Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Bank Mandiri mencabut gugatan praperadilan SP3 kasus kredit macet Titan Energy.
Pembayaran kredit Titan Energy senilai US$ 450 juta macet.
Ada dugaan upaya pengambilalihan saham Titan Energy oleh investor baru.
SENGKETA kredit macet antara PT Bank Mandiri (Persero) Tbk dan PT Titan Infra Energy memasuki babak baru. Setelah laporannya mentok di tangan polisi, Bank Mandiri berencana menggugat Titan Energy ke Kejaksaan Agung.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada Kamis, 28 Juli lalu, kantor pengacara ARP & Co selaku kuasa hukum Bank Mandiri mencabut gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Ini gugatan yang mereka ajukan setelah polisi menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) atas Titan. Padahal sejak 17 Mei tahun lalu Bank Mandiri mengadukan Titan kepada polisi atas dugaan penipuan, penggelapan, dan pencucian uang. Saat dimintai konfirmasi pada Jumat, 5 Agustus lalu, Sekretaris Perusahaan Bank Mandiri Rudi As Aturridha mengaku belum bisa memberi tanggapan tentang hal ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perkara ini bermula dari macetnya pembayaran utang senilai US$ 450 juta atau sekitar Rp 6,7 triliun yang dimohon Titan pada 2018. Perusahaan tambang batu bara itu tidak menyetor sebagian pendapatan usaha ke rekening pengumpul atau debt service account (DSA) sesuai dengan perjanjian kredit. Dalam utang-piutang ini, Bank Mandiri adalah satu dari tiga pemberi kredit sindikasi. Dua lainnya adalah CIMB Niaga dan Credit Suisse.
Usut punya usut, ada dugaan Titan berupaya menghindari pembayaran utang. Namun, setelah memeriksa sejumlah petinggi Titan, Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI mengeluarkan SP3 pada 4 Oktober 2021 dengan alasan bukti tidak cukup. Bank Mandiri kemudian melaporkan lagi Titan, yang berujung pada pemblokiran rekening perusahaan itu atas perintah polisi.
Namun Titan melawan. Pada 11 Mei lalu, Titan mengajukan gugatan praperadilan agar kasus ini dihentikan karena sudah ada SP3. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kemudian mengabulkan permohonan Titan pada 21 Juni lalu. Putusan ini yang kemudian digugat Bank Mandiri.
Suasana di tambang Titan Infra Energy. https://www.titaninfra.com/
Menurut dokumen gugatan yang disusun ARP & Co, Bank Mandiri menggugat karena menuding Titan berniat jahat. Dokumen itu menyebut pemilik Titan, Handoko Anindya Tanuadji, eks Direktur Utama Multipolar (Grup Lippo); dan Sutrisno Wibowo, eks bankir LippoBank, batal menjual perusahaan. Padahal penjualan Titan menjadi bagian dari program restrukturisasi kredit macet.
Dalam gugatannya, Bank Mandiri menyatakan batalnya proposal restrukturisasi adalah bukti ketidakseriusan Titan menyelesaikan kewajiban kepada kreditor sindikasi. Hingga 23 Juni lalu, sisa utang Titan sebesar US$ 204,13 juta atau Rp 3,049 triliun. “Dengan tidak dilaksanakannya proposal restrukturisasi, maka sudah sah secara hukum SP3 tidak sah, dan peristiwa pidana yang disidik dapat dilanjutkan kembali,” demikian petikan dokumen itu.
Tapi Titan punya alibi. Kepada Tempo, pengacara Titan, Haposan Hutagalung, mengatakan ada dugaan restrukturisasi utang diarahkan ke upaya akuisisi oleh pengusaha lain. Dia menduga Bank Mandiri mengarahkan Titan diambil alih oleh investor baru, yaitu Bomba Grup. Bomba Grup adalah perusahaan tambang milik pengusaha Setiawan Ichlas alias Iwan Bomba. Pengusaha ini sempat disebut-sebut sebagai pemegang saham PT Minna Padi yang hendak mengakuisisi Bank Muamalat pada 2017. “Ada upaya mengarahkan utang agar diulur menjadi tujuh tahun,” kata Haposan.
•••
MASUKNYA Iwan Bomba dalam sengkarut kredit Titan Infra Energy sudah menjadi rumor di kalangan pengusaha batu bara. Kepada Tempo, seorang pengusaha asal Palembang menyebut Iwan Bomba sedang berupaya mengambil alih kredit sebuah perusahaan di bank pelat merah.
Pengusaha lain membisikkan bahwa Iwan akan mengambil alih jalan tambang atau hauling road sepanjang 116 kilometer yang menghubungkan tambang batu bara di Muara Enim dan Lahat, Sumatera Selatan, ke Pelabuhan Muara Lematang di Sungai Musi. Selain jalur kereta api, hauling road itu satu-satunya jalan untuk mengangkut batu bara dari Sumatera Selatan.
Hauling road dan Pelabuhan Muara Lematang tak lain adalah aset utama Titan Infra Energy. Titan melalui PT Servo Lintas Raya membeli jalan itu dari Adaro Energy senilai US$ 25 juta pada 2014.
Suasana pelayanan terhadap nasabah di Kantor Pusat Bank Mandiri, Jakarta, 29 Juli 2022 TEMPO/Tony Hartawan
Jalan ini yang menjadi salah satu obyek rebutan setelah Titan terseret kredit macet di Bank Mandiri dan dua bank lain. Sejumlah dokumen yang diperoleh Tempo menunjukkan Bomba Grup berupaya menjadi pemegang saham Titan sejak 2020, saat pembayaran cicilannya mulai seret akibat pandemi Covid-19.
Untuk membayar utang, Titan meminta izin kepada Bank Mandiri untuk menjual anak usahanya di bidang perkapalan dan tambang batu bara. Namun Bank Mandiri hanya membolehkan penjualan perusahaan tongkang dengan syarat Titan menambah puluhan juta dolar. “Ini karena ada indikasi penjualannya undervalue,” tutur seorang bankir di Mandiri.
Direktur Utama Titan Darwan Siregar membantah tudingan itu. Darwan mengaku menawari Bank Mandiri mencarikan pembeli lain yang mau membayar lebih mahal. “Ternyata ia kesulitan mencari pembeli sendiri,” ujar pensiunan jenderal polisi bintang dua tersebut kepada Tempo.
Titan juga sempat memohon agar pendapatan operasi mereka bisa langsung digunakan untuk membiayai operasi. Dalam perjanjian pengelolaan rekening penagihan atau collection account management agreement, semua penerimaan Titan wajib masuk ke rekening pengumpul atau DSA di Bank Mandiri. Dari sana duit dibagi dua, yaitu 80 persen ke rekening operasi Titan dan sisanya ke rekening DSA. “Kami sudah katakan, saat itu kami sudah mau mati. Tapi surat kami soal permintaan transfer pendapatan ke rekening operasi tidak dijawab,” kata Darwan.
Karena tak mendapat jawaban, Darwan menambahkan, Titan mengirim sebagian pendapatan ke rekening operasi. Hasil audit Borrelli Walsh, penasihat keuangan independen untuk Titan yang memberikan laporan rutin kepada kreditor, menunjukkan sepanjang September 2018-September 2020 ada 28 persen penerimaan kas Titan yang masuk ke rekening operasi.
Akibatnya, ada kekurangan setoran hingga Rp 489,7 miliar dalam rekening pembayaran utang. Belakangan Titan mengisi ulang rekening itu sebanyak Rp 422,2 miliar. Kekurangan setoran ke rekening DSA pun tinggal Rp 67,5 miliar. Hilangnya pendapatan di rekening DSA menjadi bahan gugatan Bank Mandiri yang menuding Titan menggelapkan dana untuk menghindari pembayaran utang.
Borrelli Walsh juga menemukan kekurangan pendapatan Rp 290,8 miliar yang tidak dilaporkan Titan dalam laporan keuangan. Namun Darwan berkilah semua pendapatan sudah dilaporkan ke Bank Mandiri.
•••
LANTARAN tak kunjung mendapat persetujuan penjualan anak usahanya, ditambah harga batu bara yang anjlok, Titan Infra Energy mengalami gagal bayar utang pertama pada Februari 2020. Dari tagihan US$ 12,5 juta, Titan hanya sanggup menyediakan dana U$ 6,8 juta.
Tiga bulan setelah itu, Titan mengalami gagal bayar kedua. Namun, menurut Darwan Siregar, saat itu Titan masih sanggup menyetor duit ke rekening penghimpun buat membayar bunga yang jatuh tempo setiap bulan. Pada 9 Juni 2020, Titan meminta penundaan pembayaran utang kepada Bank Mandiri dan dua kreditor sindikasi lain. Beberapa dari mereka menyambut baik permintaan itu. Namun Bank Mandiri tidak. Padahal Deloitte, selaku penasihat keuangan independen untuk kreditor, sudah menerbitkan laporan yang menyebutkan penundaan pembayaran cicilan adalah jalan terbaik.
Sosok Setiawan Ichlas atau Iwan Bomba di sebuah situs berita nasional, 8 Juli 2022. (TEMPO/ Gunawan Wicaksono)
Dua sumber yang mengetahui hal ini menyebutkan Yudi Rizkyardie Darun, yang saat itu menjabat Senior Vice President Group Head of Special Asset Management 1 Group Bank Mandiri, berkomunikasi dengan petinggi Titan. Menurut sumber Tempo, Yudi mengatakan, jika mau selamat dan permohonan restrukturisasinya disetujui, Titan harus menggandeng Iwan Bomba.
Seorang bankir di Bank Mandiri mengatakan pejabat yang mengutus Yudi adalah Riduan, Direktur Komersial Bank Mandiri. Sebelum duduk di dewan direksi, Riduan menjabat Regional Chief Executive Officer II Bank Mandiri yang berpusat di Palembang. Menurut sumber Tempo, prosedur ini agak ganjil karena urusan kredit Titan berada di bawah direktorat corporate banking.
Bankir ini juga menceritakan ada pertemuan antara Iwan Bomba, Riduan, dan Direktur Utama Bank Mandiri Darmawan Junaidi pada Juni-Agustus 2020 di Suvarna Jakarta Golf Club, Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur. Ketiganya membicarakan rencana akuisisi Titan oleh Bomba.
Pada 27 Agustus 2020, Titan dan Bomba Grup meneken dokumen rencana akuisisi. Bomba akan menguasai 70-100 persen saham Titan milik Handoko Anindya Tanuadji dan Sutrisno Wibowo senilai US$ 60 juta. Bomba juga akan memberikan kontrak pengangkutan batu bara dari tambangnya lewat hauling road Titan sebanyak 5 juta ton per tahun.
Dalam negosiasi, skema ini berubah-ubah. Pada Oktober 2021, Bomba lewat special purpose vehicle akan mengakuisisi 66 persen saham Titan senilai Rp 1 per saham alias Rp 18,8 miliar. Kesepakatan itu berlaku sampai 30 Desember 2021 dan baru bisa terlaksana jika sudah disetujui oleh semua kreditor.
Tapi hanya Bank Mandiri yang menyetujui transaksi tersebut. Restrukturisasi Titan di bawah Bomba Grup selaku pemegang saham pengendali terbaru akan jatuh tempo pada 2028, plus cuti bayar utang pokok selama dua tahun dan penurunan suku bunga menjadi 4,75 persen.
Sumber Tempo di Bank Mandiri menyebutkan tiga kreditor lain menolak Bomba Grup karena ragu terhadap rekam jejak perusahaan tersebut. Sebab, Bomba terjerat persoalan kredit tanpa jaminan senilai Rp 5,1 triliun di PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI. Saat ditanyai mengenai hal ini, Chief Executive Officer Bomba Grup Todotua Pasaribu mengelak. “BNI silakan menjawab, karena kami tidak merasa begitu.”
Pada awal Juli lalu, Corporate Secretary BNI Muchtarom membantah kabar tentang kredit tanpa jaminan dari BNI yang mengucur buat Bomba. Menurut Muchtarom, penyaluran kredit BNI pasti melewati proses legal, termasuk persyaratan agunan yang sesuai dengan nilai fasilitas pinjaman. Fasilitas kredit Bomba juga disebut lancar. Saat ditanyai kembali mengenai hal ini, Muchtarom tak menjawab.
Saat diminta tanggapan pada Rabu, 3 Agustus lalu, Yudi Rizkyardie Darun hanya menjawab lewat pesan telepon, “Coba lihat, apa yang bisa kita solusikan (jadwal wawancara) terkait diskusi ini.” Yudi kini menjabat Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko PT Angkasa Pura I (Persero). Tempo juga menyurati Darmawan Junaidi dan Riduan, meminta klarifikasi mengenai kabar pertemuan mereka dengan Iwan Bomba. “Nanti Sekretaris Perusahaan yang akan berkomunikasi dulu dengan Anda,” tutur Darmawan. Sedangkan Riduan tidak merespons permohonan klarifikasi Tempo. Hingga tulisan ini terbit, Sekretaris Perusahaan Bank Mandiri Rudi As Aturridha belum memberikan jawaban.
Adapun Iwan Bomba tak memberi jawaban karena, menurut orang dekatnya, sedang menemani istrinya berobat di Singapura. Jawaban datang dari Todotua Pasaribu. Dia mengaku tidak tahu mengenai pertemuan antara Iwan dan petinggi Bank Mandiri di Suvarna Golf. Namun dia mengaku Bank Mandiri menawari Bomba Grup mengakuisisi Titan. “Mungkin Bank Mandiri menganggap akuisisi Titan oleh Bomba adalah solusi untuk menyelamatkan kredit yang macet,” ujarnya pada Jumat, 5 Agustus lalu.
Todotua mengakui akuisisi Titan juga berisiko. Sebab, dia menjelaskan, dari aset Rp 10 triliun, sebanyak Rp 9,5 triliun berupa utang. “Kalau harus menanggung itu semua, kami tak sanggup,” katanya. Adapun Titan Energy menganggap perjanjian akuisisi oleh Bomba Group itu kedaluwarsa sejak 30 Desember 2021. Tidak semua kreditor menyetujui akuisisi dan proposal restrukturisasi itu. “Ada perjanjian dengan Iwan Bomba, tapi sudah expired,” ujar Darwan Siregar.
THERESIA BUDIARTI UTAMI PUTRI
Catatan:
Tulisan ini mengalami perubahan pada 8 Agustus 2022, di paragraf 29.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo