Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Wabah virus corona menambah ketidakpastian industri dan pasar keuangan.
Ekonom menghitung skenario paling ringan hingga terburuk dampak pandemi ini.
Aneka strategi antisipasi krisis disiapkan.
VIRUS corona kian meresahkan pelaku usaha. Bahkan strategi pemerintah memerangi pandemi ini sudah membuat kelangsungan bisnis mereka makin serba tak pasti. Dalam istilah Dwiatmoko Setiono, Direktur Utama PT Sekawan Karsa Mulia, efek samping pasti akan mengikuti upaya “pembasmian tikus” yang tak disertai pertimbangan yang matang.
Senin, 16 Maret lalu, Dwiatmoko sudah dipusingkan oleh bisnisnya yang kacau akibat pembatasan jam operasional dan jumlah angkutan umum di DKI Jakarta. Pagi itu, banyak karyawan Sekawan Karsa di pabrik dan gudang datang terlambat sehingga membuat produksi di perusahaan bahan baku makanan dan minuman instan tersebut kedodoran.
Kabar rencana pemerintah mengisolasi sebagian wilayah Ibu Kota untuk mengurangi potensi penyebaran Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) makin membuat resah. Sebab, selain aktivitas usaha Dwiatmoko berpusat di Bandengan, Jakarta Barat, produk makanan dan minuman sangat bergantung pada kegiatan di luar rumah. “Kalau sekolah tutup, perkantoran enggak buka, dan kebanyakan orang berada di rumah, kena kami,” kata Dwiatmoko kepada Tempo, Kamis, 19 Maret lalu.
Bahkan, hingga pekan lalu, Sekawan Karsa tidak bisa menerapkan secara penuh imbauan pemerintah agar perusahaan membolehkan pegawai bekerja dari rumah (work from home). Karyawan di bagian administrasi mungkin saja bisa melakukannya. “Tapi kalau yang bertugas di pabrik bagaimana? Mereka kan harus berhadapan dengan mesin,” ujarnya.
Dilema ini menambah pelik persoalan yang kini dihadapi Dwiatmoko dan sejawatnya di bisnis makanan dan minuman. Bahan baku seperti sorbitol dan maizena yang biasa dipasok dari Cina kini langka. Rantai pasok dari Tiongkok yang melambat sejak Imlek akhir Januari lalu berlanjut seiring dengan wabah corona. Sulitnya mencari barang substitusi dari negara lain kini diperparah oleh anjloknya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.
Dwiatmoko cukup beruntung karena stok bahan baku masih tersedia di gudangnya. “Tapi yang dikhawatirkan kalau kondisinya begini terus. Omzet rentan turun,” ucapnya. “Mudah-mudahan daya beli masyarakat masih terjaga.”
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo