasi yang melindungi kepentingan pendiri start-up.
JAKARTA – Bursa Efek Indonesia (BEI) getol mendorong perusahaan rintisan atau start-up melantai di bursa saham dengan menyesuaikan berbagai aturan penawaran saham perdana kepada publik (IPO). Salah satunya dengan menggodok revisi peraturan BEI mengenai pencatatan saham dan efek.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Head of Incubator IDX Indonesia, Aditya Nugraha, mengungkapkan sejumlah aturan akan disesuaikan untuk mengakomodasi karakteristik khas perusahaan rintisan di berbagai level IPO, baik papan utama, papan pengembangan, maupun papan akselerasi. “Kami ingin bisa mengakomodasi berbagai segmen perusahaan, terutama unicorn dan rintisan yang membidik papan utama,” ujarnya, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Salah satunya perihal persyaratan pencatatan di papan utama yang mewajibkan calon emiten sudah membukukan laba usaha paling tidak dalam satu tahun terakhir. Padahal kebanyakan perusahaan rintisan masih berada pada tahap peningkatan pangsa pasar dan belum mencatatkan laba. Namun, menurut Aditya, perusahaan-perusahaan tersebut memiliki bekal valuasi yang tinggi dan berpotensi menjadi salah satu penghimpun dana terbesar di pasar modal.
Syarat lain yang diberikan adalah nilai minimum net tangible assets sebesar Rp 100 miliar bagi calon emiten yang ingin mengakses papan utama. Aditya menuturkan penyesuaian yang akan dilakukan adalah memberikan lima persyaratan alternatif berupa net tangible assets dan laba usaha, agregat laba sebelum pajak dua tahun terakhir, serta nilai kapitalisasi pasar.
“Berikutnya, BEI juga melakukan reklasifikasi sektor dan subsektor, sehingga perusahaan rintisan, perusahaan teknologi, dan unicorn akan masuk ke dalam IDX sektor teknologi, sehingga bisa disandingkan dengan emiten sejenis,” ucap Aditya.
Layar pergerakan indeks harga saham gabungan di Jakarta. TEMPO/Tony Hartawan
Kemudian, BEI tengah menggodok kebijakan notasi khusus yang akan memberikan penanda bagi perusahaan-perusahaan yang memiliki karakteristik tertentu untuk memudahkan investor melakukan analisis. “Misalnya notasi sebagai new economy atau multiple voting share, sehingga investor akan paham mereka berinvestasi ke perusahaan apa.”
Kepala Bagian Penilaian Perusahaan Jasa Keuangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Nurkhamid, menambahkan, kebijakan lain yang sedang disiapkan adalah rancangan peraturan OJK tentang multiple voting share (MVS) atau saham hak suara multiple. Aturan ini masih dibahas dan ditargetkan rampung sebelum akhir tahun ini.
Regulasi MVS dibutuhkan karena modal perusahaan rintisan berasal dari banyak investor. “MVS dibutuhkan untuk memberikan kesempatan bagi pendiri untuk melindungi visi dan misi perusahaan setelah IPO, meski porsi kepemilikan si pendiri relatif kecil dibanding investor lain,” kata Nurkhamid.
Aturan MVS memungkinkan pemegang satu saham memiliki lebih dari satu hak suara. Nurkhamid mengatakan, dengan tetap menjadi pengendali, para pendiri perusahaan tetap memiliki kuasa untuk mewujudkan visi dan misi perusahaan secara berkelanjutan.
Rencananya, OJK akan mengatur rasio hak suara MVS dalam empat tingkatan, yaitu kepemilikan MVS lebih dari 10 persen; 5-10 persen; 3,5-5 persen; dan kurang dari 3,5 persen. Perusahaan yang dapat menerapkan kebijakan MVS adalah perusahaan rintisan yang belum pernah melakukan penawaran efek bersifat ekuitas serta memiliki pemegang saham yang berkontribusi signifikan dalam pemanfaatan teknologi.
GHOIDA RAHMAH
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo